ORI DIY Temukan Indikasi Maladministrasi dalam Penanganan Kasus Klitih di Gedongkuning
YOGYAKARTA, iNews.id- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY menemukan adanya dugaan maladministrasi terhadap proses penangkapan terdakwa kasus kekerasan jalanan yang terjadi di wilayah Gedongkuning, Banguntapan. Dugaan ini didapatkan ORI setelah melakukan serangkaian penyelidikan.
Kepala Pemeriksaan ORI DIY, Joko mengatakan, berdasarkan keterangan-keterangan dan hasil pengumpulan data informasi dari pihak kepolisian, dalam hal ini yang menangani kasus kejahatan jalanan yang terjadi di Gedongkuning, pihaknya menemukan adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Setelah kita analisis memang ada kencenderungan terkait dengan proses pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan," kata dia saat ditemui di kantor ORI DIY, Rabu (4/01/2022).
Sejauh ini pihaknya telah menyelesaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan menyerahkannya kepada pimpinan ORI DIY. Laporan tersebut, kata dia, akan digunakan sebagai acuan oleh pimpinan untuk merumuskan rekomendasi. "Kita tinggal menunggu arahan dari pimpinan seperti apa," ujarnya.
Lebih lanjut, Joko mengatakan, pihaknya juga menemukan adanya indikasi kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap para terdakwa. Diduga polisi menggunakan cara-cara kekerasan.
Selain itu, dia menyebut berdasarkan aduan dari kuasa hukum salah satu terdakwa FAS, diperoleh informasi bahwa dugaan maladministrasi yang dilakukan polisi juga ditemukan pada saat proses rekonstruksi.
"Beberapa waktu lalu kami sudah meminta keterangan ke penyidik kepolisian mengenai proses penanganan yang sudah dilakukan oleh penyidik. Karena ada beberapa hal yang sudah disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa terkait adanya dugaan kekerasan juga keluhan terkait hak pelayanan publik yang merasa tidak diakomodir terkait kunjungan besuk. Kemudian ketika terkait rekonstruksi dianggap tidak patut karena dari jadwal pemberitahuan ke kuasa hukum sampai pelaksanaan hanya jeda sehari," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa FAS, Arsiko menjelaskan, dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian terlihat saat proses penjemputan terdakwa, di mana penyidik atau petugas yang mendatangi kediaman terdakwa tidak memiliki surat perintah.
Selain itu, terkait dengan proses rekonstruksi dia menyebut bahwa kepolisian dianggap melanggar ketentuan dalam KUHP. Dijelaskan olehnya, proses rekonstruksi adalah tindakan penyelidikan yang sama dengan proses BAP penyelidikan, yang dilakukan dalam reka adegan.
"Dan itu diatur dalam peraturan Kapolri, nah merujuk kesitu maka, prosesnya sesuai KUHP. Seusai proses KUHP bagaimana? Kalau mau rekonstruksi berarti kepolisian harus memberi tahu pihak 3 hari sebelumnya. Itu aturannya," ujarnya.
Terkait dengan temuan-temuan tersebut, pihaknya meminta kepada Ombudsman segera melakukan tindakan dan mengeluarkan rekomendasi agar proses pencarian keadilan bagi kliennya dapat dilakukan secepat mungkin.