Sebuah Helicopter View : Sudah Siapkah kita Wujudkan SPBE Di Indonesia ?
"Selama 20 tahun hidup di sini, saya belum pernah merasakan scroll TikTok, Instagram, akses Zoom dan Gmeet dengan lancar kak, bisa dikatakan kami tidak merasakan vibes keseruan kuliah online selama di rumah, karena sibuk mencari spot jaringan. Apalagi, sekarang pada bilang SPBE, kalau wilayahku kayak gini gimana memulai SPBE-nya kak?, tutur Lia Meylani kepada Penulis.
Cerita pilu di atas berasal dari Desa Primpen, Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Cerita tersebut sekaligus menjadi potret bahwa telah terjadi kesenjangan terhadap akses internet di sebagian wilayah nusantara.
Di sisi lain, untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya diperlukan sistem pemerintahan berbasis elektronik, pemerintah hadir melalui Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), namun apakah kita sudah benar-benar siap mewujudkannya?
Penulis mencoba memahami dan menganalisis hambatan pelaksanaan SPBE di Indonesia melalui pendekatan "helicopter view" yaitu merepresentasikan sesuatu dengan cara melihat seluruh sistem dari berbagai aspek sehingga dapat menghasilkan keputusan terbaik.
Penulis berpendapat bahwa pada dasarnya cita-cita Indonesia menuju SPBE adalah hal yang baik, di mana Pemerintah kita telah melek akan perkembangan zaman dan menjawab tantangan kebutuhan masyarakat masa kini yang menginginkan akses pelayanan publik serba cepat, responsif, dan solutif.
Terlebih, berdasarkan hasil penilaian United Nations E-Government Survey 2022 menunjukkan bahwa Indonesia naik 11 peringkat dari peringkat 88 pada 2020 menjadi peringkat 77 pada 2022, hal tersebut menunjukkan upaya pengembangan dan pelaksanaan SPBE telah berjalan dengan baik.
Kendati demikian, negara perlu hadir untuk memastikan akses dan kualitas internet Indonesia layak digunakan di seluruh wilayah nusantara. Sebab, bagaimana partisipasi masyarakat dalam hal ini sebagai pengguna layanan SPBE akan maksimal, jika internet sebagai tools utama akses layanan tersebut masih buruk kualitasnya?
Kewajiban negara terhadap pemenuhan kebutuhan internet masyarakat Indonesia sebagai alat komunikasi dan akses layanan publik terpatri dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945. Di mana, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Di era digital, internet sudah menjadi kebutuhan primer masyarakat di semua generasi, baik dari Generasi Baby Boomers, Generasi X, Generasi Y, Generasi Z, hingga Generasi Alpha yang berada di wilayah urban maupun pedesaan. Berdasarkan survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APPJI) 2023, biaya pengeluaran internet masyarakat Indonesia paling banyak berkisar Rp50.001,00 - Rp100.000,00 per bulannya, dengan persentase 42.95% dari total responden. Sementara, platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing We Are Social kembali merilis laporan terbaru tentang lanskap digital dan internet global untuk tahun 2023 yang menyebutkan bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 77% dari total populasi pada awal 2023.
Sebagai gambaran, angka pengguna tersebut menunjukkan bahwa 63.51 juta orang atau setara 23% populasi di Indonesia tidak menggunakan internet. Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo menuturkan setidaknya masih ada sebanyak 70 juta penduduk Indonesia yang belum dapat mengakses layanan internet dengan platform 4G, mereka berada di 12.548 desa dan kelurahan di seluruh tanah air.
Selanjutnya, data yang dipublikasikan Ookla menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia bisa saja mengharapkan kecepatan koneksi internet. Per 2023, kecepatan koneksi internet seluler Indonesia rata-rata sebesar 17.27 Mbps dan kecepatan koneksi internet tetap rata-rata 24.32 Mbps.
Kecepatan internet tersebut sangatlah jauh jika dibandingkan dengan tingkat kecepatan internet di dunia.
Menurut Speedtest Global Index, median kecepatan unduh internet seluler secara global mencapai 42,92 Mbps pada kuartal II 2023, dan negara yang memiliki kecepatan unduh tertinggi adalah Uni Emirat Arab (UEA) dengan median 200.24 Mbps.
Selain faktor geografis, faktor infrastruktur, serta faktor SDM (Sumber Daya Manusia), kini sudah saatnya Pemerintah Indonesia berbenah untuk memastikan akses internet kita layak dan yang paling penting dapat menjangkau masyarakat di seluruh wilayah Indonesia agar tingkat e-partisipasi masyarakat terhadap layanan SPBE secara eksponensial terwujud, sebagai outcomes yang sesungguhnya.
Fauziah Kurniati - Asisten Pratama 1, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu.