Tambal Sulam Aturan Main SPMB Sulsel

Kepastian mekanisme seleksi penerimaan murid baru jenjang SMA/SMK di Sulawesi Selatan menghadapi gelombang sentimen negatif dari publik melalui sosial media, sederet aturan-aturan tambalan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui beberapa surat edaran mamantik perhatian penulis untuk mengulas perihal kesiapan penyelenggaraan seleksi penerimaan murid baru.
Tak ayal, saat jadwal pelaksanaan Tes Potensi Akademik (TPA) tengah berlangsung, Surat Edaran baru kembali dikeluarkan untuk mengubah mekanisme perhitungan nilai kemampuan akademik. Sebelumnya merujuk pada Juknis Nomor 400.3/2847/DISDIK telah diatur nilai kemampuan akademik ditentukan berdasarkan hasil TPA, namun melalui SE Nomor 400.3.8/5631/DISDIK kemudian berubah menjadi pembobotan dengan akumulasi nilai rata-rata semester 1 -5 dikalikan skor TPA dalam persen.
Berdasarkan analisis penulis, ditemukan sejumlah 6 (enam) Surah Edaran yang secara substansi mengubah hingga menambah ketentuan pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA/SMK Tahun Ajaran 2025/2026 di Sulawesi Selatan, yang sebelumnya telah diatur melalui Juknis.
Tulisan ini bermaksud membedah kesiapan regulasi penyelenggaraan SPMB di Sulawesi Selatan dari aspek formal regulasi dan materiil/substansi sebagai refleksi untuk mendorong penyelenggaraan SPMB yang lebih siap memberikan kepastian dan rasa keadilan masyarakat melalui prosedur mekanisme yang jelas.
Harmoni Regulasi (Formal)
Hal menarik pertama, dapat diamati dari Juknis SPMB Jenjang SMA, SMA, SMK, dan SLB Sulawesi Selatan TA 2025/2026 ditetapkan melalui Keputusan Nomor 400.3/2847/DISDIK berjudul Keputusan Pemerintah Daerah yang ditandatangani Sekretaris Daerah atas nama Gubernur Sulawesi Selatan.
Pada bagian konsideran Keputusan tersebut "bahwa untuk melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru, perlu menetapkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan tentang Petunjuk Teknis Sistem Penerimaan Murid Baru Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan Swasta Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Pelajaran 2025/2026".
Maka menjadi tanya tanya, apakah sebenarnya format Juknis ini? Keputusan Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur? Ataukah Keputusan Kepala Dinas Pendidikan? Produk tertulis pemerintah baik berupa regeling, beschikking, maupun beleidsregel menurut hemat penulis tidak boleh lepas dari sebuah asas, yaitu het beginsel van de ken baarheid (Asas Dapat Dikenali) sehingga haruslah jelas bentuk, jenis, dan juga pembuatnya.
Sederhananya, jika dilihat dari format juknis ini jelas bukanlah Keputusan Kepala Daerah yang dapat dengan jelas diamati dari logo yang tidak menggunakan lambang Negara sebagaimana harusnya yang diatur pada Pasal 168 ayat (1), serta penomoran yang tidak melalui biro hukum provinsi sebagaimana mestinya sebuah Keputusan Kepala Daerah yang diatur Pasal 120 Permendagri Nomor 120 Tahun 2018.
Secara letterlijk, Pasal 33 ayat (1) Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tegas mengatur bahwa "Pemerintah Daerah menyusun dan menetapkan petunjuk teknis penerimaan Murid baru dalam keputusan kepala daerah paling lambat 2 (dua) bulan sebelum pengumuman pendaftaran penerimaan Murid baru dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini".
Maka ketentuan ini secara eksplisit mengatur bahwa petunjuk teknis SPMB haruslah dibuat dalam bentuk Keputusan Kepala Daerah, dengan demikian penetapan juknis dalam format lain secara terang bertentangan dengan Permendikdasmen 3/2025.
Prof Yuliandri dalam bukunya Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik (hal 225-227) menyadur beberapa alasan substantif yang biasa dipakai untuk melakukan pengujian terhadap norma umum peraturan (regeling) dan norma konkret (beschikking) salah satunya unauthorised delegation bahwa jika suatu lembaga atau pejabat diberi kewenangan diskresi oleh undang-undang, maka kewenangan diskresi itu tidak dapat disubdelegasikan kepada lembaga atau pejabat lain, kecuali jika undang-undang yang bersangkutan secara regas membolehkan subdelegasi semacam itu.
Dengan demikian, dilihat dari aspek filosofis maupun yuridis keberadaan Juknis dalam bentuk Keputusan Nomor 400.3/2847/DISDIK ini menabrak landasan dasar pembentukan kaidah hukum yang baik. Anomali kemudian bermunculan ketika Juknis ini disusul oleh beberapa Surat Edaran yang secara substansi berpotensi menimbulkan kerancuan yang akhirnya dapat mengancam hak masyarakat atas kepastian mekanisme seleksi.
Hirarki Substansi (Materiel)
Eksistensi Dinas Pendidikan sebagai penyelenggara pemerintahan yang melaksanakan urusan pendidikan tentu mesti dihayati bahwa baik dari sebagai badan maupun pejabat dibekali kewenangan diskresi/freiesermessen yang menjadikannya niscaya untuk melahirkan peraturan kebijaksanaan (beleidsregel) salah satunya seperti surat edaran.
Diskresi seyogyanya hadir karena faktor kebutuhan untuk menjawab situasi yang tidak dijangkau oleh peraturan yang ada sehingga dalam kondisi telah tersedia perangkat aturan yang jelas dan memadai namun kemudian dipaksakan sebuah diskresi yang secara substantif bertentangan, akhirnya hanya akan menimbulkan ketidakpastian dan potensi maladministrasi.
Sebagai contoh, pada jalur domisili perangkingan dilakukan dengan merujuk pada Pasal 43 ayat (3) Permendikdasmen 3/2025 bahwa "Dalam hal calon Murid yang mendaftar melalui Jalur Domisili pada SMA melampaui jumlah kuota yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, penentuan penerimaan Murid dilakukan dengan urutan prioritas: a. Kemampuan akademik; b. Jarak tempat tinggal terdekat ke Satuan Pendidikan; dan c. Usia."
Namun kemudian, Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100.3.4/2059/DISDIK Tentang Perbaikan Kalimat Dalam Juknis SPMB 2025, Standar Operasional Prosedur dan Ketentuan Tambahan Dalam SPMB Sulsel 2025 mengatur berbeda bahwa "Dalam hal calon Murid yang mendaftar melalui jalur domisili melebihi jumlah kuota yang ditetapkan, maka pemenuhan kuota/daya tampung dilakukan berdasarkan urutan hasil tes potensi akademik dan usia tertua"
Maka jika merujuk pada SE ini, dalam kondisi jumlah pendaftar melebihi kuota, maka jarak tempat tinggal calon murid sama sekali tidak menjadi indikator penilaian, hal ini ibarat mengingkari nama jalur domisili itu sendiri, bernama jalur domisili, tetapi indikator penilaiannya bukanlah domisili.
Manakala tata usaha negara menentukan suatu kebijaksanaan atas kewenangan membuat keputusan, maka tanyakanlah pada dirinya sendiri untuk apa suatu kebijaksanaan akan dijalankan (Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, hal 149).
Dalam hukum dikenal sebuah doktrinSens Clair yang berarti kejelasan makna, dengan meminjam prinsip ini, maka terhadap sesuatu aturan yang telah jelas tidak perlu diberikan tambahan-tambahan yang akhirnya akan menyimpang. Pemangkasan kata-kalimat dalam suatu peraturan bukanlah permainan atau pilihan eliminasi, namun secara mendasar akan turut mengancam hak masyarakat atas keadilan dan kepastian hukum.
Dari sudut pandang penyelenggaraan pelayanan publik, keberadaan mekanisme prosedur adalah sebuah standar dasar yang wajib disediakan oleh penyelenggara. Sehingga bagaimana mungkin kita berandai-andai untuk menghadirkan peningkatan kualitas pelayanan publik tetapi meninggalkan kewajiban untuk memenuhi hal yang sifatnya mendasar, seumpama kata pepatah 'ibarat jauh panggang dari api'.
Pada akhirnya perbaikan proses seleksi penerimaan siswa baru menjadi tanggung jawab bersama, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan diharapkan dapat secara proaktif melakukan kontrol terhadap penyusunan regulasi teknis SPMB di daerah sehingga dapat mengawal kesesuaian dengan regulasi yang lebih tinggi.
Selain itu, masyarakat diharapkan dapat secara aktif untuk menyampaikan pengaduan apabila terjadi indikasi maladministrasi dalam pelaksanaan SPMB pada kanal-kanal yang tersedia, salah satunya melalui kanal pengaduan yang disediakan oleh Ombudsman.
Oleh: ST Dwi Adiyah Pratiwi, SH.,MH.,MAP
(Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi)