Satu Tahun di Ombudsman RI: Dari Pelaksana Menjadi Pengawas

Pada tanggal 01 Desember 2025 genap satu tahun perjalanan Penulis menajalankan tugas sebagai Calon Asisten Ombudsman Republik Indonesia. Tulisan ini merupakan refleksi atas perjalanan tersebut, sebuah transisi dari pengalaman sebagai pelaksana pelayanan publik di salah satu instansi penyelenggara layanan menuju peran sebagai pengawas pelayanan publik dalam struktur Ombudsman RI.
Perubahan peran ini bukan sekedar perpindahan meja kerja, melainkan momentum penting memperluas sudut pandang mengenai hak-hak masyarakat, standar pelayanan, serta mekanisme pengawasan yang berfungsi menjaga mutu penyelenggaraan pelayanan publik. Melihat pelayanan publik dari dua sisi yang berbeda memberikan pemahaman yang lebih utuh mengenai tantangan, dinamika, serta kebutuhan perbaikan yang terus berkembanga dalam ekosistem pelayanan publik di Indonesia.
Dari Garis Depan Pelayanan ke Ruang Pengawasan
Sebelumnya, Penulis adalah bagian dari barisan pelayanan publik yang menduduki kursi petugas layanan sekaligus menjadi wajah terdepan pelayanan kepada masyarakat. Pengalaman bertahun-tahun tersebut membentuk pemahaman mendalam mengenai bagaimana kebijakan diterapkan di lapangan. Setiap hari, berhadapan dengan masyarakat yang datang membawa harapan, kebutuhan mendesak, pertanyaan, serta berbagai berntuk ketidakpastian. Pada tahapan ini, pelayanan publik sering kali menjadi ruang pertemuan antara idealisme prosedur dan realistas dinamika birokrasi.
Dalam posisi tersebut, menjadi pelaksana pelayanan publik bekerja mengikuti standar operasional yang telah ditetapkan, Di samping itu juga harus mampu merespon kondisi tak terduga, keterbatasan sumber daya, hingga keluhan yang muncul karena sistem belum berjalan optimal. Semua Tindakan di lapangan pada dasarnya berada dalam ruang pengawasan. Kualitas layanan selalu berpotensi diuji melalui aduan masyarakat, baik terkait prosedur, kecepatan, maupun sikap pelayanan. Namun pada kesempatan sebelumnya, proses pangawasan itu sendiri mulai dari penerimaan laporan, pemeriksaan, hingga pencegahan belum sepenuhnya dipahami dari sudut pandang Penulis sebagai pelaksana layanan. Perubahan peran ke Ombudsman RI memberikan kesempatan untuk melihat struktu pengawasan tersebut secara lebih menyeluruh.
Memasuki posisi sebagai Asisten Pemeriksa di Ombudsman RI menghadirkan perubahan mendasar dalam ritme kerja, pola pikir, serta kapasitas analitis. Jika sebelumnya fokus pekerjaan berada pada pemenuhan layanan kepada masyarakat, kini fokus tersebut bergeser pada penegakan standar layanan dan perlindungan hak-hak masyarakat yang terpotong oleh dugaan maladministrasi.
Setiap laporan yang diterima selalu memuat cerita masyrakat yang merasa dirugikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam menjalani tugas sebagai pemeriksa tentunya menjadi keharusan untuk melakukan pemeriksaan yang berimbang, menggali fakta dalam pemeriksaan, memahami prosedur, menilai kesesuaian Tindakan pelayanan publik dengan ketentutan hukum, dan merumuskan tindakan perbaikan korektif yang tepat. Pemeriksaan tersebut tidaklah untuk mencari-cari kesalahan, mealinkan memastikan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik berjalan sesuai dengan asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam proses ini, Penulis banyak mempelajari hal baru, ilmu baru, dan tentunya pengalaman yang berbeda dengan kesempatan sebelumnya sebagai Pelayan publik.
Beralih dari pelaksana menjadi pengawas menghadirkan kesadaran baru bahwa pelayanan publik dan pengawasannya bukanlah dua dunia yang bertentangan, melainkan dua komponen yang saling melengkapi. Pengalaman di garis depan pelayanan memberikan pemahaman mengenai keterbatasan yang dihadapi pelaksana layanan publik mulai dari regulasi yang tumpang tindih, sistem informasi yang belum terintegrasi, hingga beban kerja yang tidak sebanding dengan permintaan layanan. Sebaliknya, pengalaman di Ombudsman RI memperlihatkan bagaimana ketidakpastian informasi, penundaan berlarut, hingga ketidakpastian prosedur sangat mudah menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat bahkan dapat memicu kegaduhan publik Ketika terjadi secara masif. Di titik ini, baik pelaksana maupun pengawas sama-sama memegang peran penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap negara.
Kemudian, dari sudut pandang pengawas transparansi menjadi salah satu prinsip yang paling sering diabaikan namun juga berdampak besar dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Banyak aduan yang bermula dari ketidaktahuan masyarakat mengenai tahapan layanan, standar layanan, jangka waktu penyelesaian, syarat tambahan, atau alasan penundaan. Sehingga kekosongan informasi sering kali memicu ketidakpastian dan persepsi negatif terhadap pelayan publik. Pengalaman ini menegaskan bahwa informasi menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik disamping kecepatan dan ketepatan prosedur. Kemampuan penyelenggara untuk menyampaikan informasi secara jujur, terbuka, dan tepat waktu juga dapat diuji oleh masyarakat. Dalam kerangka pengawasan,
Selain itu, kepekaan sosial juga memegang peran penting Dimana setiap aduan memiliki dimensi emosional, ada Pelapor yang merasa di pingpong, merasa tidak dihargai, atau tidak mendapatkan ruang komunikasi yang memadai sehingga menangkap dimensi psikologis menjadi penting untuk memperoleh gambaran secara utuh mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pemeriksaan. Hal tersebut merupakan hal baru bagi Penulis sebagai pemeriksa laporan masyarakat.
Menuju Tahun Berikutnya: Menguatkan Peran Pengawasan
Memasuki tahun kedua Penulis di Ombudsman RI, pengalaman dan wawasan dari dua sudut pandang ini menjadi bekal untuk menjalankan fungsi pengawasan secara lebih berimbang. Pelayan publik membutuhkan ruang untuk memperbaiki diri, dan masyarakat membutuhkan jaminan bahwa hak-haknya tidak diabaikan. Ombudsman hadir sebagai jembatan yang memungkinkan keduanya bertemu pada titik proporsional, tanpa memihak secara emosional, dengan tetap menjaga integritas pengawasan.
Akhirnya, Perjalanan ini mengajarkan bahwa kualitas pelayanan publik tidak seamta-mata dibangun oleh sistem yang sempurna, tetapi oleh upaya bersama untuk menghadirkan keadilan dalam penyelenggaraannya. Transpormasi dari pelaksana menjadi pengawas membuka pandangan bahwa pengawasan bukanlah alat penekan, melainkan instrumen perbaikan berkelanjutan bagi penyelenggara layanan.
Selain itu, Satu tahun di Ombudsman RI menjadi fase pembelajaran penting mengenai bagaimana pelayanan publik bekerja sebagai sebuah ekosistem. Dari dua peran yang berbeda, dapat terlihat bahwa pelayanan yang baik dan pengawasan yang kuat merupakan dua sisi dari satu tujuan yakni memastikan negara hadir bagi masyarakat melalui layanan yang adil, transparan, dan bermartabat.
Oleh: Hapiz Jasman
(Asisten Pratama Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung)








