Ombudsman Sebut Penyelesaian Konflik Tambang Timah, Perusahaan dan Masyarakat Utamakan Musyawarah

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Penolakan atas aktivitas pertambangan timah di Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung masih terus terjadi sejak pekan kemarin.
Bahkan baru-baru ini aksi penolakan itu berimbas terhadap penangkapan pasangan suami istri (Pasutri) oleh Polres Bangka Selatan, Minggu (29/5/2023) kemarin.
Kepala Perwakilan Ombudsman Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy menyoroti permasalahan tersebut.
"Respon masyarakat terhadap permasalahan pertambangan timah merupakan ekses dari permasalahan tata kelola pertambangan yang ada selama ini. Namun, kita berharap juga masyarakat dapat melihat dan memahami dari sudut pandang hukum dan dampak lingkungan hidup, sehingga masyarakat tidak lagi terjerat dan dapat berfokus pada penyelesaian masalah utama," ujar Yozar, Senin (29/5/2023).
Dia menilai persoalan pertambangan adalah permasalahan yang kompleks dan peran negara tidak hanya melalui pendekatan hukum pidana saja, perlu campur tangan seluruh stakeholder.
Serta stakeholder lain yang berwenang atau kompeten tersebut seyogyanya tidak hanya berdiam diri untuk menelusuri keluhan dan membela kepentingan masyarakat jika keluhan tersebut benar.
"Misalnya, bagaimana terkait dokumen perizinan berusaha dan persetujuan lingkungan, bagaimana penghitungan kerugian (keperdataan) instansi yang berwenang terhadap pencemaran lingkungan karena aktivitas pertambangan, seperti apa penerapan sanksi yang tegas terhadap pihak yang melanggar jika terbukti terjadi pencemaran lingkungan (hukum administratif), dan sebagainya," katanya.
Dia menambahkan, terkait peristiwa yang sedang terjadi baru-baru ini, pemegang IUP dalam hal ini PT Timah seharusnya memiliki peranan yang penting.
Berdasarkan Pasal 40 Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan Batubara, bahwasanya pemegang Izin Usaha Pertambangan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan harus mempertimbangkan upaya penyelesaian perselisihan dengan mengutamakan musyawarah mufakat.
Tidak terkecuali kewenangan sebagaimana dimaksud dan kewenangan pembinaan juga dilaksanakan oleh Pemprov Babel sebagaimana ketentuan Perda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2014.
"Artinya, PT Timah dan Pemprov Babel harus aktif terlibat menyelesaikan permasalahan ini sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Kita harap PT Timah dan Pemprov Babel dapat menelusuri apakah benar sebelumnya ada perjanjian antara masyarakat dengan pihak PT Timah. Kalau memang ada tentu saja harus mengacu pada perjanjian bersama tersebut dan jika tidak ada perjanjian tersebut seperti apa intervensi positif PT Timah sebagai pemegang IUP menyelesaikan perselisihan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan mata pencaharian nelayan setempat yang berpotensi terancam," katanyaz
Secara umum, terkait izin kepada mitra menurut kami hal tersebut sudah diatur dalam Lampiran Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2021, khususnya pada poin standar persetujuan program kemitraan yang memuat pengaturan standar persyaratan, pengawasan, dan sanksi terhadap mitra.
"Tentunya kita semua mengharapkan adanya evaluasi terhadap izin penambangan laut oleh mitra, serta secara bersamaan juga melakukan peningkatan teknologi tangkap nelayan tradisional oleh pihak yang berwenang," katanya.
Dengan demikian, aktivitas pertambangan dengan prinsip good practice mining tidak berdampak merugikan masyarakat dan nelayan tetap dapat beraktivitas dengan nyaman guna meningkatkan kehidupan ekonominya.
"Namun sekali lagi, jika terbukti melakukan pelanggaran atau pencemaran lingkungan hidup maka secara fair pihak perusahaan harus diberikan sanksi secara tegas," katanya.
(Bangkapos.com/Cici Nasya Nita)
Penulis: Cici Nasya Nita | Editor: Ardhina Trisila Sakti