Upaya Administratif Penyelesaian Sengketa Kepegawaian
Sebanyak 42 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengajukan banding administratif ke Presiden Joko Widodo pada Kamis (22/10/2021). Pasalnya, pimpinan KPK menolak keberatan yang telah diajukan sebelumnya oleh 42 mantan pegawai KPK. Surat banding administratif langsung ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia dengan alamat Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 3, Jakarta Pusat, 10110 kepada Menteri Sekretaris Negara Jl. Veteran No. 17-18, Jakarta Pusat, 10110.
Menariknya, banding administratif ini diajukan oleh 42 mantan pegawai KPK yang notabene belum menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau sebelumnya berstatus pegawai tetap atau tidak tetap KPK yang diberhentikan Pimpinan KPK. Pengajuan banding administratif didasarkan pada Pasal 75 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan bahwa warga masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat mengajukan upaya administratif kepada pejabat pemerintahan atau atasan pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.
Dalam banding yang diajukan, Presiden dinilai sebagai atasan pimpinan KPK yang mempunyai kewenangan untuk menganulir keputusan perihal pemberhentian dengan hormat tersebut. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN. Kemudian, Pasal 53 juga menyatakan Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat Pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama madya.
Istilah banding administratif juga biasa digunakan dalam penyelesaian sengketa Pegawai ASN. Dalam Pasal 1 angka 5 PP Nomor 79 Tahun 2021 tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (PP 79/2021), banding administratif diartikan Upaya Administratif yang ditempuh oleh Pegawai ASN yang tidak puas terhadap Keputusan PPK mengenai pemberhentian sebagai PNS atau pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK. Selain banding administratif, juga ada keberatan yakni Upaya Administratif yang ditempuh oleh Pegawai ASN yang tidak puas terhadap Keputusan PPK selain pemberhentian sebagai PNS atau selain pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK dan Upaya Administratif yang ditempuh oleh Pegawai ASN yang tidak puas terhadap Keputusan Pejabat.
Keberatan diajukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian yaitu pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Sementara, Banding administratif diajukan kepada Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara yaitu badan yang berwenang menerima, memeriksa, dan mengambil keputusan atas Banding Administratif. Namun sayangnya, ketentuan terkait keberatan dan banding administratif sebagaimana dimaksud PP 79/2021 tersebut masih khusus diperuntukkan bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yaitu PNS dan PPPK yang diangkat oleh PPK dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, untuk pegawai tetap lembaga seperti 42 mantan pegawai tetap KPK (yang bukan PNS dan PPPK) belum diatur. Hal tersebut dikarenakan PP 79/2021 merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 129 ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Untuk saat ini, perlu disadari bahwa selain PNS dan PPPK, masih terdapat pegawai tetap lembaga yang pendanaanya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pertanyaannya, bagaimana melindungi hak Pegawai tetap lembaga selain PNS dan PPPK yang memandang keputusan dan tindakan PPK/Pejabat merugikan dirinya? Menurut hemat Penulis, dikarenakan pegawai tetap lembaga tidak masuk dalam pengertian Pegawai Aparatur Sipil Negara yaitu PNS dan PPPK, maka dapat masuk dalam pengertian warga masyarakat sesuai Pasal 1 angka 15 UU Nomor 30 Tahun 2014 yaitu seseorang atau badan hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindakan. Sehingga, bagi pegawai tetap lembaga apabila dirugikan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan PPK/Pejabat dapat mengajukan upaya administratif berupa keberatan kepada Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan dan banding administratif kepada Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan apabila tidak menerima atas penyelesaian keberatan, termasuk mengajukan gugatan ke Pengadilan sesuai ketentuan Pasal 75 dan 76 UU Nomor 30 Tahun 2014.
sumber: https://nasional.kompas.com/read/2021/10/22/11283151/mantan-pegawai-kpk-ajukan-banding-administratif-ke-presiden-jokowi?page=all
oleh
Dodik Hermanto, S.H.,M.H.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan
Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung