• ,
  • - +
Banyak Petugas KPPS Meninggal, Ombudsman Duga Ada Maladministrasi
Kliping Berita • Senin, 20/05/2019 •
 
Ombudsman merilis hasil asesmen terkait petugas KPPS meninggal dalam Pemilu 2019 (Foto: Matius Alfons/detikcom)

Jakarta - Ombudsman menilai KPU mengabaikan keselamatan kerja petugas KPPS dan menilai terlalu fokus dengan pemungutan dan penghitungan suara. Ombudsman menilai antisipasi terhadap kesehatan petugas kurang dipersiapkan.

"Ada masalah bahwa pemilu yang dilaksanakan singkat cuma sehari, kompleks tekanan tinggi, kami melihat tidak cukup atau minimal adanya ketentuan untuk cegah terjadi kelelahan atau kematian tersebut," ucap anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, kepada wartawan di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/5/2019).

"Kalau dilihat dari kegiatan KPU, mereka fokus teknis aja, bukan ke si petugasnya, seakan-akan karena pemilu lalu biasa maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semangat biasa," tambahnya.

Ombudsman mencatat sudah ada 608 orang yang terdiri dari 486 petugas KPPS, 97 Bawaslu, 25 dari Polri yang meninggal dalam Pemilu 2019. Ombudsman lalu asesmen dengan mewawancarai KPU, KPUD, Bawaslu, Kemenkes, IDI, hingga keluarga petugas KPPS yang meninggal.

Catatan lainnya, Ombudsman menilai metode sukarela juga menjadikan masalah. Selain itu, Ombudsman menilai KPU, Bawaslu, dan Kemenkes lambat merespons saat awal-awal petugas KPPS meninggal.

Adrianus juga menyoroti soal honor yang diterima para sukarelawan. Menurutnya, semestinya para petugas yang kerja paling berat dengan risiko kerja besar mesti mendapatkan gaji yang sesuai dengan beban tersebut.

"Honor layak jamiman sosial dan apresiasi dalam pelayanan tugas. Sukarela tidak usah dipertahankan, kalau harus dipertahankan, pemerintah nggak sanggup menggaji maka minimal harus memberi tahu sejelas-jelasnya mengenai rezeki yang diterima. Ketika sudah diputuskan iya ini demi Merah Putih baru ini fair," ucap dia.

"Kami simpulkan indikasi maladministeai terjadi," imbuhnya.

Adrianus juga mengungkap KPU kurang memberi info terkait risiko bekerja sebagai petugas penyelenggara pemilu. Sehingga menurutnya para petugas ini tidak tahu risiko kematian yang mungkin bisa terjadi kepada mereka.

Menanggapi masalah tersebut, Adrianus menilai pemerintah harus segera meminta maaf pada masyarakat. Hal itu, sebutnya karena kurangnya perhatian pemerintah pada risiko keselamatan penyelenggara pemilu.

"Baik bagi negara meminta maaf kepada korban, karena tadi maladministrasi dilakukan, strategi memberi ruang sukarela terlalu besar tapi tidak diiringi penjelasan sebesar-besarnya mengenai akibat hal itu, maka negara harusnya minta maaf," ucapnya.

Kemudian Kemenkes juga diminta untuk lebih proaktif melakukan screeningkesehatan. Adrianus menilai ini juga tanggung jawab Kemenkes.

"Lakukan screening kesehatan, dan sediakan semacam P3K, walau hajatan KPU tapi Kemenkes tidak boleh lepas tanggung jawab, harusnya proaktif juga dong," tambahnya.

Selain itu, pemerintah juga harus segera merevisi Undang Undang nomor 7 tahun 2017 yang terlalu merinci batas waktu sehingga tidak memberatkan penyelenggara pemilu. Selain itu penerapan digital pemilu juga diharapkan bisa terlaksana.

"Penyelenggaraan pemilu modern, khususnya digital, e-election, terlalu besar lah mudarat pemilu seperti sekarang ini, kalau bisa kita naik ke pemilu digital sehingga pengerahan SDM terkurangi, dan masalah-masalah dapat ditiadakan," tutupnya.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...