Bahasa Indonesia di Tengah Arus Globalisasi
Bahasa Indonesia di Tengah Arus Globalisasi
Jakarta - Ombudsman RI merilis hasil "Survei Pelayanan Publik dan Penggunaan Bahasa Indonesia" bersamaan dengan Bulan Bahasa pada tanggal 28 Oktober bertepatan dengan Hari Sumpah pemuda. Salah satu tekad dalam Sumpah Pemuda 1928 adalah menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, walaupun terdapat 652 bahasa daerah.* Survei tersebut bersumber dari koleksi foto-foto "Survei Kepatuhan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik."
Pasal 7 huruf d Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman dapat melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Melalui kegiatan survei dan kajian inilah Ombudsman berupaya mengingatkan dan mengawasi penyelenggara pelayanan publik di seluruh Indonesia untuk menerapkan standar pelayanan minimum dan pencantuman Sistem Informasi Pelayanan Publik yang mudah dipahami di ruang pelayanan.
Dalam "Survei Pelayanan Publik dan Penggunaan Bahasa Indonesia" yang Ombudsman RI laksanakan, ternyata kesalahan penulisan informasi publik di kantor pelayanan publik tidak hanya terjadi dengan adanya salah cetak oleh percetakan. Akan tetapi, kekurangpahaman dan keterbatasan informasi pejabat publik atas pengunaan bahasa yang tertib/patuh, baik, dan benar juga menyebabkan penggunaan bahasa pada pelayanan publik tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pejabat publik (pimpinan) tidak mencermati kembali hasil kerja stafnya dalam merancang informasi publik yang dipasang pada ruang pelayanan. Penggunaan bahasa asing dan/atau bahasa daerah diperbolehkan atau tidak dilarang apabila tidak mengurangi atau menghilangkan keutamaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Tidak ada larangan dalam hal singkatan: penyingkatan disesuaikan dengan aturan/kaidah yang berlaku. Kesalahan penggunaan bahasa dalam pelayanan publik menunjukkan kurangnya kompetensi pejabat pelayanan/petugas instansi penyelenggara pelayanan publik. Pejabat/petugas yang tidak kompeten itu berdampak buruk pada rendahnya kepatuhan standar pelayanan publik.
Berdasarkan hasil temuan dan analisis ketentuan peraturan perundang-undangan, Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan saran, sebagai berikut:
1. Penggunaan bahasa Indonesia selalu diutamakan atau didahulukan;
2. Bahasa asing dan bahasa daerah dapat digunakan sebagai pelengkap atau penyerta bahasa Indonesia dalam penyampaian informasi publik di ruang pelayanan publik;
3. Penerapan kaidah bahasa Indonesia dipastikan sebelum pencetakan atau publikasi. Koreksi atau perbaikan dilakukan oleh pejabat atau atasan terkait dengan merujuk pada referensi yang tepat;
4. Pandangan ahli bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing diminta. Sedapat mungkin singkatan dihindari agar tidak terjadi multitafsir;
5. Masukan, saran, kritik, atau teguran dibuat terhadap kesalahan penggunaan bahasa dalam pelayanan publik oleh pejabat/petugas instansi penyelenggara pelayanan publik di ruang pelayanan publik dan terhadap pembiaran perusahaan swasta yang tidak patuh pada peraturan perundang-undangan penggunaan bahasa.
Tim Kajian Sistemik Ombudsman RI
Herru Kriswahyu-Kepala Keasistenan
timkajiansistemik@ombudsman.go.id