Urgensi Aturan Internal Ombudsman Tentang Anti Kekerasan Seksual di Tempat Kerja
Tahun 2022 merupakan momentum 38 tahun perjuangan mewujudkan kesetaraan gender melalui penghapusan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pasca ratifikasi Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dan diterbitkannya UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pasal 1 CEDAW menetapkan definisi tentang diskriminasi terhadap perempuan salah satunya kekerasan berbasis gender, yaitu kekerasan yang langsung ditujukan kepada seorang perempuan, karena dia adalah perempuan atau hal-hal yang memberi akibat pada perempuan secara tidak proporsional. Hal tersebut termasuk tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan seksual atau ancaman-ancaman seperti itu, paksaan dan perampasan kebebasan lainnya. Kekerasan berbasis gender bisa melanggar ketentuan tertentu dari konvensi, walaupun ketentuan itu tidak secara spesifik tentang kekerasan.[1]
Kondisi yang diharapkan melalui regulasi perlindungan perempuan terhadap segala bentuk diskriminasi justru berbanding berbalik. Komnas Perempuan mencatat di tahun 2022 bahwa jumlah data kekerasan gender terhadap perempuan di tahun 2021 sebanyak 338.496 kasus. Angka ini meningkat 50% jika dibandingkan tahun 2020. Kekerasan seksual di ranah personal sebanyak  1.149 kasus (25%), sementara di ranah komunitas kasus kekerasan di dunia siber  menempati urutan tertinggi yaitu berjumlah 875 kasus (69%), dan kasus kekerasan seksual di tempat kerja berjumlah 108 kasus (8%).[2]
Tingginya angka kasus kekerasan seksual ini menjadi misteri dan fenomena gunung es. Rendahnya perlindungan terhadap korban menjadi salah satu penyebabnya, hal ini apabila terus menerus akan menjadi kondisi yang dilihat pada saat ini lebih buruk dari kondisi faktual yang ada di tengah publik.
Komitmen terhadap perlindungan kepada perempuan secara nyata telah melakukan upaya dengan lahirnya UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang kemudian diharapkan memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Menyikapi terhadap lahirnya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, seyogianya menjadi sinyal positif bagi setiap lembaga pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta untuk mendukung implementasi terhadap aturan. Salah satunya dengan penerapan aturan internal anti kekerasan seksual di lingkungan kerja.Â
Internalisasi aturan berkenaan dengan anti kekerasan seksual di tempat kerja sangatlah penting karena dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman serta dapat mendukung pemulihan korban ketika terjadi kekerasan seksual di tempat kerja.
Hal lain yang menjadi pertimbangan internalisasi aturan berkenaan dengan anti kekerasan seksual itu penting, karena kekerasan seksual yang terjadi di tempat kerja sering kali melibatkan aspek penyalahgunaan kekuasaan di mana objek sasaran dapat mengalami kesulitan dalam mempertahankan dirinya. Kekerasan seksual di tempat kerja adalah tindakan ofensif yang tidak diinginkan, berulang atau tidak masuk akal, yang ditujukan pada seorang pekerja atau sekelompok pekerja yang menyebabkan timbulnya kesulitan dalam pelaksanaan pekerjaan atau menyebabkan seorang pekerja merasa bahwa ia bekerja di lingkungan kerja yang tidak ramah.[3] Dan terakhir bahwa perlindungan terhadap kekerasan seksual di tempat kerja merupakan cerminan terhadap lembaga yang menjunjung tinggi asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 10 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Â
Internalisasi Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang anti kekerasan seksual di tempat kerja mempunyai dampak positif bagi perlindungan hukum korban yang memilih untuk jalur penyelesaian secara internal lembaga/pemberi kerja terlebih dahulu sebelum korban melakukan penyampaian laporan secara pidana, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Internalisasi SOP ini akan memperjelas tahapan-tahapan bagaimana mekanisme atau pelaporan, tindak lanjut penanganan pengaduan yang disampaikan oleh korban melalui pengaduan secara legal formal, tahapan penyelidikan terhadap aduan, tahapan pembuatan laporan dan atau rekomendasi, tahapan pembuatan keputusan internal dan tahapan pasca penanganan yang dilakukan oleh lembaga/pemberi kerja.
Internalisasi terhadap regulasi internal anti kekerasan seksual dapat secara parsial diterapkan dalam pengaturan kode etik perilaku di lingkungan organisasi. Salah satunya di Ombudsman Republik Indonesia. Sebagai lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman harus selangkah lebih antisipatif dari lembaga lainnya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja, dengan mengoptimalkan dan memperkuat aturan berkenaan dengan kode etik perilaku. Namun sayangnya dalam pengaturan kode etik perilaku di internal Ombudsman RI dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2019 tentang Kode Etik dan Perilaku Insan Ombudsman, terkait dengan kekerasan seksual di tempat kerja belum terakomodir dengan baik.Â
Posisi strategis Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik berperan untuk menunjukkan bagaimana penyelenggara pelayanan publik mampu memberikan ruang aman secara internal maupun publik dalam pencegahan kekerasan seksual. Maka dengan terbitnya UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual secara konkret dapat diimplementasikan internal atas memberikan ruang aman khususnya bagi perempuan dalam lingkungan kerja, pencegahan terjadinya kekerasan seksual. Pengelolaan pengaduan dan perlindungan secara optimal kepada korban serta penguatan etik. Tingginya kesadaran organisasi terhadap pencegahan kekerasan seksual akan memberikan dampak nyata terhadap penghapusan diskriminasi terhadap perempuan sehingga kesetaraan gender dapat diwujudkan.
Â
Penulis:
U. Solihulwildan (Asisten Pemeriksaan Laporan Masyarakat Perwakilan Omnbudsman Provinsi Jawa Barat
sumber:
[1]Anita Putri Rukayah Siregar, "Implementasi Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women (Cedaw) Di Indonesia". Jom Fisip Vol . 6: Edisi I Januari-Juni 2019.
[2] Siaran Pers Komnas Perempuan, "Peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 Dan Peluncuran Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan, Bayang-Bayang Stagnancy: Daya Pencegahan Dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam Dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan. Jakarta, 8 Maret 2022.
 [3] International Labor Organization (ILO),"Guidelines on the Prevention Of Workplace Harassment hal 4.
Â