Bahas Kebijakan Lahan Sawah Dilindungi, Ombudsman Gelar Diskusi Tematik
Jakarta - Ombudsman RI menggelar diskusi tematik membahas Kebijakan Lahan Sawah Dilindungi dan Implikasinya Terhadap Tata Ruang dan Pendaftaran Tanah, secara daring di Jakarta, Kamis (30/3/2023). Diskusi ini menghadirkan Anggota Ombudsman RI, Dadan Suharmawijaya; Sekretaris Deputi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian, Ismariny; Dirjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Gabriel Triwibawa; Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Dwi Hariyawan; serta Dosen Hukum Penataan Ruang Unversitas Trisakti, Metty Soletri.
Dadan menyampaikan latar belakang digelarnya diskusi adalah adanya kebijakan mengenai penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Kebijakan ini menuai pro kontra karena impikasinya di lapangan mengalami kendala. Katanya, ada pengembang yang merasa sudah melewati proses perizinan lahan, sudah melakukan pembebasan lahan, namun belakangan diketahui berbenturan dengan peta lahan sawah dilindungi.
Dadan mengamati bahwa kebijakan LSD dibuat dalam waktu yang cukup singkat, yaitu selama tiga tahun. Ia melanjutkan bahwa penentuan lahan sawah seharusnya melibatkan pihak lain misalnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Badan Informasi Geospasial. Ia menegaskan harus ada sinergi antar kementerian dengan masyarakat tentang kebijakan ini.
Menurut Dadan, Ombudsman menyoroti kemungkinan adanya perilaku maladministrasi, misalnya adanya transaksi untuk mengubah status lahan agar tidak masuk dalam peta LSD. Selain itu Ombudsman juga menemukan perbedaan peta LSD dari kantor pertanahan di daerah dengan peta dari pusat. "Ombudsman ingin mendapat kejelasan mengenai hal ini," tegas Dadan.
"Melalui forum ini kita diskusi bagaimana benturan ini bisa terjadi dan bagaimana cara untuk mengoreksi peta lahan sawah yang sudah dikeluarkan pemerintah, serta bagaimana juga solusi atas perizinan lahan yang sudah terlanjur diproses," kata Dadan.
Sementara itu, Dosen Hukum Penataan Ruang, Metty Soletri menyampaikan bahwa meskipun kebijakan LSD dibuat untuk kepentingan nasional, penetapan LSD perlu memperhatikan peraturan daerah tentang tata ruang karena yang mengetahui adalah daerah. "Perda tata ruang harus sesuai karakter daerah masing-masing. Saya kira pihak pemerintah daerah tidak keberatan merubah perda asal ada kepercayaan dari daerah ke pemerintah pusat," tukasnya. (NI)