Ombudsman RI Sampaikan Temuan Pelaksanaan SPMB 2025, Dorong Pemerataan dan Transparansi

Siaran Pers
Nomor 55/HM.01/X/2025
Rabu, 29 Oktober 2025
JAKARTA - Ombudsman RI menyatakan secara umum pelaksanaan SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) Tahun 2025 telah berjalan dengan baik, namun masih ditemukan persoalan dalam pemerataan akses, konsistensi pelaksanaan regulasi, transparansi dan akuntabilitas penyelenggara di tingkat daerah dan satuan pendidikan. Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menyampaikan masih terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara ketentuan dalam regulasi dengan pelaksanaannya di lapangan.
Hal tersebut disampaikan saat menyerahkan laporan pengawasan pelaksanaan SPMB Tahun 2025 kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Abdul Mu'ti pada Senin (27/10/2025) di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Jakarta.
"Kami melihat masih ada daerah yang belum siap, baik dari sisi perencanaan, koordinasi antar instansi, maupun dalam memberikan layanan yang transparan dan adil kepada masyarakat. Padahal, pendidikan adalah hak setiap anak," ujar Najih.
Ketua Ombudsman RI menegaskan bahwa hasil pengawasan ini tak hanya menunjukkan temuan, tetapi juga dorongan untuk memperbaiki tata kelola pendidikan di Indonesia. "Kami berharap hasil ini menjadi bahan refleksi bersama, bahwa pemerataan pendidikan tidak bisa hanya diukur dari jumlah sekolah atau kuota, tetapi dari sejauh mana negara hadir memastikan setiap anak, termasuk yang paling rentan, mendapatkan akses yang setara dan bermartabat," ujarnya.
Lebih rinci, Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais memaparkan bahwa pengawasan dilakukan oleh 32 Kantor Perwakilan Ombudsman RI. Ruang lingkup pengawasan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pra-SPMB meliputi pemetaan calon murid baru dan satuan pendidikan, penyusunan petunjuk teknis (juknis), sosialisasi juknis, dan pembentukan panitia SPMB satuan pendidikan. Kedua, tahap pelaksanaan SPMB meliputi pengumuman pendaftaran, pendaftaran calon murid, pelaksanaan seleksi jalur, dan pengumuman hasil seleksi jalur. Ketiga, tahap pasca-SPMB meliputi pendaftaran ulang, penanganan calon murid yang tidak diterima di semua jalur, integrasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik), pelaporan hasil pelaksanaan SPMB, pengelolaan pengaduan, dan pelanggaran pada tahap evaluasi pelaksanaan SPMB.
"Pada tahap pra-SPMB, Ombudsman RI mencatat masih banyak Pemda yang belum melakukan pemetaan satuan pendidikan dan sebaran calon murid secara menyeluruh, wilayahblankspot masih ditemukan karena tidak adanya pemetaan wilayah yang akurat, juknis di beberapa daerah diterbitkan kurang dari batas waktu sebelum pendaftaran," terang Indraza.
Tak hanya itu, pihaknya juga menemukan adanya juknis yang tidak ditetapkan melalui keputusan kepala daerah, belum efektifnya sosialisasi yang mampu menjangkau kelompok rentan, serta koordinasi panitia lintas instansi belum berfungsi secara optimal.
Sedangkan pada tahap pelaksanaan, ditemukan ketidaksesuaian pelaksanaan antardaerah dan perbedaan penafsiran jalur seleksi, satuan pendidikan tidak mengumumkan jumlah daya tampung, surat keterangan domisili yang tidak sesuai aturan, masih adanya penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan kartu keluarga yang belum memenuhi batas waktu satu tahun. Ombudsman RI juga menemukan pengumuman hasil seleksi kurang transparan dan belum ada ketentuan detail untuk jalur mutasi yang orang tua/wali murid yang pekerjaannya non-formal.
Sementara pada tahap pasca-SPMB, Ombudsman mencatat masih terjadinya pungutan tidak resmi seperti uang daftar ulang, seragam, hingga uang komite. Kemudian ditemukan adanya penambahan rombongan belajar tanpa dasar yang jelas, satuan pendidikan menerima murid melebihi daya tampung, adanya praktik intervensi dan penyisipan siswa titipan, hingga calon murid yang dinyatakan lulus saat pengumuman namun tidak bisa melakukan daftar ulang karena namanya 'menghilang' dari daftar.
Indraza mengatakan, sebagai tindak lanjut dari temuan ini, Ombudsman RI memberikan saran agar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah segera menyusun peta jalan pemerataan sekolah nasional untuk mengatasi ketimpangan daya tampung antarwilayah, sekaligus memperkuat kebijakan berbasis data melalui sistem Dapodik. Selain itu, perlu diperjelas pengaturan teknis terkait wilayahblankspot, masa berlaku dokumen, serta pelaksanaan jalur afirmasi bagi penyandang disabilitas agar tidak terjadi perbedaan tafsir di daerah.
Ombudsman RI memberikan saran agar Menteri Dalam Negeri memastikan seluruh kepala daerah menyusunjuknis SPMB melalui keputusan kepala daerah, membentuk panitia lintas instansi, serta mengintegrasikan data pendidikan, sosial, dan kependudukan agar proses verifikasi penerimaan Murid baru lebih akurat dan adil.
Ombudsman juga menekankan pentingnya peran Kementerian Sosial dalam memperbarui dan memutakhirkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau yang kini bertransformasi menjadi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), agar data penerima manfaat jalur afirmasi benar-benar tepat sasaran.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Dikdasmen memberikan apresiasi atas hasil pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman RI terhadap pelaksanaan SPMB. Turut hadir, Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti dan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto. (*)
Anggota Ombudsman RI,
Indraza Marzuki Rais
(0811-1055-3737)








