19 Tahun Ombudsman, Menuju Pelayanan Publik Prima
Jakarta -
Pada 10 Maret 2019, Ombudsman memasuki usia yang ke-19
sejak resmi berdiri pada 10 Maret tahun 2000 pada masa pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dengan Keputusan Presiden Nomor 44
tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Sebagai Lembaga Negara
Independen, Presiden Gus Dur berharap dengan pembentukan Ombudsman dapat
tercapai pelayanan terbaik dan bersih dari pemerintah, dalam makna
adanya pelayanan yang mudah, cepat, murah, dan ringan untuk memastikan
masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik benar-benar diberikan
pelayanan, sehingga dapat mewujudkangood governance.
Sejarah
TeoriTrias Politica
dari Montesquieu, yang hanya membedakan 3 (tiga) kekuasaan negara,
yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif,berasal dari abad
ke-18, memang sudah tidak memadai lagi untuk abad ini, karena dunia
dalam kenyataannya sudah sangat lama melihat perlunya peranan
lembaga-lembaga pengawas. Sejak tahun 1809, negara-negara maju telah
memikirkan bagaimana caranya untuk meningkatkan perlindungan hak-hak
masyarakat agar memperoleh pelayanan umum yang baik dan adil dari
penyelenggara negara/pemerintah, maka muncul Ombudsman yang dianggap
mewakili untuk mengemban tugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan
publik tersebut.
Lalu satu tahun setelahnya, DPR kembali mengundangkan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mengatur pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat. Undang-undang ini memberikan beberapa tambahan tugas dan kewenangan kepada Ombudsman RI. Adanya dua undang-undang yang mengatur tentang Ombudsman RI dan juga tentang pelayanan publik semakin memperkuat Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik.
Kehadiran pembentukan Ombudsman berasal dari Ketetapan MPR yang sama dengan pembentukan KPK, yaitu Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2001, dengan harapan kedua lembaga ini dapat memperbaiki dan menjadi tempat bagi masyarakat untuk mengadukan permasalahan sesuai kewenangan masing-masing. Kepada Ombudsman dapat dilaporkan berbagai permasalahan pelayanan publik pada instansi penyelenggara negara, sementara KPK menangani dan menindaklanjuti kasus-kasus korupsi.
Ombudsman RI hadir dengan kewenangan dan tugas yang cukup kompleks dalam pencegahan maladministrasi dan penyelesaian laporan masyarakat, yang dimulai dengan upaya persuasif dengan meminta klarifikasi kepada penyelenggara negara untuk memperbaiki pelayanan publik yang dilaporkan atau memberikan hak masyarakat yang dirugikan baik secara tertulis atau langsung, kemudian terdapat kewenangan memanggil, investigasi, melakukan mediasi dan konsiliasi, hingga adanya upaya paksa yang dapat dilakukan (Pasal 8 UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI).
Pelayanan publik penting menjadi perhatian pemerintah dan penyelenggara negara pada umumnya, karena semakin baik pelayanan maka semakin maju suatu bangsa, dengan salah satu indikator adanya pelayanan publik yang prima.
Kekuatan
UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI memberikan kewenangan kepada Ombudsman RI yang berbeda dari lembaga negara independen lainnya, yang dapat disebut sebagai kekuatan Ombudsman. Yaitu, pertama, Hak Imunitas, kekebalan sebagai dukungan penuh terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang Ombudsman. Hak ini diatur dalam Pasal 10 yang menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut atau digugat di muka pengadilan, sehingga pemeriksaan berupa investigasi dan meminta dokumen dapat dilakukan Ombudsman dalam menjalankan tugas dan kewenangan tanpa dapat dituntut ataupun digugat.
Kedua, Upaya Paksa. Pasal 31 UU Ombudsman (Nomor 37 tahun 2008) menyatakan bahwa Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian untuk menghadirkan "terlapor" secara paksa apabila tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan Ombudsman. Ketiga, Mediasi/Konsiliasi. Upaya mediasi/konsiliasi yang dimiliki Ombudsman RI menjadi kekuatan untuk menyelesaikan laporan masyarakat dan juga menjadi langkah persuasif yang dapat diterima oleh instansi penyelenggara negara.
Keempat, Rekomendasi. Pasal 38 ayat (1) Undang Undang Ombudsman RI (Nomor 37 Tahun 2008) menyebutkan bahwa terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman. Kelima, Ketentuan Pidana. Dalam Pasal 44 UU yang sama disebutkan bahwa setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar).
Dengan beberapa kekuatan tersebut, Ombudsman melakukan fungsi dan tugas dalam rangka mendorong instansi penyelenggara negara untuk lebih baik dan mewujudkangood governance.
Saat ini, Ombudsman RI telah memiliki perwakilan di seluruh provinsi, dengan tujuan mendekatkan masyarakat untuk mengadu sekaligus untuk pengawasan yang lebih menyeluruh. Ombudsman RI dengan berbagai kewenangan telah cukup banyak memberi warna perubahan pelayanan instansi penyelenggara negara menjadi lebih baik, dengan strategi menerima dan melakukan penyelesaian laporan masyarakat serta melakukan tindakan pencegahan maladministrasi yang didukung juga melalui upaya kerja sama dengan instansi penyelenggara pelayanan.
Ke depan diharapkan pemerintah dengan dorongan dan peran masyarakat melakukan upaya yang lebih baik untuk mewujudkan terciptanya pelayanan publik yang prima di segala bidang. Semoga Indonesia lebih maju.
Ratna Sari DewiAsisten Ombudsman RI Pusat