Sewindu Potret Pelayanan Publik Hasil Penilaian Kepatuhan di Provinsi Lampung
Ombudsman RI Provinsi Lampung sebagai pengawas pelayanan publik mempunyai tekad untuk mendorong percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik di Provinsi Lampung sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tujuan berbangsa dan bernegara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketertinggalan kualitas pelayanan publik pasti akan menghambat percepatan pembangunan kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka mewujudkan tujuan mulia tersebut, sejak tahuan 2015 Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung turut serta menjadi bagian dalam penelitian kepatuhan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik sesuai UU No.25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dengan mengikutsertakan 5 Pemerintah Daerah sebagai objek penelitian kepatuhan, yakni Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kota Bandar Lampung, Pemerintah Kota Metro, Pemerintah Kabupaten Tanggamus, dan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Kala itu variabel penilaian pemerintah daerah masih dalam lingkup: Standar Pelayanan, Ketersediaan Maklumat Pelayanan, Ketersediaan Sistem Informasi Pelayanan Publik Secara Elektronik/Non Elektronik, Ketersediaan Sarana dan Prasarana Fasilitas, Ketersediaan Pelayanan Khusus, Ketersediaan Pengelolaan Pengaduan, Ketersediaan Penilaian Kinerja, Ketersediaan Visi-Misi-Motto Pelayanan dan Ketersediaan Atribut/ID Card bagi Petugas Penyelenggara. Dapat dikatakan, penilaian yang dilakukan terbatas pada hal-hal yang dapat dilihat oleh mata.
Pertama kalinya turut dalam kontestasi penelitian kepatuhan, Pemerintah Provinsi Lampung mendapatkan hasil nilai 72,74, zona kuning. Diikuti dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan hasil nilai 73,55, zona kuning; Pemerintah Kabupaten Tanggamus dengan hasil nilai 29,70, kategori tingkat kepatuhan rendah, zona merah; Kabupaten Lampung Selatan dengan hasil nilai 26,91 kategori tingkat kepatuhan rendah, zona merah; dan Kota Metro dengan hasil nilai 46,10, kategori tingkat kepatuhan rendah, zona merah.
Sebagai bentuk inovasi pengawasan pelayanan publik, mulai tahun 2022 Ombudsman RI melakukan penyempurnaan atas metode penilaian yang dilakukan. Penilaian dilakukan tidak hanya atas ketersediaan standar pelayanan dan penilaian persepsi maladministrasi saja, namun juga mengukur kompetensi penyelenggara layanan, ketersediaan dan kualitas sarana-prasarana, serta pengawasan dan pengelolaan pengaduan. Perubahan ini diharapkan menjadi lebih komprehensif lagi dalam menakar mutu pelayanan publik: dimensi input dan proses (service manufacturing) hingga output dan dampak (impactful public service). Dapat dikatakan penilaian yang dilakukan lebih tajam, detail dan turut melibatkan peran serta masyarakat sebagai pengguna layanan secara langsung, Ombudsman hendak mengetahui secara langsung perasaan dan penilaian masyarakat yang mengakases pelayanan, melalui proses wawancara yang dilakukan oleh Tim Penilai dan kuesioner yang dibagikan. Sehingga upaya mencegah potensi terjadinya maladministrasi dapat dilakukan tepat sasaran. Dorongan yang diberikan terhadap kepatuhan atas UU No.25 Tahun 2009 menjadi lebih konkret dan terukur.
Se-windu dilakukannya penilaian kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik terhadap UU No.25 Tahun 2009, bagaimana potret pelayanan publik di Lampung saat ini? Seiring berjalannya waktu dilakukannya Penilaian Kepatuhan, kesadaran Pemerintah akan Pelayanan Publik semakin meningkat, sejalan dengan tren nasional hasil penilaian kepatuhan tahun 2023 menunjukkan peningkatan yang sangat baik terlihat dari tidak adanya Pemerintah Daerah di Lampung yang berada di Zona Merah. Justru pada tahun ini Pemerintah Daerah Kota Metro dan Pemerintah Kabupaten Way Kanan berhasil meraih Predikat Kepatuhan Tinggi, Zona Hijau, yang mana kita ketahui awal mula terlibat dalam kontestasi Pemerintah Daerah Kota Metro berada pada Tingkat Kepatuhan Rendah, Zona Merah. Dapat dikatakan bahwa kunci utama suatu daerah dapat berubah adalah adanya komitmen yang kuat oleh Pemimpin terhadap kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Artinya, apabila ingin mencapai sasaran yang lebih baik, maka harus mengubah mindset Pemimpin Instansi atau Lembaga pemerintahan dari memerintah menjadi melayani, dari menjalankan wewenang menjadi menjalankan peran, dari pikiran terkotak-kotak menjadi sinergi.
Perubahan paradigma pelayanan publik ditandai dengan telah ditetapkanya birokrasi harus perorientasi kepada pelanggan, dengan diterbitkannya Kepmen PAN No 81 Tahun 1993 yang intinya memberikan pelayanan yang menjadi kepentingan masyarakat atau pelanggan dengan sasaran memuaskan pelanggan, yaitu masyarakat pengguna jasa. Perilaku pelayanan publik yang berotientasi kepada pelanggan adalah perilaku pelayanan yang harus dilaksanakan oleh Pejabat Eselon teratas (Pemimpin) membina kepada bawahannya dan secara hirarki sampai pada eselon paling bawah yang selanjutnya membina staf agar mampu melayani masyarakat/pelanggan. Atau"Aparat harus melayani msayarakat sebagai pelanggan, bukan harus dilayani masyarakat". Inilah komitmen birokrasi yang harus mengubah perilaku pelayanan, sehingga berhasil mencapai tujuan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh instansi atau Lembaga pemerintah.
Tentu saja bukan nilai akhir yang menjadi tolok ukur keberhasilan suatu Pemerintah Daerah, melainkan bagaimana senyatanya masyarakat pengguna layanan merasakan kenyamanan, keamanan, ketepatan dan kecepatan waktu, transparansi proses biaya dan prosedur. Jika pengguna layanan sepakat memberikan penilaian yang baik terhadap pelayanan yang diberikan, otomatis akan berdampak baik pula terhadap nilai yang akan diperoleh oleh Pemerintah Daerah.
Sucitra Indah Sari, S.H.
Asisten Ombudsman RI
Perwakilan Provinsi Lampung