• ,
  • - +

Artikel

Tanah Rumit Desa Bekambit
• Rabu, 19/01/2022 •
 
Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman Kalsel Muhammad Firhansyah doc Pribadi

Sore itu Desa Bekambit Asri tampak redup, sebentar lagi awan kelabu menyelimuti sekitar pulau laut Kotabaru. Alunan angin pantai di teluk gosong, membawa suasana petang itu menjadi lebih dingin dari sebelumnya.

Di kejauhan nampak dua orang pemuda warga desa Bekambit Asri duduk-duduk di depan kantor Desa. Sembari menatap areal kosong di depan mereka, dalam gumam mereka kapan jawaban atas kejelasan tanah lahan cadangan yang mereka perjuangkan selama ini.

Bagi mereka lahan cadangan tersebut adalah hak para kaum transmigrasi. Sudah lama dikuasai oleh warga trans (Eks Unit Pemukiman Transmigrasi Bekambit Asri) sebagai aset pertanian dan perkebunan rakyat. Bahkan secara adat sudah dimusyawarahkan untuk dijaga bagi masa depan anak cucu mereka.

Tapi, semua itu cerita dulu, sekarang mereka merasa kebingungan sebab sekitar 1 tahun ini sudah ada aktivitas dari perusahaan yang sudah wara wiri masuk lahan tersebut. Mereka dikagetkan dengan adanya plang papan klaim PT Sebuku Group di lahan tersebut yang membuat masyarakat menjadi gelisah.

Padahal menurut warga Desa Bekambit sudah ada Peraturan Bupati Nomor 31 dan 32 Tahun 2018 tertanggal 17 Mei 2018, perihal tata letak wilayah yang membagi warga sangat jauh berbeda dengan peta transmigrasi. Di mana peta batas keliling administrasi kecamatan lahan cadangan kurang lebih seluas 444 Hektar Desa Bekambit Asri dinyatakan masuk wilayah Desa Betung pada Peraturan Bupati tersebut.

Atas kondisi tersebut perwakilan desa Bekambit Asri melakukan sejumlah upaya di antaranya melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kotabaru kepada Bupati dan melaporkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Kotabaru.

Mereka berusaha memperlihatkan Wilayah Desa Bekambit Asri yang semula 1000 Hektar namun faktanya saat ini tidak berkesesuaian dengan Peraturan Bupati Nomor 31 dan 32 yang hanya 691 Hektar.

Tak sampai disitu, pada tanggal 13 Maret 2019 perwakilan masyarakat Desa Bekambit turun ke lahan yang disengketakan dengan didampingi sejumlah pihak baik, Polisi, Koramil Disnaker, dan Kantor Pertanahan Kotabaru. Kemudian oleh BPN atau Kantor Pertanahan diambillah titik koordinat untuk selanjutnya akan disampaikan hasil dari pengambilan titik koordinat dimaksud.

Dari sini mulailah masalah pelayanan publik yang mengganggu bagi mereka, hampir setahun belum ada penjelasan dari hasil pengambilan titik-koordinat tersebut oleh Kantor Pertanahan Kotabaru. Padahal menurut warga Bekambit, hasil tersebut akan menjadi kunci langkah selanjutnya yang akan mereka tempuh demi memperjungkan hak keperdataan mereka dalam hal penguasaan lahan eks transmigrasi.

Dengan bermodal itikad perjuangan, perwakilan warga Desa Bekambit menyampaikan laporan ke Ombudsman RI di Jakarta, yang kemudian dilimpahkan ke Ombudsman RI perwakilan Kalimantan Selatan. Dengan harapan besar mereka ingin keluhan mereka dapat ditindaklanjuti dan mendapat kepastian pelayanan.

Dalam keluhannya warga Desa Bekambit berfokus pada janji pihak BPN atau Kantor Pertanahan Kotabaru yang akan menyampaikan hasil pengambilan titik koordinat dan akan memfasilitasi pihak masyarakat (pelapor) dan pihak terkait termasuk perusahaan.

Sampai upaya terakhir pada 10 November 2020 warga desa Bekambit berupaya mendatangi Kantor Pertanahan Kotabaru untuk menanyakan perkembangan mengenai kepastian fasilitasi terhadap hasil koordinat yang telah diambil pada tanggal 24 September 2020. Akan tetapi, masih belum ada kejelasan.

Akibat hal ini segala prasangka negatif menjadi liar, warga menduga ada hal yang janggal, ada keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan serta praduga yang lainnya.

Kepada Ombudsman mereka menaruh harapan agar persoalan segera direspons, meski mereka sadar, surat mereka datang dari pulau jauh di ujung borneo atau perbatasan.

Menerima limpahan laporan ini, Ombudsman RI Perwakilan Kalsel langsung menghubungi pelapor. Kepala Keasistenan Pemeriksaan Muhammad Firhansyah menggali substansi yang menjadi problem yang dikeluhkan. Melakukan "kupas bawang" serta melakukan gelar berkas menggunakan metode seven I, metode analisa yang sering Ombudsman gunakan.

Bagi warga Desa Bekambit, Ombudsman ternyata begitu cepat merespons. Di awal mereka sempat pesimis sebab sebelum Ombudsman sudah banyak lembaga yang didatangi dan dimohon bantuan tetapi tetap tak ada respons dan tindakan.

Setelah dilaksanakan Rapat Pleno Pemeriksaan diputuskan bahwa akan dilakukan investigasi untuk datang ke lokasi. Tim yang terdiri dari kepala Perwakilan Hadi Rahman, M Firhansyah dan Sopian Hadi langsung turun ke lapangan. Jarak yang ditempuhpun sangat jauh dari Banjarmasin ke Pulau Kotabaru saja kami menempuh perjalanan 334.37 km atau 207.31 mil dengan waktu antara 5-6 jam perjalanan. Dengan jalan darat ditambah penyeberangan fery selama 1 jam, belum lagi untuk mencapai Desa Bekambit kami harus menempuh hampir 2 jam tambahan perjalanan dari pulau laut Kotabaru. Jadi kalau di total sekitar 9-10 jam.

Menyusuri jalan menikung dan menanjak serta jalan yang rusak tak lantas mengurangi semangat tim untuk membantu problem warga di Desa Bekambit. Dikelilingi Gunung Bamega dan menyusuri pantai, menjadi pengalaman menarik tersendiri bagi tim Ombudsman.

Sesampainya di Desa Bekambit, warga desa menyambut kami dengan ramah. Mereka tak pernah menyangka ada perwakilan lembaga negara bertandang ke desa mereka. Bagi mereka ini sesuatu yang langka dan belum pernah terjadi sebelumnya. Kehadiran Ombudsman di desa mereka seolah menjadi pelepas dahaga sementara atas kehadiran negara yang selama ini mereka ragu apakah ada untuk orang-orang yang kecil, dan jauh dari ibukota.

Setelah berbincang dan menggali persoalan selama lebih 2 jam, Tim Ombudsman minta izin meninggalkan lokasi, sebab Tim juga telah menyusun untuk mendatangi sejumlah instansi terkait, seperti Pemkab Kotabaru, Disnakertrans, Polres Kotabaru, dan Kantor Pertanahan Kotabaru.

Tim akhirnya melanjutkan ke sejumlah instansi tersebut untuk menggali keterangan dan informasi mengenai laporan yang disampaikan serta melakukan telaah atas dokumen dan peraturan perundang-undangan, sebagaimana objek atau substansi laporan yang disampaikan.

Setelah dilakukan klarifikasi dengan pendekatan Propartif, sejumlah instansi terlapor termasuk Kantor Pertanahan Kotabaru akhirnya berkomitmen menindaklanjuti keluhan tersebut.

Kantor pertanahan telah menindaklanjuti dengan mengirimkan undangan. Disampaikan bahwa pihak Kantor Pertanahan akan mengundang warga Desa Bekambit di Aula Kantor Pertanahan Kotabaru dengan agenda pembahasan keluhan yang disampaikan dan meminta pelapor untuk membawa bukti-bukti kepemilikan atau hubungan hukum dengan lahan yang menjadi obyek sengketa.

Atas respons dan kebersediaan Kantor Pertanahan ini perwakilan warga Desa bekambit sangat bersyukur sebab komunikasi yang mereka harapkan selama ini akhirnya bisa terwujud dengan difasilitasi oleh Ombudsman RI Perwakilan Kalsel. Bahkan dengan komitmen yang tertuang di Berita Acara Pertemuan sebagaimana notulen, warga Desa Bekambit akan lebih mudah menyusun langkah untuk melanjutkan perjuangan atas hak-hak keperdataan mereka di waktu mendatang.

Dari sini perwakilan Desa Bekambit merasa banyak mendapatkan masukan, bimbingan hukum, dan pendampingan dari Ombudsman Kalsel. Mereka menyampaikan terima kasih atas tindak lanjut dari Ombudsman dan berharap Ombudsman tetap konsisten membantu masyarakat ujung perbatasan sebagai jawaban bahwa masih ada lembaga negara yang peduli dengan urusan rakyat biasa. Yang rela turun langsung mendengar semua keluh-kesah dan rintihan warga biasa, yang memastikan bahwa negara masih hadir untuk mendengar suara rakyatnya. (MF)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...