Setengah Hati, Penanganan BBM Subsidi
Kenaikan harga BBM beberapa waktu yang lalu, tentu sangat membebani masyarakat. Di tengah ekonomi yang belum pulih akibat dampak Covid-19, masyarakat dihadapkan kembali pada situasi sulit kenaikan harga BBM. Namun anehnya, kebijakan pemerintah untuk menaikan BBM karena beban APBN yang besar, tidak dibarengi dengan pengaturan dan pengawasan penyaluran, terutama BBM subsidi, agar tepat sasaran. Kondisi ini tentu menyayat rasa keadilan masyarakat, dimana masyarakat yang seharusnya berhak mendapatkan BBM subsidi justru harus gigit jari, karena praktik penyalahgunaan penyaluran BBM subsidi di SPBU.
Beberapa tahun terakhir Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, menerima keluhan terkait praktik penyalahgunaan penyaluran BBM subsidi. Di salah satu daerah di Kalimantan Selatan misalnya, praktik pelangsir BBM Bio Solar (pembelian BBM dalam jumlah besar untuk dijual kembali), menggunakan jerigen maupun tangki mobil yang sudah dimodif, justru lebih diutamakan, sementara para supir angkutan truk hanya dilayani terbatas. Bahkan tidak jarang supir truk pulang dengan truk tangki kosong. Praktik pelangsiran itu pun terjadi pada BBM Subsidi jenis Pertalite.
Praktik pelangsir BBM, bukan permasalahan baru, namun penanganan permasalahan ini terkesan setengah hati. Padahal semakin banyak penyalahgunaan BBM, maka semakin bengkak biaya APBN untuk memenuhi kebutuhan BBM. Mencari mekanisme penyaluran yang tepat dan mudah, harus cepat dilakukan, agar permasalahan ini tidak berlarut, dan semakin rumit untuk diselesaikan.
Dukungan pemerintah daerah juga diperlukan, untuk memastikan SPBU menyalurkan BBM subsidi tepat sasaran. Meskipun pada faktanya, justru ada pemerintah daerah yang terkesan melegalkan praktik pelangsir BBM, dengan dalih melindungi ekonomi masyarakat kecil. Hal ini tentu tak dapat dibenarkan, karena selain menyalahi peraturan perundang-undangan, juga lebih banyak masyarakat yang dirugikan akibat praktik pelangsir tersebut. Pemerintah daerah seharusnya dapat mengarahkan dan melakukan pendampingan kepada masyarakat, untuk mengembangkan usaha dan ekonominya, tanpa harus melanggar aturan dan merugikan masyarakat banyak.
Adanya Satuan Tugas Minyak dan Gas (Satgas Migas), yang dibentuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, untuk memberantas penyalahgunaan BBM subsidi, merupakan contoh komitmen yang baik. Meskipun pada praktiknya Satgas Migas dinilai kurang berfungsi maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya praktik pelangsir BBM subsidi di SPBU di Kalsel, tanpa adanya pengawasan dan tindakan Satgas Migas. Bahkan sangat minim informasi yang dapat diakses masyarakat, untuk mengetahui cara menyampaikan laporan pengaduan, terkait praktik penyalahgunaan BBM subsidi kepada Satgas Migas.
Belum maksimalnya Satgas Migas dalam pengawasan penyaluran BBM subsidi, perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, agar satgas yang sudah dibentuk, tidak terkesan hanya reaksi sesaat atas permasalahan yang terjadi. Namun tidak dirasakan manfaat dan dampaknya bagi masyarakat. Pemprov Kalsel seharusnya melakukan evaluasi dan memberikan catatan-catatan, agar Satgas Migas dapat berbenah dan bekerja maksimal, untuk memastikan tidak terjadi lagi praktik pelangsir BBM subsidi. Mengingat Satgas Migas melibatkan banyak stakeholder, termasuk aparat penegak hukum, yang dapat melakukan tindakan di lapangan.
Selain itu, Pertamina sebagai perseroan yang ditunjuk oleh negara untuk mengurus migas, dari hulu hingga hilir, untuk memenuhi keperluan masyarakat, juga perlu bersikap tegas dan memberikan sanksi, terhadap SPBU yang terbukti melakukan penyalahgunaan penyaluran BBM subsidi. Jika tidak, maka tidak menuntut kemungkinan semakin banyak oknum SPBU berani bermain, menyalahgunakan penyaluran BBM subsidi, demi mendapatkan keuntungan lebih.
Pelibatan masyarakat untuk mengawasi penyaluran BBM subsidi juga perlu dilakukan Pertamina, dengan membuka seluas-luasnya sarana pengaduan, yang mudah diakses masyarakat. Dan memberikan informasi serta umpan balik kepada masyarakat yang telah menyampaikan pengaduannya. Hal ini penting dilakukan agar ada transparansi, dan masyarakat merasa keluhannya didengar dan direspons dengan baik. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pengawasan penyaluran BBM, tentu sangat membantu Pertamina, dan akan memperkecil peluang terjadinya penyalahgunaan penyaluran BBM subsidi.
Usaha pemerintah dan Pertamina untuk mencari formula terbaik, dalam penyaluran BBM subsidi, diantaranya dengan uji coba pembelian BBM menggunakan aplikasi MyPertamina. Dimana sebelumnya masyarakat harus terdata dan terdaftar di MyPertamina, sebelum mengisi BBM. Ini merupakan langkah yang baik untuk memastikan penerima BBM subsidi adalah masyarakat yang berhak dan untuk membatasi jumlah pembelian. Hal ini tentu dapat menekan terjadinya penyalahgunaan BBM subsidi, apalagi jika diberlakukan di semua daerah. Meskipun pada awalnya akan banyak penolakan dan keterpaksaan, namun lambat laun masyarakat akan menyesuaikan dan terbiasa. Memang sistem ini masih terdapat kekurangan, namun inovasi berbasis teknologi ini, harus terus dikembangkan dan disempurnakan, untuk mempermudah kerja pemerintah dan Pertamina dalam penyaluran BBM subsidi.
BBM subsidi sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan, untuk penggerak mesin-mesin kendaraan bermotor dan angkutan. Sangat erat kaitannya dengan pergerakan roda ekonomi di masyarakat. Naiknya harga BBM tentu berpengaruh pada pergerakan dan pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai kenaikan harga BBM subsidi, yang sudah membebani masyarakat, diperparah dengan penanganan setengah hati pemerintah, terhadap praktik penyalahgunaan penyaluran BBM subsidi. Perlu kesadaran dan komitmen semua pihak, untuk mengawal BBM subsidi dapat dinikmati oleh mereka yang berhak.
Rujalinor, Asisten Bidang Pemeriksaan Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan