• ,
  • - +

Artikel

Rapor Pelayanan Publik Polres se-NTT
• Senin, 06/02/2023 •
 
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton

Tahun 2022 lalu, Ombudsman Republik Indonesia telah melakukan penilaian tingkat kepatuhan Standar Pelayanan Publik secara serentak terhadap  25 kementrian, 14 lembaga, 34 pemerintah provinsi, 98 pemerintah kota dan 415 kabupaten, termasuk diantaranya penilaian terhadap 21 Polres se-NTT. Penilaian dilakukan selama periode Agustus-November 2022 dan pengambilan data bagi seluruh Polres dilaksanakan oleh tim penilai dari Kantor Perwakilan Ombudsman NTT. Hasil penilaian tersebut diserahkan kepada kementrian/lembaga dan pemerintah daerah  yang memperoleh predikat kepatuhan tinggi, antara lain 21 kementerian, 9 lembaga, 19 provinsi, 53 kota dan 170 kabupaten pada hari Kamis  (22/12/2022) bertempat di Hotel Bidakara Jakarta. Penilaian penyelenggaraan pelayanan publik ini merupakan salah satu upaya pencegahan maladministrasi dengan menilai kondisi penyelenggaraan pelayanan publik secara komprehensif dimana menghasilkan opini pengawasan pelayanan publik yang dijadikan acuan kualitas pelayanan kepolisian. 

Sesuai rencana, Ombudsman NTT akan menyerahkan hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik 21 polres tahun 2022 tersebut kepada Kapolda NTT untuk diserahkan lebih lanjut ke polres-polres yang mendapat skor penilaian tertinggi dan tinggi. Ombudsman NTT memandang perlu berkomunkasi dengan seluruh polres terkait apa saja yang menjadi variabel penilaian dan seperti apa hasil penilaian terhadap unit pelayanan di polres-polres. Ombudsman NTT sangat berharap reaksi positif bagi polres-polres yang masih mendapat skor penilaian rendah dan memiliki semangat untuk keluar dari skor rendah, serta menjadikan hasil survei sebagai bahan evaluasi guna perbaikan pelayanan polres pada masa yang akan datang.

Kepatuhan Standar Pelayanan Publik

Polri memiliki Program "PRESISI" yang ingin membangun  polisi yang  prediktif, responsibilitas, transparansi dan berkeadilan. Program PRESISI dilaksanakan melalui 16 program prioritas yang salah satu diantaranya adalah peningkatan pelayanan publik Polri. Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 mengamanatkan kepada Ombudsman RI agar berkomitmen bekerja secara maksimal mendorong pemerintah agar selalu hadir  dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Dalam rangka melakukan fungsi pengawasan tersebut, Ombudsman melakukan penilaian tingkat kepatuhan di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.  Hal ini sejalan dengan prioritas nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.  Penilaian kepatuhan bertujuan mengingatkan kewajiban penyelenggara negara agar memberikan layanan terbaik kepada masyarakat dengan memenuhi komponen standar pelayanan  sesuai Pasal 15 dan bab V Undang-Undang Pelayanan Publik.

Dalam penilaian kepatuhan tahun 2022, Ombudsman mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar meningkatkan kualitas pelayanan publik baik dari pemenuhan standar pelayanan, sarana prasarana, kompetensi penyelenggara layanan dan pengelolaan pengaduan. Hasil penilaian diklasifikasikan dengan menggunakan traffic light system, yakni zona merah untuk tingkat kepatuhan rendah, zona kuning untuk tingkat kepatuhan sedang, dan zona hijau untuk tingkat kepatuhan tinggi. Pengabaian terhadap standar pelayanan publik akan berpotensi menimbulkan maladministrasi  dan perilaku koruptif yang tidak hanya dilakukan aparatur pemerintah secara individual  namun juga secara sistematis melembaga dalam instansi pelayanan publik tersebut. Dalam jangka panjang pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi mengakibatkan penurunan kredibilitas peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan katalisator pembangunan.

Hasil Penilaian Polres se-NTT

Khusus Kepolisian Daerah NTT, Ombudsman NTT telah mengunjungi dan menilai 21 polres. Dari 21 polres tersebut, terdapat satu polres yang memperoleh skor kualitas tertinggi kategori A dengan interval nilai 88.00-100.00, yaitu Polres Manggarai dengan skor 88.73. Hasil penilaian ini linear dengan statistik pengaduan masyarakat ke Ombudsman NTT selama dua tahun terakhir yang mencatat Polres Manggarai zero complain. Pun demikian pengaduan masyarakat ke Itwasda Polda NTT terkait layanan Polres Manggarai yang terkonfirmasi minim komplain.   Diikuti lima polres yang memperoleh skor kualias tinggi kategori B dengan interval nilai 78.00-87.99, antara lain Polres Kupang Kota dengan skor 86.23, Polres Sumba Timur dengan skor 82.04, Polres Belu dengan skor 81.34, Polres Lembata dengan skor 79.04, dan Polres Flores Timur dengan skor 78.07.

Terdapat 14 polres yang memperoleh skor kualitas sedang kategori C dengan interval nilai  54.00-77.99, antara lain Polres Ende dengan skor 68.52, Polres Kupang dengan skor 71.59, Polres Malaka dengan skor 68.06, Polres Manggarai Timur dengan skor 61.22, Polres Ngada dengan skor 69.43, Polres Rote Ndao dengan skor 63.8, Polres Sabu Raijua dengan skor 63.37, Polres Sikka dengan skor 76.5, Polres Sumba Barat dengan skor 69.18, Polres Sumba Barat Daya dengan skor 77.62, Polres Timor Tengah Selatan dengan skor 67.84, Polres Timor Tengah Utara dengan skor 72.15, Polres Manggarai Barat dengan skor 72.15, dan Polres Alor dengan skor 68.49. Sementara Polres Nagekeo adalah satu-satunya polres yang memperoleh penilaian kualitas rendah kategori D dengan interval nilai 32.00-53.99  dengan skor 49.62. Hasil ini menunjukkan adanya perubahan yang cukup baik dari hasil survei sebelumnya pada tahun 2021, yang masih ditemukan banyak polres dengan hasil penilaian kepatuhan rendah.

Adapun beberapa polres yang belum memperoleh skor penilaian tinggi dan tertinggi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut, pertama, polres belum menyajikan informasi standar pelayanan secara elektronik, baik itu melalui laman resmi polres maupun media elektronik lain, termasuk sosial media. Kedua, polres belum memiliki standar pelayanan atas jenis layanan yang diselenggarakan. Ketiga, polres belum memiliki sarana dan sistem pelayanan bagi pengguna layanan yang berkebutuhan khusus. Keempat, polres belum memiliki sistem pengelolaan pengaduan sarana, mekanisme prosedur dan pejabat pengelola pengaduan. Kelima, polres belum memiliki sarana pengukuran kepuasan masyarakat. Keenam, Anggota Polres belum memiliki pengetahuan dasar terkait pelayanan publik. Ketujuh, polres belum memiliki kecukupan sumber daya manusia (SDM) maupun sarana prasarana penunjang pelayanan publik.

Saran Perbaikan

Dalam upaya mempercepat kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik  dan meningkatkan efektifitas pelayanan publik, Ombudsman NTT memberikan beberapa saran kepada para kapolres antara lain, pertama, mendorong unit layanan agar memiliki sistem informasi pelayanan publik secara elektronik. Kedua, mendorong pimpinan unit layanan agar menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ketiga, mendorong unit layanan agar menyediakan sarana dan sistem pelayanan bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus. Keempat, mendorong unit layanan agar menyediakan sistem pengelolaan pengaduan berupa sarana/saluran, mekanisme prosedur dan menunjuk pejabat pengelola pengaduan masyarakat. Kelima, mendorong unit layanan agar menyediakan sarana pengukuran kepuasan masyarakat dan rutin melakukan survei untuk mendapatkan masukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan. Keenam, mendorong anggota pada unit masing-masing agar memiliki pemahaman dan pengetahuan terhadap konsep-konsep dasar pelayanan publik. Ketujuh, mendorong pemenuhan SDM dan sarana prasarana penunjang pelayanan publik di seluruh unit layanan.

 

Oleh:

Darius Beda Daton, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...