• ,
  • - +

Artikel

Transformasi Birokrasi Formalitas Menuju Birokrasi Berdampak
• Senin, 01/04/2024 •
 

Sistem birokrasi yang cenderung administratif, protokoler dan seremonial memunculkan fenomena kekakuan berwujud formalitas. Permasalahan sekaligus tantangan yang umumnya masih terjadi di dalam tata kelola pemerintahan kita ini, mungkin terjadi pada negara manapun di dunia. Akan tetapi, yang perlu dijadikan refleksi apakah kapabilitas birokrasi di dalam unit-unit pemerintahan mampu secara segera untuk bergerak meminimalkan kondisi tersebut atau tidak. Jika negara diibaratkan kendaraan yang bergerak menuju suatu tujuan, maka diperlukan mesin bernama birokrasi yang memiliki transmisi prima untuk menyalurkan tenaga kepada roda penggerak agar laju kendaraan menjadi semakin efektif. Begitupun pada birokrasi, Ia harus dipandang sebagai tools yang mentransmisikan tujuan pembangunan, bukan sebagai hasil akhir yang justru mengeleminasi esensi dari tujuan negara yang sesungguhnya. Semakin usang cara pandang kita terhadap sistem birokrasi, maka semakin stagnan birokrasi kita dalam bekerja mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan. Tentunya, kapabilitas birokrasi akan diuji oleh waktu, kebutuhan serta perkembangan yang menuntutnya harus bertransformasi dari waktu ke waktu, dari satu kebutuhan kepada kebutuhan lain dan dari kondisi negara yang semakin berkembang. Kegagalan dalam menjalankan subtansi dari birokrasi akan menyebabkan terjadinya inefisiensi waktu, tenaga dan biaya dengan orientasi hasil yang tidak terlalu berdampak (inefektif) dalam tata kelola pemerintahan ke depan.

Dikutip dari Kompas id, sebagai gambaran pada APBN 2023 dari total belanja negara senilai Rp3.061,2 triliun, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan Rp608,3 triliun, anggaran kesehatan Rp169,8 triliun, dan anggaran perlindungan sosial Rp479,1 triliun. Namun belanja pemerintah belum cukup efisien. Hal itu terlihat dari belum signifikannya dampak dari alokasi anggaran yang besar itu terhadap pembangunan manusia dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia masih pada posisi 107 dari total 189 negara yang disurvei. Sementara, Indeks Modal Manusia (Human Capital Index) Indonesia masih di peringkat ke-87 dari 174 negara yang disurvei. Artinya, belum ada keselarasan antara alokasi anggaran yang besar itu dan output yang mau dicapai.[1] Data tersebut mencerminkan bahwa masih terdapat gap antara program kegiatan dengan aspek tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah/negara melalui alat transmisi bernama birokrasi. Beberapa gap tersebut sebenarnya telah mampu dideteksi oleh Pemerintah, namun demikian secara implementatif belum secara integral dapat diterapkan dan masih membutuhkan proses kesinambungan untuk melakukan penyesuaian dan sosialisasi terhadap tubuh birokrasi yang begitu luas dan kompleks. Sejalan dengan data tersebut, Ombudsman Republik Indonesia didalam Laporan Tahunan 2023 telah mencatat dari sisi pelayanan publik bahwa meski ada perbaikan, belum saatnya untuk merasa puas, karena sejumlah kelemahan masih muncul di sana-sini. Masih ada keluhan bahwa penyelenggara pelayanan publik masih kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, masih birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan masih terjadi inefisiensi. Selain itu mekanisme pelayanan masih panjang, persyaratan yang membebani masyarakat, dan biaya yang masih tinggi.[2] Selain itu, Pelayanan Super Apps Pemerintahan baik di pusat maupun daerah berlom¬ba-¬lomba untuk menciptakan aplikasi ini. Namun tam¬paknya ada yang lupa untuk mengingatkan saling terintegrasi. Karena belum saling terintegrasi, produk yang dihasilkan memiliki efisiensi yang rendah dan membuat masyarakat pada akhirnya enggan untuk mengakses pelayanan tersebut.[3]

Menjelang berakhirnya masa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 ini, Pemerintah bukan tanpa upaya. Beberapa kebijakan untuk meningkatkan reformasi birokrasi yang berdampak telah diupayakan. Pertama, dari sisi struktur dan Sumber Daya Manusia (SDM) dilakukan penyederhanaan birokrasi, penyetaraan jabatan dan penyesuaian sistem kerja. Pada aspek penyederhanaan birokrasi, melalui Kemenpanrb telah dibuat Permenpan-RB No. 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan Organisasi, dimana terjadi penyederhanaan struktur organisasi menjadi 2 level yakni perampingan struktur organisasi Jabatan Administrasi dengan kriteria tertentu dan memperhatikan karakteristik sifat tugas dari Jabatan Administrasi tersebut. Selanjutnya dari aspek penyetaraan jabatan, telah dikeluarkan Permenpan-RB No. 17 Tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional yakni pengalihan pejabat Jabatan Administrasi yang unit organisasinya dirampingkan menjadi Pejabat Jabatan Fungsional yang bersesuaian, pengembangan Jabatan Fungsional dan penyetaraan penghasilan. Selanjutnya, pada aspek penyesuaian sistem kerja telah dibuat Permenpan-RB No. 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja yang pada pokoknya berupa penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi yang berorientasi pada percepatan pengambilan keputusan dan perbaikan pelayanan publik serta pengembangan sistem kerja berbasis digital.

Upaya Pemerintah melalui Kemenpanrb yang kedua, yakni pembentukan Road Map Reformasi Birokrasi dengan menerbitkan Permenpanrb 25/2020 dan Penajaman melalui Permenpanrb 3/2023. Dua aturan ini memberikan arah terhadap perbaikan tata kelola birokrasi pemerintahan periode Tahun 2020-2024. Pada Permenpanrb 25/2020 misalnya, menekankan pada pelaksanaan area perubahan di instansi pemerintah untuk menyelesaikan masalah tata kelola birokrasi pada isu hulu. Namun demikian, pada program ini indikator-indikator yang dipakai terkesan hanya mengumpulkan/mengkompilasi indikator yang terkait dengan urusan internal reformasi birokrasi pada unit kerja pemerintah. Oleh karenanya, melalui Permenpanrb 3/2023 dibuatlah perbaikan sebagai penajaman dari Permenpanrb 25/2020 yang mana sasaran Reformasi Birokrasi (RB) kemudian dibagi menjadi dua yakni secara general dan tematik. RB general berfokus pada perbaikan sistem dan manajemen internal guna menyelesaikan permasalahan tata kelola birokrasi sebagai isu hulu dengan fokus pada tata kelola pemerintahan digital dan budaya birokrasi Sumber Daya Manusia Aparatur yang Berakhlak. Sementara itu, RB Tematik lebih berfokus pada isu hilir yang berisi program prioritas nasional maupun institusional masing-masing unit pemerintahan, sebagai jawaban atas persoalan masih rendahnya tingkat efektivitas kegiatan yang dapat memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat seperti: Penurunan Angka Kemiskinan, Peningkatan Realisasi Investasi, Pengendalian Tingkat Inflasi, dan Penggunaan Produk Dalam Negeri.

Menilik pada upaya-upaya penting tersebut, nampaknya masih terdapat beberapa tantangan yang akan terjadi pada periode pancawarsa berikutnya. Pada isu hulu misalnya, Pertama: penyederhanaan birokrasi berpotensi masih menyisakan persoalan yang belum tuntas seperti aspek pemerataaan, aspek kemampuan otoritas bidang kepegawaian dan organisasi dalam mengidentifikasi, memproses dan mensolusikan jenis penyederhanaan yang dapat dilakukan, hambatan struktur yang masih memberikan peluang bagi ASN untuk bekerja dalam kotak-kotak tertentu utamanya di daerah serta lemahnya leading sector inisiator di tingkat bawah. Kedua: penyetaraan jabatan terkadang menyisakan pengaduan dengan permasalahan beragam seperti: perbedaan penghasilan, keadilan dalam unit jabatan, perubahan jenjang karir dan elastisitas tupoksi yang belum sepenuhnya tuntas. Ketiga: penyesuaian sistem kerja yang sebagian gagal dipahami oleh unit birokrasi. Misalnya, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang bertujuan untuk mengurangi kertas dan hambatan waktu, namun pada prakteknya masih belum sepenuhnya menghapus administrasi kertas dikarenakan aspek integrasi sistem yang belum terbangun secara nasional serta aspek akuntabilitas (arsip dan pembuktian dokumen) yang terkadang tidak dapat menghilangkan kebutuhan akan kertas tersebut. Terlebih, SPBE belum juga sepenuhnya efisien karena pada implementasinya seringkali tidak dibarengi oleh simplifikasi bisnis proses dan prosedur kerja pada unit birokrasi. Pada sebagian kasus, kegagalan meringkas proses bisnis di dalam SPBE ini pada akhirnya tidak menghilangkan kesan "birokratis" di dalam proses pelayanan dan tata kerja aparatur pemerintah. Kondisi tersebut terkadang diperparah oleh tumpang tindihnya sistem dan aplikasi yang perubahannya dirasakan sangat cepat, sehingga proses adaptasi sistem tidak hanya sulit dirasakan oleh masyarakat konvensional, namun juga oleh sebagian aparatur pemerintahan. Keempat: proses internalisasi budaya birokrasi Berakhlak yang belum merata kepada aparatur pemerintahan yang nyatanya belum mampu mengangkat akar formalistik seperti seremoni, protokoler dan administratif yang setiap hari dapat dirasakan oleh setiap aparatur pemerintah baik di pusat maupun daerah.

Pada isu hilir, tantangan pemerintah pada periode selanjutnya adalah kolaborasi antar stakeholders. Melalui Permenpanrb 25/2020 dan 3/2023 ini jangan sampai adaskeptisme bahwa program reformasi birokrasi berdampak hanya ekslusif mengikat bagi subjek pelaksananya saja yakni para ASN dan terhadap isu yang telah diprioritaskan/ditentukan oleh pemerintah saja. Terlebih, daya ikat regulasi melalui Permenpanrb ini rentan bersinggungan dengan daya ikat regulasi internal pada masing-masing otonom kelembagaan/unit pemerintahan dari aspek tugas pokok dan fungsinya. Sebagian intansi mungkin berharap dapat berpartisipasi kedalam pengarusutamaan program birokrasi berdampak ini, namun bisa jadi terhambat oleh kedua hal tersebut.

Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, langkah pemerintah dalam melakukan transformasi birokrasi ini patut mendapat apresiasi. Dimulai dari pembangunan komitmen, berlanjut pada perbaikan tata kelola dan sekarang menuju birokrasi yang berdampak. Secara konsep, upaya dan kebijakan yang dilakukan merupakan suatu lompatan untuk mensejajarkan birokrasi kita menuju kelas dunia. Adapun beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai penyempurnaan ke depan tentunya mengenai kesinambungan program. Sebagaimana diketahui bahwa masa RPJMN 2020-2024 akan berakhir pada tahun ini, sehingga dibutuhkan pembaharuan untuk menyongsong periode pemerintahan selanjutnya. Pada isu hilir, transformasi birokrasi ke arah yang berdampak perlu menjadi pengarusutamaan yang diikat dalam sebuah regulasi yang lebih tinggi untuk menunjukkan arah dan kewibawaan yang semakin luas dan menjangkau semua pihak. Kedua, tidak kalah penting juga dari isu hulu yakni dari aspek digitalisasi penerapan SPBE harus beriringan dengan perbaikan bisnis proses sehingga menjadi lebih ringkas dan mudah diimplementasikan sesuai tujuan reformasi birokrasi, bukan hanya memindahkan proses bisnis yang sama ke dalam bentuk digital saja. Diharapkan setiap transmisi kebijakan dapat tersimplifikasi dengan baik kepada aparatur pemerintahan untuk selanjutnya diberikan kepada masyarakat melalui pelayanan publik yang berkualitas dan berdampak. RB General sebagai bagian dari isu hulu perlu mendapatkan porsi yang lebih, utamanya di daerah karena dampaknya akan sangat nyata bagi masyarakat. Masih banyak tentunya instansi daerah belum mampu menerapkan reformasi birokrasi ini karena beberapa keterbatasan sehingga perlu dideteksi dan mendapatkan asistensi dari pemerintah pusat. Capaian berupa penguatan pengawasan baik melalui pembangunan zona integritas, wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani perlu tetap dilakukan, begitupun evaluasi dan penyempurnaan pelaksanaan Integrasi Pelayanan Publik melalui Mal Pelayanan Publik yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Terakhir, pemerintah juga penting untuk melakukan internalisasi budaya birokrasi Berakhlak tidak hanya berakhir pada tingkatan bottom-middle-top manajemen ASN saja, tetapi juga perlu pada level kepemimpinan pada setiap tingkatan pemerintahan. Melalui penyempurnaan-penyempurnaan tersebut diharapkan transformasi birokrasi formalitas menuju birokrasi berdampak dapat kita capai.

Penulis : Tia Rahmah Sutopo (Magang Ombudsman RI/Mahasiswa STIA LAN Bandung), didampingi oleh Iman Dani Ramdani (Asisten Ombudsman RI)

________________________________________

[1] Belanja Pemerintah Belum Berkualitas, Regsosek Diharapkan Cegah Inefisiensi. (2022, November 1). Diakses pada Maret 22, 2024 dari berita online: https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/10/31/belanja-pemerintah-belumberkualitas-regsosek-diharapkan-cegah-inefisiensi?open_from=Tagar_Page)

[2] Laporan Tahunan Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2023, halaman: 128

[3] Ibid., halaman: 170





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...