Sumbang Saran Untuk Calon Kepala Daerah di NTT
Oleh: Darius Beda Daton
Seorang calon kepala daerah dengan lantang berorasi bahwasanya jika dia terpilih menjadi kepala daerah, dirinya akan membangun pelayanan publik yang berkualitas di daerahnya. Ia lantas berjanji, akan membenahi pelayanan publik agar lebih baik dari kepala daerah sebelumnya. Janji-janji seperti ini sering kita dengar bila mengikuti kegiatan-kegiatan deklarasi, kampanye dan debat para calon kepala daerah. Tema pelayanan publik kerap menjadi tema sentral para calon kepala daerah untuk mempengaruhi pemilih. Seberapa pentingkah tema pelayanan publik itu?
Pelayanan Publik ; Tugas Utama Pemerintah
Diletakannya pelayanan publik sebagai tema sentral kampanye politik para calon kepala daerah bukanlah tanpa alasan. Dalam berbagai literatur ilmu pemerintahan dan ilmu administrasi negara disebutkan bahwa pemerintah pada hakekatnya hadir untuk mengemban tiga fungsi utama yaitu tugas pelayanan masyarakat (publik service), tugas pembangunan (development) dan tugas pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Ketiga fungsi tersebut menjadi alasan yang mendasar mengapa diperlukan pemerintahan dalam sebuah negara. Apabila pemerintah tidak dapat mengemban ketiga misi ini secara baik maka harus dipertanyakan, apakah pemerintah masih dibutuhkan. Pelayanan publik menjadi penting untuk dibicarakan karena pada dasarnya ia berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar baik di bidang ekonomi, pemerintahan, sosial dan lain sebagainya. Karena tugas ini adalah sesuatu yang mendasar maka dalam konsep relasi antara negara dengan rakyat dapat dilihat bahwa negara (pemerintah) wajib memberikan pelayanan kepada publik dan di sisi lain, menerima pelayanan dari lembaga pemerintah adalah hak yang harus dihormati. Masyarakat pada dasarnya mengharapkan suatu pemberian pelayanan publik secara lebih berkualitas baik itu dari aspek proses, anggaran, personil, sarana prasarana.
Undang-Undang Pelayanan Publik
Negara kita memiliki produk hukum undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pelayanan publik yaitu undang-undang Nomor 25 Tahun 2009. Ada banyak hal yang diatur di sana antara lain; hak dan kewajiban penyelenggara negara, hak dan kewajiban pelaksana pelayanan publik, hak dan kewajiban masyarakat, larangan bagi pelaksana, kewajiban menyusun standar pelayanan bagi penyelenggara, kewajiban membuat maklumat pelayanan, perlu membuat sistem informasi pelayanan publik, pelayanan khusus, penilaian kinerja, peran serta masyarakat, mekanisme pengaduan dan penyelesaian ganti rugi bila buruknya pelayanan tersebut menimbulkan kerugian.
Bagi penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar larangan, dapat diberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis, pembebasan dari jabatan, penurunan gaji sebesar 1 kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun, Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 tahun, pemberhentian dengan tidak hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian dengan tidak hormat. Dalam undang-undang ini, ditegaskan pula bahwa masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada Ombudsman dan DPRD bilamana penyelenggara tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar larangan atau bilamana pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar yang diberikan. Atas pengaduan tersebut, penyelenggara wajib menindaklanjuti. Selanjutnya gubernur/ walikota/ bupati selaku pembina pelayanan publik melakukan tugas pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada DPRD.
Problema Pelayanan Publik di NTT
Sebagai lembaga negara yang ditugaskan untuk mengawasi kinerja aparatur negara terkait pelaksanaan pemberian pelayanan umum (UU Nomor 37 Tahun 2008), Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT sejak tahun 2005 telah menerima ribuan laporan masyarakat dari provinsi/kabupaten/kota. Angka ini belum ditambah dengan komplain masyarakat yang disampaikan kepada lembaga konsumen semisal Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), rubrik public serviece pada sejumlah media cetak dan elektronik, media sosial dan LSM-LSM yang konsen menangani keluhan masyarakat di berbagai bidang. Banyaknya laporan yang disampaikan tersebut dapat dibaca sebagai dampak dari buruknya pelayanan yang mereka terima ketika berurusan dengan instansi pemerintah. Buruknya pelayanan tersebut juga dapat kita rasakan saat berurusan dengan dinas/badan/unit yang membawahi bidang tugas pelayanan langsung kepada masyarakat. Mengurus KTP, SIM, kartu keluarga, akta kelahiran, surat-surat tanah, layanan kesehatan, layanan pendidikan dan lain sebagainya membutuhkan waktu lama, syarat-syarat dan prosedur yang tidak jelas, biaya tambahan yang tidak dapat ditunjukan dasar hukumnya dan berbagai persoalan lain yang membuat pusing para penerima layanan publik.
Beberapa substansi permasalahan pelayanan publik pada penyelenggara pelayanan (instansi pemerintah/BUMD) yang diidentifikasi berdasarkan laporan/keluhan yang disampaikan kepada Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT adalah sebagai berikut, pertama; penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Standar Pelayanan (SP). Standar Pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Komponen standar pelayanan dimaksud antara lain memuat; dasar hukum, persyaratan, sistem mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarpras/fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawas internal, penanganan pengaduan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan dan keamanan serta evaluasi kinerja pelaksana.
Saat ini, belum semua penyelenggara pelayanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah menyusun, menetapkan dan menerapkan Standar Pelayanan Publik sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Faktor ketiadaan standar pelayanan ini menimbulkan dampak ikutan berupa aparatur kita belum sepenuhnya responsive mulai pada tingkatan petugas front office sampai dengan penanggung jawab. Hal ini nampak dari banyaknya laporan masyarakat dengan maladministrasi penundaan berlarut/menunda-nunda suatu pelayanan yang mestinya bisa segera diberikan dan tidak memberi pelayanan. Kedua; alur dan prosedur pelayanan belum disederhanakan. Pelayanan khususnya pelayanan perijinan pada umumnya dilakukan melalui beberapa pintu sehingga penyelesaian pelayanan menjadi lama. Layanan perijinan dilakukan di satu tempat akan tetapi rekomendasi teknis masih dilakukan dinas teknis yang tersebar di berbagai tempat dengan berbagai keterbatasannya baik personil, sarana prasarana dan anggaran.
Panjangnya alur dan prosedur layanan ini dimanfaatkan oleh oknum aparat atau para calo untuk meminta pungutan tambahan/pungutan liar (Pungli) sehingga biaya pelayanan menjadi lebih mahal. Rumitnya birokrasi ini juga menjadi salah satu sebab enggannya pelaku bisnis berinvestasi di daerah kita. Padahal, para pelaku bisnis membutuhkan kepastian waktu dan iklim usaha yang aman untuk berinvestasi. Hasilnya, NTT menjadi daerah dengan urutan kesekian dari daftar daerah tujuan investasi/bisnis bagi pengusaha. Ketiga; penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Unit Pengelolaan Pengaduan Internal (UP3) yang mengatur syarat dan kepada siapa warga menyampaikan komplain jika menerima pelayanan yang tidak sesuai Standar Pelayanan (SP). Akibatnya aparatur kita kurang mau mendengar keluhan/aspirasi masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan apa adanya, tanpa perbaikan dari waktu ke waktu.
Alternatif Solusi
Kredibilitas pemerintah daerah saat ini sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan pelayanan publik di daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah yang mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat akan terus mendapat dukungan dari masyarakat. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang sekiranya dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan publik administratif di NTT adalah pertama; penetapan standar pelayanan bagi seluruh penyelenggara pelayanan (dinas/badan/unit/BUMD) yang melaksanakan tugas pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting karena merupakan komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu sesuai dengan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan.
Kedua; Pembentukan unit pengelolaan pengaduan internal pada masing-masing penyelenggara pelayanan atau satu desk pengaduan per kabupaten/kota yang penanggung jawabnya diserahkan secara khusus pada organisasi perangkat daerah tertentu. Pengaduan masyarakat merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi, sekaligus secara konsisten menjaga dan meningkatkan pelayanan yang dihasilkan agar selalu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Ketiga; kabinet pemerintahan kepala daerah harus memiliki tekad yang kongkrit untuk memberantas serta mencegah maladministrasi dan perilaku koruptif (political will). Misalnya; membuat pakta integritas dan ditandatangani bersama seluruh pimpinan organisasi penyelenggara pelayanan/perangkat daerah beserta konsekuensi yang timbul jika terjadi pelanggaran terhadap pakta integritas tersebut.
*Penulis adalah Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT