• ,
  • - +

Artikel

Red Flag Sektor Pelayanan Publik Indonesia
• Selasa, 02/05/2023 •
 
Fauziah Kurniati - Calon Asisten Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bengkulu.

Akhir-akhir ini penggunaan istilah red flag  santer terdengar di jagat dunia maya, terutama pada kanal media sosial TikTok, Instagram, dan Twitter. Lantas, apa makna sesungguhnya dari istilah tersebut? Kata red flag  berasal dari bahasa inggris yang bermakna "bendera merah", namun istilah tersebut justru dimaknai berbeda oleh para pengguna TikTok, Instagram maupun Twitter. Dilansir dari laman Collins Dictionary, red flag memiliki makna sebagai kata yang menunjukkan kondisi berbahaya atau tanda bahwa sesuatu seharusnya dihentikan sehingga dengan kata lain, istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang mencurigakan atau membahayakan. Kata ini pun sering digunakan dalam berbagai konteks, mulai dari hubungan pertemanan, percintaan, bisnis bahkan sektor pelayanan publik.

Red flag pada sektor pelayanan publik dianggap menjadi masalah dan membahayakan sehingga berdampak pada kualitas layanan. Mengapa kualitas pelayanan publik perlu mendapatkan perhatian khusus? Sebab, negara berkewajiban untuk melayani setiap warga negara dan penduduk guna memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Dalam hal pengelolaan pengaduan pelayanan publik, pihak penyelenggara pelayanan publik memiliki kewajiban untuk menerima dan merespons pengaduan, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 Ayat (2) Undang-Undang Pelayanan Publik. Lalu, red flag apa saja yang terjadi dalam proses penanganan pengaduan tersebut? Dilansir dari laman databoks.katadata.co.id menyebutkan hasil survei Populi Center yang dilakukan terhadap 1.200 responden berusia 17 tahun ke atas atau yang sudah menikah menyatakan bahwa masalah utama pelayanan publik yang dikeluhkan oleh masyarakat sebagai pengguna layanan yaitu persyaratan berbelit sebanyak 11.4%, kemudian 11.3% terkait pelayanan yang lambat, lalu terdapat 9.7% responden menyatakan pelayanan publik yang diberikan kurang transparan. Selanjutnya, sebanyak 9.3% responden menyatakan birokrasi berbelit, 8.6% berpendapat bahwa sarana dan prasarana yang tidak memadai,  biaya mahal 8.4%, pelayanan tidak sesuai   6.2%, pungutan liar 4.8%, ketidakjelasan prosedur 3.8%, tidak responsif terhadap pengaduan (3,6%), kualitas/kompetensi sumber daya manusia rendah (3%), dan perilaku pelayanan kurang ramah (2,7%). Sementara sebanyak 5.1% responden mengatakan masalah lainnya dan 12.3% responden tidak tahu/tidak menjawab.

Selain itu, red flag sektor pelayanan publik juga berhasil dihimpun oleh Ombudsman Republik Indonesia melalui "Penilaian Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik" Tahun 2022. Penilaian tersebut berfokus pada empat dimensi diantaranya dimensi input, proses, output, dan pengaduan. Dimensi input terdiri dari variabel penilaian kompetensi pelaksana dan pemenuhan sarana prasarana pelayanan. Dimensi proses terdiri dari variabel standar pelayanan publik, sementara dimensi output terdiri dari variabel penilaian persepsi maladministrasi, dan dimensi pengaduan terdiri dari variabel pengelolaan pengaduan. Berdasarkan hasil penilaian dari seluruh dimensi tersebut, masih terdapat sekitar 10.92% atau 64 pelayanan publik dengan kualitas rendah di tingkat kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah.

Selanjutnya, Mohammad (2003) menyatakan bahwa kualitas pelayanan publik tergantung pada aspek pola pelaksanaan, dukungan sumber daya manusia, dan manajemen kelembagaan. Dilihat dari sisi pola pelaksanaan, pelayanan publik memiliki berbagai kelemahan diantaranya kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, bikrokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan inefisiensi. Dilihat dari sumber daya manusia, kelemahan utamanya berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati, dan etika. Sementara jika dilihat dari sisi manajemen kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat penuh dengan hierarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi.

Berdasarkan berbagai catatan red flag sektor pelayanan publik di atas, mayoritas penyebab red flag  dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia sehingga sudah seharusnya poin-poin tersebut menjadi bahan evaluasi dan monitoring secara berkala oleh pihak penyelenggara pelayanan publik agar kualitas pelayanan publik setiap tahunnya pun terus membaik. Di sisi lain, penyelenggara pelayanan publik juga harus terus melakukan upaya peningkatan kapasitas kepada para petugas pengelola pengaduan dengan pelatihan-pelatihan yang mendukung dan mampu menjawab harapan masyarakat di era sekarang, era yang penuh dengan gempuran teknologi, dimana kecepatan dan profesionalitas menjadi dua hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. 

Fauziah Kurniati - Calon Asisten Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bengkulu.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...