Problematika Pemenuhan Anggaran oleh Satuan Pendidikan yang Diselenggarakan Pemerintah/Pemerintah Daerah
Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Tengah dalam tahun 2022 menindaklanjuti 16 laporan substansi pendidikan terkait problematika pungutan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Hal ini bertentangan dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Larangan
pungutan disebutkan lebih lanjut dalam Pasal
9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012
tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar, bahwa satuan
pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah
daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan dasar. Namun, di lapangan yang
terjadi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah
tetap memberlakukan pungutan tersebut dengan berbagai dalih dan argumen bahwa
bukan satuan pendidikan yang melakukan pungutan namun komite sekolah atas
kesepakatan dengan orang tua/wali murid yang kemudian diberlakukannya pungutan
tersebut dalam bentuk sumbangan.
Maraknya
pungutan di satuan Pendidikan terkait kebutuhan realisasi program-program,
renovasi dan pembangunan gedung, pembelian buku pendamping dan seragam sekolah,
pada praktiknya dilakukan melalui pungutan liar. Hal ini dapat dilihat dari adanya 16 pengaduan
masyarakat terkait pungutan dari 164 pengaduan yang diterima dan
ditindaklanjuti ditahap pemeriksaan oleh Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah hingga
akhir September 2022. Pengaduan mengenai pungutan dimaksud menunjukkan bahwa adanya satuan pendidikan di beberapa kabupaten yang
dilaporkan oleh orang tua/wali murid berkenaan
dugaan maladministrasi penyimpangan prosedur dengan beberapa hal diantaranya, adanya sumbangan yang
ditentukan jangka waktu dan jumlahnya yang memberatkan orang tua/wali murid
(pungutan liar), pembelian seragam sekolah di satuan pendidikan yang nominalnya
memberatkan orang tua/wali murid, pengadaan/pembelian buku pendamping siswa
yang memberatkan orang tua/wali murid, bahkan adanya intimidasi kepada orang
tua/wali murid yang menyampaikan laporan.
Pungutan dan Sumbangan
Sebagaimana Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, bahwa pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. Sedangkan sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
Pada umumnya, satuan pendidikan menyangkal
melakukan pungutan, dengan dalih yang melakukan pungutan adalah komite sekolah.
Selanjutnya komite sekolah menyampaikan bahwa yang terjadi adalah sumbangan
yang telah mendapatkan kesepakatan dalam rapat pertemuan orang tua/wali murid
untuk dapat merealisasikan program-program dan kegiatan yang telah disampaikan
oleh kepala sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah selaku pemimpin, pemegang
kewenangan dalam satuan pendidikan juga turut andil dalam terjadinya pungutan di
satuan pendidikan yang dipimpinnya. Umumnya dilakukan, awalnya kepala sekolah menyampaikan dalam penyampaian
program-program dan prestasi-prestasi sekolah, yang tujuannya untuk menarik rasa memiliki bersama oleh orang
tua/wali murid, selanjutnya komite sekolah menyampaikan kepada orang tua/wali murid
sehingga berujung pada kesepakatan-kesepakatan yang dijadikan dasar penarikan
sumbangan dengan jumlah yang ditentukan besarannya dan waktu pembayarannya yang
terjadi di satuan pendidikan tersebut.
Bahwa Pasal
197 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan
menyatakan anggota komite
sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 orang, terdiri atas
unsur orang tua/wali peserta didik paling banyak 50%, tokoh
masyarakat paling banyak 30%, dan pakar pendidikan yang
relevan paling banyak 30%. Coba introspeksi kembali kepada
satuan pendidikan, apakah telah memenuhi ketentuan tersebut. Apabila
unsur-unsur tersebut telah terpenuhi maka segala problematika di satuan pendidikan terkait pungutan, pengadaan buku pendamping dan seragam tidak akan
terjadi di satuan pendidikan. Itulah pentingnya menyertakan orang tua/wali
murid dalam pembentukan komite, tidak hanya menyertakan orang tua/wali murid
ketika akan melakukan penarikan dana.
Komite sekolah sebagaimana ketentuan Pasal 3 Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah dapat menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik
perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif. Masyarakat dalam hal ini
sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor
48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2), yang dimaksud masyarakat adalah peserta didik, orang tua atau wali peserta didik.
Selanjutnya dipertegas kembali dalam Pasal 10 ayat (2) bahwa penggalangan dana dan
sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan
dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk
bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Penjualan Buku Pendamping dan Seragam di Satuan Pendidikan
Tidak semua masyarakat berani melapor mengenai hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan dikarenakan kekhawatiran. Sistem pendidikan nasional telah menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Di sinilah pentingnya partisipasi masyarakat dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik, khususnya layanan dasar di bidang pendidikan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 181 huruf a, huruf c, dan huruf d Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan, bahwa pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun
kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan
ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan,
melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencederai
integritas evaluasi hasil belajar peserta didik, dan melakukan pungutan kepada
peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, dalam Pasal 198 huruf a, huruf c, dan huruf e, dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/madrasah, baik perseorangan
maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan
bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan
dan mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung
atau tidak langsung, melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas
satuan pendidikan secara langsung atau tidak langsung.
Berdasarkan ketentuan tersebut telah jelas dan terang
bahwa jual beli terhadap buku pendamping maupun seragam di satuan pendidikan
tidak diperbolehkan, karena secara langsung maupun tidak langsung selain
mencederai integritas satuan pendidikan tanpa disadari hal ini sangat mengganggu
psikologis siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Keadaan
psikologis inilah yang acap kali dikesampingkan oleh satuan pendidikan yang
melakukan penjualan buku dan seragam sekolah, dengan dalih tidak memaksa atau
tidak ada paksaan, namun ketika seorang murid tidak memiliki buku maupun
seragam yang berbeda dengan yang telah dimiliki oleh siswa lainnya yang membeli
di satuan pendidikan, tetap ada suatu tekanan psikologis dalam pikirannya.
Inilah mengapa menjadi perhatian penting bagi satuan pendidikan apabila akan
melakukan penjualan buku pendamping tertentu dan seragam di satuan pendidikan,
seragam dalam hal ini dapat dikecualikan untuk seragam khas sekolah seperti
batik khas dan seragam olah raga.
Pemenuhan Anggaran Satuan Pendidikan
Dari uraian di atas, kebijakan diawali adanya suatu kewenangan seseorang atas kedudukan dan jabatannya. Kewenangan merupakan satu landasan seseorang dapat dibenarkan melakukan tindakan atau perbuatan dalam bentuk apapun, kebijakan tersebut haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, memiliki makna bahwa tindakan dalam bentuk apa pun dilakukan oleh siapa pun harus sesuai dengan asas legalitas, terlebih kepada penyelenggara negara dan penyelenggara pendidikan. Disebutkan ada 13 prinsip negara hukum Indonesia menurut Jimly Asshiddiqie, yang merupakan pilar utama yang menjaga berdiri tegaknya suatu negara modern sehingga dapat disebut negara hukum, salah satunya adalah asas legalitas yang makna umumnya setiap perbuatan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Problematika sumbangan, pungutan, pengadaan buku
pendamping dan seragam di satuan pendidikan sebagaimana prinsip negara hukum dan
asas legalitas, bahwa kewenangan melakukan tindakan hukum di satuan pendidikan
maka harus berdasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, bukan didasarkan atas kehendak para pihak. Terhadap satuan pendidikan
yang melakukan penarikan sumbangan yang ditentukan jumlah dan waktunya terhadap
orang tua/wali peserta didik atas dasar kesepakatan, implementasinya memenuhi
unsur nominal dan waktu yang ditentukan, dengan demikian pungutan dalam bentuk
sumbangan dengan dalih kesepakatan tersebut bertentangan dengan aturan hukum
yakni Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan, Pasal 9 ayat (1) Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 jo Pasal 10 Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Menjadi penekanan bahwa, baik ketentuan
Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 dan Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite
Sekolah terkait sumbangan di satuan pendidikan tidak boleh membebani
dan melibatkan orang tua/wali murid yang
tidak mampu secara ekonomi.
Pencegahan Pungutan di Satuan Pendidikan
Menghentikan pungutan liar dalam penyelenggaraan pendidikan tidak semudah pada praktiknya, untuk itu pemerintah daerah perlu meningkatkan fungsi pencegahan melalui Tim Satgas Saber Pungli yang dibentuknya, sebagaimana Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, Tim Satgas Saber Pungli yang ada di setiap kab/kota lebih masif dalam melakukan fungsi-fungsi pencegahan, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat melakukan pengawasan dan pembinaan serta sosialisasi kepada seluruh penyelenggara pendidikan tentang ketentuan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 dan Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, agar penyelenggara pendidikan khususnya kepala sekolah harus dapat memahami dan mengerti dengan baik substansi Permendikbud tersebut, selanjutnya satuan pendidikan secara berkelanjutan menyosialisasikan kepada komite sekolah, orang tua/wali murid mengenai amanah dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 dan Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. (krh)
Penulis: Kun Retno Handayani
Asisten Pemeriksaan Laporan Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah
HP: (081320787358)