Dorong Pendekatan Persuasif dalam Unjuk Rasa, Ombudsman Surati Kapolri
Siaran Pers
048/HM.01/X/2020
Kamis, 15 Oktober 2020
JAKARTA - Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Prof. Amzulian Rifai mengirimkan surat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia tentang penanganan unjuk rasa terkait pengesahan rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Ombudsman RI meminta Kapolri untuk memerintahkan kepada seluruh Kepala Satuan, Kepala Kepolisian Daerah agar mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam melakukan pengawalan kegiatan unjuk rasa serta menghindari tindakan represif.
Namun apabila pendekatan persuasif tidak dapat dijalankan dan situasi tidak terkendali, Prof. Amzulian mengatakan Polri dapat merumuskan perencanaan cara bertindak dan penggunaan alat kekuatan sesuai dengan prinsip proporsional. Hal ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan fungsi intelijen dalam hal mengukur potensi gangguan, termasuk deteksi dini ancaman gangguan kamtibnas.
"Selain itu juga melakukan evaluasi dan pengawasan berkala terhadap Komandan Satuan. Kepolisian. Di samping itu perlu memastikan perlindungan aparat dalam menjalankan tugasnya, serta melakukan rotasi personel untuk menghindari kelelahan," imbuh Prof. Amzulian di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Melalui surat nomor B/1682/LM.12/X/2020 tanggal 15 Oktober 2020, Ketua Ombudsman RI menyampaikan Ombudsman memandang bahwa penyampaian aspirasi oleh masyarakat dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28E Ayat (3) bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Meskipun demikian, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan UU.
Dalam hal pengamanan dan penanganan kegiatan unjuk rasa. sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Polri juga bertugas melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban.
Ombudsman RI menyampaikan, apabila terpaksa melakukan pengamanan dan/atau penahanan terhadap peserta unjuk rasa, Ombudsman meminta agar pihak yang ditahan dapat terpenuhi hak-haknya seperti pendampingan penasihat hukum. Di lain sisi, proses pemeriksaan agar dilakukan secara objektif dan transparan, dengan menyampaikan informasi mengenai pihak-pihak yang diamankan serta status dan proses yang sedang dilakukan. Termasuk penanganan terhadap oknum petugas yang diduga melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas.
Ombudsman RI juga mengingatkan agar Polri dapat menjamin terpenuhinya protokol kesehatan bagi pengunjuk rasa yang diamankan, sehingga tidak menimbulkan klaster baru.
(***)
Anggota Ombudsman RI
Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S.