Sanksi "Disekolahkan" bagi Kepala Daerah dengan Pelayanan Publik Buruk
Memberikan pelayanan publik yang baik merupakan kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik di negara ini. Karena bersifat kewajiban, maka ada sanksi bagi penyelenggara yang tidak melaksanakannya. Kali ini, penulis ingin mengulas sanksi bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pelayan publik.
Sebelumnya, mari dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pelayanan publik. Menurut Pasal 1 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa "Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik".
Dari kutipan Pasal 1 tersebut, dapat dikatakan bahwa semua kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal memenuhi kebutuhan masyarakat merupakan bagian dari proses pelayanan publik. Tidak dibenarkan bagi pemerintah untuk melaksanakan kegiatan atau rangkaian kegiatan tersebut di luar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan di luar peraturan atau tidak berlandasan hukum adalah perbuatan maladministrasi.
Apa itu maladminitrasi? Berbicara tentang pelayanan publik erat kaitannya dengan maladministrasi. Maladministrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik. Maladministrasi dapat berupa penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif, permintaan imbalan, dan lainnya.
Pelayanan publik yang baik, harus memiliki standar pelayanan. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Standar pelayanan tersebut harus tertuang dalam bentuk maklumat pelayanan.
Standar pelayanan yang tertuang dalam maklumat pelayanan paling sedikit memuat tentang jenis pelayanan yang disediakan, syarat, prosedur, biaya dan waktu, serta hak dan kewajiban penyelenggara dan warga masyarakat, dan adanya satuan kerja atau unit kerja yang menjadi penanggungjawab penyelenggaraan pelayanan. Komponen tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Maklumat itulah yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah (pemda) dalam menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat. (lihat Pasal 347 UU 23/2014)
Maklumat pelayanan merupakan pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan. Dan maklumat tersebut harus ditandatangani oleh kepala daerah khusus pelayanan yang ada di pemerintah daerah. Serta wajib disampaikan kepada masyarakat secara luas.
Pasal 1 angka 16 dan 17 UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, dengan jelas disampaikan bahwa pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan pelayanan dasar masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal serta ketentuan jenis dan mutu pelayanan dasar. Urusan pelayanan dasar yang harus dipenuhi sesuai dengan Pasal 12 angka (1) UU Nomor 23/2014 diantaranya, layanan pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;Â serta urusan sosial.
Dalam hal memenuhi pelayanan dasar tersebut, pemerintah daerah wajib mengedepankan asas penyelenggaraan pelayanan yang berdasarkan kepada kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. (lihat Pasal 344 ayat 2 UU Nomor 23/2014 dan UU Nomor 25/2009).
Pemda juga diwajibkan memiliki manajemen yang benar dalam memberikan pelayanan publik (yanlik) kepada masyarakat. Manajemen yanlik yang dimaksud meliputi adanya pelaksanaan pelayanan, terdapatnya pengelolaan pengaduan dari masyarakat, dan adanya pengelolaan informasi serta pengawasan internal. Selain itu, pemda juga dituntut mempersiapkan petugas penyuluhan kepada masyarakat dan petugas pelayanan konsultasi yang berkompeten. (lihat Pasal 345 ayat 2 UU Nomor 23/2014)
Pada pelaksanaanya, pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemda tidak boleh berbelit-belit. Pemda diwajibakn untuk melakukan penyederhanaan jenis, mutu dan prosedur layanan publik supaya tercapai peningkatan mutu pelayanan dan daya saing daerah. Untuk mewujudkan penyederhanaan layanan, pemda diberi kewenangan untuk membuat aturan dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Pemda juga dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik (lihat Pasal 349 UU Nomor 23/2014). Selain itu, untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan antara pengguna layanan dengan penyelenggaraan layanan publik, diwajibkan kepada pemda untuk mengumumkan informasi pelayanan publik kepada masyarakat secara luas yang berbentuk maklumat pelayanan tadi.
Menurut Pasal 348 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2014, dijelaskan bahwa bagi kepala daerah yang tidak mengumumkan informasi tentang pelayanan publik berupa maklumat pelayanan publik akan dikenai sanksi administratif. Sanksi tersebut dapat berupa teguran tertulis oleh menteri untuk gubernur, dan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk bupati/wali kota. Pada ayat 2 ditegaskan lagi, apabila teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 telah disampaikan dua kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan, maka kepala daerah diwajibkan mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh kementerian.
Dengan demikian akan ada sanksi bagi kepala daerah jika tidak menjalankan fungsi pelayanan publik dengan baik. Kepala daerah akan "disekolahkan" lagi untuk mendalami bidang pemerintahan, karena dianggap tidak cakap dan tidak memenuhi kompetensi sebagai kepala daerah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pelayanan publik.
Oleh : Saiful Roswandi, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jambi