3 Aspek Permasalahan Tentang Perkelapasawitan, Ombudsman Dorong Perbaikan Tata Kelola Sawit.
Pekanbaru - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjadi Keynote Speach dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Tantangan dan Upaya Perbaikan pada Tata Kelola Industri Kelapa Sawit, yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di Hotel Premier Pekanbaru, pada Rabu (7/8/2024).
FGD ini di hadiri oleh kelompok Tani Sawit, Dinas terkait Provinsi Riau dan Kabupaten Kampar, GAPKI, APKASINDO, dan APROBI. Hadir sebagai narasumber Yazid Nurhuda Direktur Penegekan Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian KLHK, Hasan Basri Natamanggala Direktur Pengaturan Dan Penetapan Hak Atas Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Elvyrisma Ketua Tim kerja pemasaran Domestik, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Lila Harsyah Bakhtiar Ketua Tim Kerja Industri Kelapa Sawit Direktorat IHHP, Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian.
Dalam kesempatan ini, Yeka menjelaskan tugas fungsi Ombudsman dalam pencegahan dan pemberantasan maladministrasi. Maladministrasi didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum, perbuatan pengalahgunaan wewenang, kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum. Semua itu dilakukan dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik.
Yeka menambahkan, sebelum dilaksanakannya agenda FGD ini, Ombudsman RI telah menerima 239 laporan masyarakat terkait isu perkelapasawitan sejak tahun 2018 sampai dengan 2023, dan setiap tahunnya jumlah laporan masyarakat relatif meningkat. Substansi pada perkelapasawitan adalah agararia, perkebunan, pertanian pangan, penegakan hukum, perizinan, dan kehutanan.
Terkait laporan ini, Ombudsman RI juga telah meminta data dan keterangan dari kementerian daan lembaga terkait. Dari data dan keterangan yang diperoleh terdapat beberapa aspek permasalahan, yakni terkait aspek lahan, perijinan, dan tata niaga.
Dalam aspek lahan ini diharapkan dibahas permasalahan utama perkebunan kelapa sawit, baik yang diusahakan oleh Pekebun Rakyat maupun Perusahan Perkebunan kelapa sawit. Diketahui bahwa saat ini belum semua kebun sawit memiliki hak atas tanah yang dikuatkan dengan dokumen administratif. Dan, untuk kebun sawit yang telah memiliki hak atas tanah namun masih banyak yang bertumpang tindih secara administratif sengan Kawasan Hutan.
Sedangkan dalam aspek perijinan, perkebunan sawit yang dikelola oleh perusahaan atau luas lebih dari atau sama dengan 25 Ha harus memiliki IUP Perkebunan, sedangkan perkebunan sawit yang dikelola oleh Pekebun Rakyat atau kurang dari atau sama dengan 25 Ha harus memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
Selanjutnya terkait aspek permasaahan tata niaga, pada aspek harga Tandan Buah Segar (TBS) terdapat ketidakseragaman atau variasi harga TBS di masing-masing wilayah. Selain itu kebijakan bio diesel saat ini telah ditentukan kebijakan B35 yang artinya 35% bio diesel berasal dari minyak sawit (Fatty Acyd Methil Ester / FAME). Keluhan saat ini adalah selisih pembayaran antara harga FAME dengan Solar diberikan kepada produsen FAME namun proses pembayaran ini menyisakan permasalahan hukum karena adanya selisih perhitungan yang dianggap berpotensi merugikan keuangan negara. Ketidak pastian ini menjadikan kegelisahan bagi para prosuden bahan baku biodiesel.
"Tujuan Ombudsman dalam aspek lahan adalah mendorong kepastian inventarisasi penyelesaian tumpang tindih lahan perkebunan sawit dan kawasan hutan. Untuk aspek izin ombudsman mendorongg kepastian layanan dan penerbitan STD-B sebagai salah satu pemenuhan sertifikasi ISPO. Dan Aspek niaga ombudsman juga mendorong perbaikan pengaturan harga TBS dan PKS serta perbaikan kebijakan Biodisel dan POME" ungkap Yeka.
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Sunari. Ia mengungkapkan pihaknya terima kasih kepada Ombudsman RI yang telah melakukan kajian sistemik tentang perkelapasawitan.
"Dengan adanya Kajian Sistemik dalam rangka Pencegahan Maladministrasi yg dilakukan oleh Ombudsman RI dengan melibatkan para stakeholders terkait, diharapkan dapat mendorong saran perbaikan pada tata kelola industri kelapa sawit dari hulu-hilir" tutupnya. (ZNL)