"Potensi Maladministrasi pada penyelenggaraan pengurangan dan penghapusan Merkuri di Indonesia"
Siaran
Pers
Senn, 16 Desember 2019
Jakarta - Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata tentang merkuri, yang menyatakan bahwa pengendalian merkuri adalah untuk menyelematkan kehidupan mahluk bernyawa di muka bumi. Oleh sebab itu, permasalahan dalam penggunaan dan peredaran merkuri adalah permasalahan sistemik yang harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian tentang upaya pemerintah dalam melakukan pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia agar diketahui potensi maladministrasi yang terjadi.
Ombudsman RI mempunyai peran strategis dalam memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara/Instansi Pemerintah, yaitu dengan melakukan upaya pencegahan maladminsitrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik serta melakukan investigasi atas prakarasa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Berdasarkan penjelasan di atas, Ombudsman RI perlu untuk melakukan kajian sistemik lebih lanjut tentang potensi maladministrasi dalam pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia, agar dapat ditemukan faktor yang dapat menjadi solusi pemerintah pusat maupun daerah dalam melakukan pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia.
Sebelum terbitnya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri, upaya pengurangan dan penghapusan merkuri banyak menemui hambatan dan masih terbatas pada tugas dan kewenangan masing-masing lembaga. Adapun hambatan yang terjadi pada 4 (empat) Kementerian sebagai berikut :
1) Kementerian KLHK RI
a. Koordinasi dengan Pemda setempat kurang mendukung terhadap aspek pemulihan lahan yang terkontaminasi merkuri
b. Aspek sosial juga menjadi kendala KLHK dalam pemulihan dampak merkuri, yaitu alternatif mata pencaharian kepada para mantan penambang
2) Kementerian Perdagangan RI
a. Hanya terdapat pengaturan mengenai aturan niaga Merkuri mengatur penggunaan dan peredaran Impor Merkuri.
b. Ekspor Merkuri masih bersifat bebas dan belum ada peraturan dalam lingkungan Kementerian Perdagangan RI yang mengatur.
3) Kementerian Kesehatan RI
a. Belum ada komunikasi yang jelas antar direktorat di Kementerian Kesehatan RI yang telah melakukan kajian tentang merkuri;
b. Faktor penghambat pencegahan penggunaan merkuri adalah adanya pasar gelap merkuri;
c. Banyak petugas kesehatan yang belum tahu bahwa gejala-gejala tertentu adalah dampak dari merkuri;
d. Belum terdapat kajian terkait permasalahan kesehatan di area PESK, sehingga belum diketahui secara pasti mengenai daerah mana yang risiko tinggi terhadap pencemaran merkuri
4) Kementerian ESDM RI
a. Kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi pertambangan perlu diperhatikan, jika tidak lagi menambang, alternatif apa yang bisa ditempuh oleh masyarakat.
b. Belum adanya regulasi yang mengatur peredaran merkuri di dalam negeri.
c. Keterbatasan dana pemerintah untuk pelaksanaan penghapusan merkuri.
d. Koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penghapusan merkuri belum optimal.
Setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Bahwa Perpres No. 21 Tahun 2019 tersebut memuat mengenai strategi, kegiatan, serta target pengurangan dan penghapusan merkuri, yang diprioritaskan pada bidang manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil dan kesehatan. Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri yang selanjutnya disngkat RAN-PPM adalah dokumen rencana kerja tahunan untuk mengurangi dan menghapuskan Merkuri di tingkat nasional yang terpadu dan berkelanjutan.
RAN-PPM dilaksanakan dalam periode waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2030, di mana RAN-PPM tahun 2018 adalah data dasar untuk menghitung keberhasilan RAN-PPM. Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri yang selanjutnya disngkat RAD-PPM adalah dokumen rencana kerja tahunan untuk mengurangi dan menghapuskan Merkuri di tingkat nasional yang terpadu dan berkelanjutan.
Terkait rencana aksi nasional tersebut, Ombudsman mendeteksi adanya hambatan dalam pelaksanaan Pengurangan dan Pengahapusan Merkuri pasca dikeluarkannya Perpres No. 21 Tahun 2019. Adapun hambatan dimaksud yaitu :
a. Hambatan pada penarikan dan pengelolaan barang yang mengandung merkuri.
b. Hambatan pada pengawasan ijin penambangan emas rakyat
c. Hambatan pada proses alih teknologi menuju penambangan emas berbasis non merkuri
d. Hambatan pada praktik perdagangan bebas merkuri.
Kajian ini nantinya akan diserahkan kepada pemangku kebijakan dalam hal ini Kementerian KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Kesehatan. Kementerian tersebut memiliki kewenangan dalam pelaksanaa rencana aksi nasional dalam pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia. Terkait penyerahan kajian dimaksud, Ombudsman akan memaparkan hasil temuan di lapangan beserta potensi maladministrasi serta opsi perubahan dari Ombudsman untuk optimalisasi pelaksanaan rencana aksi nasional dalam penyelenggaraan pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia.