Tanah dan Konsekuensi Kepemilikannya
Tanah memiliki peranan penting bagi semua makhluk hidup, karena kita dapat mencari sumber kehidupan melaluinya. Hal tersebut menggambarkan tentang betapa dekat dan pentingnya tanah dalam kehidupan kita. Tanah yang kita miliki haruslah dimanfaatkan dan dipergunakan, karena tanah juga merupakan sumber dari kesejahteraan bagi masyarakat.
Memanfaatkan tanah dengan optimal dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat karena dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru. Contohnya, dengan berkebun, bertani, berjualan, dan sebagainya, sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan.
Banyak tanah yang tidak diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan dengan optimal oleh pemiliknya. Padahal berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
Apabila tanah yang dimiliki tersebut tidak dimanfaatkan dengan optimal, maka akan menyebabkan menurunnya kualitas tanah yang ada. Kepentingan perseorangan dan kepentingan kelompok masyarakat lainnya harus saling mengimbangi, sehingga kemakmuran, keadilan, dan kebahagiaan bagi rakyat akan tercapai seluruhnya sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) UUPA.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021, sehingga diharapkan masyarakat akan menjaga dan memelihara tanah yang mereka miliki.
Berdasarkan Pasal 5 PP Nomor 20 Tahun 2021, tanah yang telah terdaftar atau belum terdaftar yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara, menjadi objek penerbitan tanah terlantar. Dalam peraturan tersebut diterangkan bahwa ketika tanah tersebut menjadi tanah terlantar akan ada pencabutan hak atas tanah oleh negara dan kembalinya tanah menjadi milik negara.
Dalam Pasal 7 juga dijelaskan bahwa, untuk Tanah Hak Milik yang telah dikuasai oleh masyarakat serta menjadi perkampungan, dan/atau dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 tahun, dan/atau fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi.
Tanah dengan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Guna Usaha (HGU), dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah akan menjadi objek penertiban tanah terlantar terhitung mulai dua tahun sejak diterbitkannya dasar penguasaan atas tanah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya masyarakat yang memiliki banyak lahan tanah adalah pertama, banyak masyarakat yang menjadikan tanah sebagai tabungan di masa yang akan datang (investasi). Harga tanah yang cenderung mengalami kenaikan tanah setiap tahunnya bahkan ketika wilayah disekitar tanah tersebut mengalami pertumbuhan yang pesat maka akan menjadikan harga tanah disekitarnya juga mengalami kenaikan yang signifikan.
Hal inilah yang menjadi salah satu faktor banyak masyarakat yang berlomba-lomba untuk membeli tanah dan berharap agar mendapatkan keuntungan yang tinggi dikemudian hari. Masyarakat kemudian menyebar peta kepemilikian tanah yang ingin mereka miliki, bahkan tidak jarang membeli tanah diluar dari domisili mereka. Hal tersebut menyebabkan tanah yang telah mereka beli menjadi tidak dimanfaatkan dan menjadi terlantar.
Kedua, adanya sengketa. Banyak orang tua di zaman dulu yang memiliki tanah dengan sebaran yang beragam namun tidak memiliki sertipikat dan tidak terdaftar di kelurahan/desa. Hal tersebut memunculkan masalah baru ketika akan diwariskan kepada para ahli warisnya. Tanah tersebut sangat mungkin memiliki sengketa di atasnya.
Ada beberapa contoh sengketa yang sering terjadi di masyarakat. Pertama, penyerobotan lahan tanah oleh orang lain. Beberapa konsultasi non laporan yang diterima oleh Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan mengenai tanah adalah maraknya penyerobotan lahan tanah yang dilakukan oleh orang lain, berpindahnya patok yang telah dipasang, adanya hak lain di atas tanah miliknya, dan lain sebagainya.
Kedua, adanya tumpang tindih kepemilikan lahan tanah. Dengan adanya sengketa-sengketa yang ada pada tanah tersebut membuat masyarakat kita enggan untuk mengurus atau mengusahakan tanah tersebut. Mereka lebih memilih untuk menyelesaikan proses sengketanya terlebih dahulu.
Hal tersebut merupakan berbagai macam konsekuensi yang akan didapat ketika kita tidak memanfaatkan tanah yang dimiliki. Tanah yang dibiarkan tanpa diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan dengan optimal oleh pemiliknya maka akan dimanfaatkan oleh orang lain.
Upaya yang sekiranya dapat dilakukan adalah pemerintah dapat menyosialisasikan pentingnya untuk memanfaatkan tanah yang mereka miliki serta memberikan pengetahuan mengenai manfaat-manfaat yang akan mereka miliki apabila masyarakat dapat dengan optimal menggunakan tanahnya.
Harapannya, masyarakat semakin sadar dan dapat dengan optimal mengusahakan, memanfaatkan, dan mempergunakan tanah yang dimilikinya, sehingga konflik-konflik yang sekiranya akan timbul apabila tanah tersebut tidak dimanfaatkan dapat diminimalisir. Dengan memanfaatkan tanah yang ada, juga akan memberikan manfaat untuk pribadi, serta lingkungan dan masyarakat sekitar dan ikut membantu pemerintah dalam pembangunan nasional.
Masyarakat dan pemerintah juga perlu untuk saling berkolaborasi untuk memberantas mafia tanah, karena bukan hanya menimbulkan kerugian bagi pemilik tanah. Namun, juga akan merugikan pemerintah dan dapat menghambat pembangunan yang akan dilakukan.
Rizkahana
Yuliansari, S.H
Calon Asisten Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan