Semrawut Pengelolaan Pendidikan Tinggi
Pengelolaan pendidikan tinggi menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan seperti mahalnya biaya pendidikan tinggi, tugas administrasi dosen yang mengurangi kualitas pengajaran serta rendahnya mutu riset. Kondisi ini diperparah dengan mulai masuknya pihak swasta dalam pengelolaan pendidikan tinggi pada kampus negeri di Indonesia. Baru - baru ini diketahui terdapat perguruan tinggi yang bekerjasama dengan pihak swasta pemberi pinjaman online untuk pembayaran UKT (uang kuliah tunggal). Dengan adanya pembayaran biaya kuliah dengan pinjaman online yang disarankan oleh kampus jelas bertentangan dengan amanat Pasal 76 Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak Mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik, selain itu juga Perguruan Tinggi atau penyelenggara Perguruan Tinggi menerima pembayaran yang ikut ditanggung oleh Mahasiswa untuk membiayai studinya sesuai dengan kemampuan Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak yang membiayainya.
Pembayaran UKT dengan pinjaman online bukan menjadi solusi, hal ini menambah rentetan permasalahan yang ada. Selain itu, permasalahan mengenai pembayaran UKT juga tidak selesai sampai pembayaran dengan pinjaman online, disisi lain masih adanya perguruan tinggi yang memberikan saran bagi mahasiswa yang kesulitan pembayaran UKT untuk mengajukan cuti kuliah. Hal ini jelas menggambarkan kontradiktif antara Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan" dengan kenyataan yang terjadi. Seharusnya pihak kampus memberikan alternatif lain bagi mereka yang terkendala dengan ekonomi, misal adanya pemotongan UKT bagi mereka yang kurang mampu.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dengan memberikan bantuan untuk keringanan biaya pendidikan sebenernya ada sejak lama seperti beasiswa RMP (Rawan Melanjutkan Pendidikan), KIP, dan beasiswa bidikmisi namun ternyata masih tidak tepat sasaran. Permasalahan gagal bayar biaya pendidikan dan tidak tepatnya bantuan pendidikan menjadi permasalahan laten yang harus diselesaikan secara tuntas oleh Pemerintah. Masalah tersebut muncul akibat dari buruknya pengelolaan pendidikan tinggi oleh Pemerintah.
Permasalahan pengelolaan pendidikan tinggi yang tidak segera diselesaikan akan menjadi permasalahan serius di kemudian hari. Ombudsman Republik Indonesia mencatat bahwa pengaduan pada bidang pendidikan menjadi salah satu susbtansi yang paling sering dilaporkan dalam lima tahun terakhir.
Skema pengelolaan pendidikan tinggi harus didasarkan pemenuhan kebutuhan pendidikan (sarana dan prasarana), pemerataan kualitas pendidikan pada berbagai level pendidikan tinggi, pemerataan kualiats tenaga pendidikan, penjaminan mutu riset dan pemanfaatan capaian pembangunan. Untuk itu pendidikan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan industri namun menciptakan kualitas manusia yang mandiri dan mampu mengembangkan potensi diri. Memastikan seluruh warga negara mampu mengakses pendidikan berkualitas tanpa dihantui mahalnya pendidikan menjaid perwujudan asas pelayanan publik sebagaimana dimanatkan dalam Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan Publik. Bahwa pendidikan tinggi merupakan bagian investasi negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penulis:
Chiquita Puspa Annisa Dewi (Magang Ombudsman RI), didampingi oleh Kartika Purwaningtyas (Asisten Ombudsman RI)