Simalakama Perangkat Desa
Sebut saja namanya mba Arsi, beliau datang ke Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan dengan langkah yang gontai, dari wajahnya nampak jelas raut kekecewaan, sudah lama ia menunggu keadilan atas dugaan tindakan Kepala Desa yang ia rasa sangat diskriminatif dan menyimpangi prosedur proses pengangkatan dirinya sebagai perangkat desa. Sebagai peserta yang lulus dalam seleksi terbuka dengan peringkat pertama, maka lumrahnya, bahkan secara aturan ialah yang harusnya lulus sebagai perangkat Desa, namun akal menelikung logika, yang terjadi. Kepala Desa malah memutuskan menerima peringkat yang kedua dan ketiga tanpa ada penjelasan yang patut dan rasional. Akhirnya dengan niat memperjuangkan keadilan ia menempuh proses hukum dengan menggugat Kepala Desa dan melaporkan tindakan dugaan Maladministrasi ke Ombudsman.
Lain lagi dengan Pak Zain (bukan nama sebenarnya). Ia merasa sudah bekerja profesional sebagai perangkat desa. bahkan banyak inovasi dan perubahan pelayanan publik yang telah ia lakukan, disiplin bekerja, tepat waktu dalam laporan. Namun, karena Kepala Desa baru terpilih tanpa ada penjelasan dan karena bukan "orang dalam" Kepala Desa. Pak Zain akhirnya diberhentikan tanpa penjelasan hukum, tanpa prosedur dan alasan yang tidak diterima nalar sehat. Atas kondisi yang ia hadapi jauh-jauh dari Kabupaten Perbatasan di Kalimantan Selatan beliau datang ke Ombudsman mengkonsultasikan perihal kasus atau keluhan yang ia hadapi.
Dari sisi Ombudsman, laporan atau keluhan berkaitan pelayanan publik Desa, atau lebih spesifik perangkat desa, kerap menjadi "laporan langganan" yang disampaikan selama lima tahun terakhir. Bila berkaca data terakhir Ombudsman tahun 2021- 2022 ada sebanyak 375 Laporan terkait Seleksi, Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, 258 Laporan terkait Pelayanan Desa, 145 Laporan terkait Dana Desa, 92 laporan terkait Pilkades, 77 laporan terkait Pengelolaan Desa. (disampaikan pada 7 September 2023 Oleh Pimpinan Ombudsman RI).
Jumlah di atas menandakan setiap tahun persoalan pelayanan publik desa terus meningkat dan ini tidak boleh luput dari upaya perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik desa. Problem lainnya yang terdeteksi Ombudsman seperti : Pemberhentian perangkat Desa tanpa Konsultasi dan rekomendasi Camat, pemberhentian tanpa ada evaluasi, verifikasi, bahkan pertimbangan Objektif, surat pemberhentian tanpa ada peringatan I. II dan III serta problem lainnya.
Menyikapi Problem perangkat desa, Ombudsman RI sebenarnya telah melaksanakan kajian dan memberikan saran korektif diantaranya : Kepala Desa diminta menjaga Netralitas pada setiap proses selesai Pilkades, Melarang Kepala Desa melakukan pengangkatan, mutasi dan/atau pemberhentian Perangkat Desa 6 (enam) bulan sebelum dan sesudah Pemilihan Kepala Desa, dan Permintaan pengaturan evaluasi terhadap kinerja Perangkat Desa sebagai bentuk pembinaan dan pengawasan termasuk referensi pemberhentian dilakukan dengan parameter yang terukur, tegas bahkan kalau perlu diatur lebih detail melalui Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
Sedangkan faktor lain yang cukup mempengaruhi adalah kompetensi Kepala Desa dalam membangun pelayanan publik serta integritas dan kemampuan menjalankan asas umum pemerintahan desa yang baik. Semua itu menjadi kunci keberhasilan pengelolaan desa yang berintegritas. Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Permendagri Nomor 47 Tahun 2016 tentang Administrasi pemerintahan Desa, Permendagri Nomor 67 tahun 2017 Tentang Perubahan Mendagri Nomor 83 tahun 2015 Tentang Pengangakatan dan Pemberhentian perangkat desa, harus menjadi rujukan utama, dicermati dan jadi landasan membangun pelayanan publik di Desa yang baik. Dari Desa untuk Indonesia, dari Desa untuk Dunia.
Oleh : Muhammad Firhansyah