Bahas Minyak Goreng, Ombudsman RI: Kami Harap Ada Perubahan dalam Dua Minggu ke Depan
JAKARTA - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika Yeka menyatakan bahwa saat ini, Pemerintah memiliki tantangan untuk melakukan pengkawinan antara produsen CPO dan produsen minyak goreng, karena tidak semua produsen minyak goreng punya kebun sawit. Selain itu Yeka juga menyampaikan bahwa Ombudsman RI akan terus melakukan pengawasan dan mengharapkan adanya perubahan yang terjadi dalam dua minggu ke depan terkait dengan kepatuhan pasar terhadap HET dan ketersediaan minyak goreng sawit di pasar.
Hal ini disampaikan Yeka saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik "Di Balik Minyak Goreng Langka dan Mahal" yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Jumat (25/2/2022). Hadir juga sebagai narasumber: Guntur Syahputra Saragih, Wakil Ketua KPPU RI; Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia; dan Almas Sjafrina, Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW.
"Harus ada intervensi Pemerintah terkait hal ini. Pemerintah harus memastikan minyak goreng curah tersedia terlebih dahulu, baru yg lain," ujar Yeka.
Yeka dalam paparannya mengatakan bahwa terdapat beberapa indikator yang mempengaruhi Supply-Demand Crude Palm Oil (CPO). Di antaranya dibanding tahun 2021, terjadi penurunan stok CPO akhir tahun, penurunan jumlah total produksi sebanyak 0,52%, adanya peningkatan jumlah konsumsi (food) sebesar 6,24% dan biodiesel sebesar 1,60%, jumlah ekspor meningkat sebesar 0,67%, dan peningkatan total permintaan sebesar 2,53% dibanding tahun 2021.
"Ombudsman RI telah melakukan pemantauan, bukan hanya di wilayah DKI Jakarta saja, namun secara serentak dan menyeluruh telah dilakukan pengamatan di 34 provinsi Indonesia," ujar Yeka.
"Setidaknya Ombudsman RI menyoroti ada tiga pemicu harga kenaikan minyak goreng, yakni kenaikan harga CPO di pasar Future Market International, kenaikan harga CPO International, dan adaya fenomena menunggu kepastian kebijakan Pemerintah," jelas Yeka.
Secara umum, Ombudsman RI melihat kepatuhan, baik pasar modern (mall), pasar tradisional, ritel modern, dan ritel tradisonal terhadap Harge Eceran Tertinggi (HET) kategori minyak goreng sawit kemasan curah, sederhana dan premium.
"Berdasarkan hasil pemantauan Ombudsman RI, didapatkan hasil bahwa dalam dua pekan terakhir ini, panic buying sangat jauh berkurang," jelasnya.
Sedangkan berkaitan dengan harga, di pasar/ritel modern memiliki tingkat kepatuhan relatif tinggi terhadap HET, dan sebaliknya di pasar/ritel tradisional, tingkat kepatuhannya relatif rendah. Ombudsman RI juga menemukan ketersediaan minyak goreng masih langka/terbatas, baik di pasar/ritel modern maupun di pasar/ritel tradisional," tutup Yeka. (MIM)