Problematika Hak Tenaga Honorer
Tenaga honorer menjadi salah satu Pelapor yang aktif menyampaikan aduannya ke Ombudsman, bahkan menjadi salah satu laporan yang cenderung berulang, khususnya tentang pemberhentian kontrak secara sepihak oleh pemerintah daerah, sebagai pemberi kerja. Di tahun 2021, tenaga honorer (guru) juga turut menyampaikan pengaduannya terkait kepesertaan BPJS Kesehatan yang tidak aktif, karena terdapat kendala dalam pembayaran iuran dari pihak pemberi kerja (salah satu pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Selatan). Tak hanya masalah BPJS Kesehatan yang tak aktif, masalah lain yang dialami tenaga honorer adalah belum didaftarkannya semua tenaga honorer sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan oleh pemerintah daerah. Disadari, bahwa mengakomodir dan merealisasikan hak-hak tenaga honorer bukan perkara mudah, mengingat jumlahnya yang tak sedikit, belum lagi proses masuk dan keluarnya tenaga kontrak juga sangat tak bisa diprediksi, begitu dibutuhkan maka akan dilakukan rekrutmen, jika posisi sudah diisi oleh ASN, maka besar kemungkinan tenaga honorer akan diberhentikan.
Upaya pemerintah daerah yang telah mengikutsertakan sebagian tenaga honorer pada program BPJS Keteenagakerjaan, khususnya jaminan kecelakaan kerja dan jiwa, merupakan langkah yang patut diapresiasi, karena berarti menunjukkah bahwa pemerintah daerah memberikan perhatian dan paham akan kewajibannya sebagai pemberi kerja. Sebagaimana UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, bahwa pemberi kerja, baik berbentuk perorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lain, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan tenaga kerja/pegawai wajib untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti, dalam hal ini adalah jaminan kecelakaan kerja dan jiwa, yang berada di BPJS Ketenagakerjaan. Jika dilihat dalam konteks hak asasi manusia, tentunya setiap pekerja, tak melihat bahwa apakah pekerja tersebut, sebagai pekerja tetap, ataupun honorer, keduanya mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan jaminan sosial. Hal ini tak hanya amanat dari UU Sistem Jaminan Sosial saja, namun mendapat mandat langsung dari UUD NRI 1945 yang merupakan hukum tertinggi di Indonesia.
Lantas bagaimana dengan tenaga honorer yang masih belum didaftarkan? Apakah lantas berarti Pemerintah Daerah tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pemberi kerja? Penulis ingin mengajak pembaca untuk mencoba menjawab pertanyan tersebut. Masih ada tenaga honorer belum didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, bukan berarti pemerintah daerah tidak memberikan perhatian, tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pemberi kerja, namun dikarenakan memang terdapat kendala dari segi ketersediaan alokasi anggaran daerah. Sehingga mau tak mau pendaftaran tenaga hororer dilakukan secara bertahap.
Hal yang menjadi urgent dalam hal ini adalah bagaimana prosesnya? Apakah proses pendaftaran tenaga honorer sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sudah transparan, dan diketahui oleh seluruh tenaga honorer? Hal ini penting, karena menyangkut dengan informasi yang valid, yang dapat dipegang oleh tenaga honorer yang masih waiting list, agar ada kepastian kapan kira-kira akan didaftarkan menjadi peserta BPJS Keteranagakerjaan. Jika dilihat dari jumlah, menurut Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel (dari salah satu media pemberitaan), 2.600 tenaga honorer sudah diikutkan dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan jumlah tenaga honorer di lingkup Pemprov Kalsel berjumlah 6.000 orang, sehingga masih terdapat 3.400 tenaga honorer yang masuk waiting list.
Setidaknya dibutuhkan keterbukaan informasi dalam proses pendaftaran, dari ketersediaan anggaran di tahun-tahun mendatang, kira-kira tenaga honorer yang masih waiting list, dapat didaftarkan di tahun berapa. Agar isu pendaftaran kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tersebut tak menjadi isu negatif, yang dapat berdampak bagi citra baik pemerintah daerah. Bahkan jika dimungkinkan, waiting list pendaftaran tenaga honorer tersebut dapat diakses dengan mudah oleh tenaga honorer, agar menjadi dokumen yang berfungsi sebagai pengingat, bahwa pemerintah daerah masih memiliki "hutang" tanggung jawab, untuk mendaftarkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tenaga honorer.
Hal lain yang tak kalah penting adalah apakah ada dasar pertimbangan dalam pendaftaran tenaga honorer, mengapa ada yang didaftarkan lebih dahulu dan mengapa ada yang akan didaftarkan kemudian? Mengingat tujuan diselenggarakannya jaminan kecelakaan kerja adalah untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Serta jika dilihat dalam konteks bekerja, semua pekerja memiliki potensi untuk mengalami kecelakaan kerja, mengingat lingkup dari kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Bahwa memang tenaga honorer yang sudah terdaftar sebagai peserta, bekerja di Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Disnakertrans Kalsel, dan tenaga honorer yang menjadi prioritas adalah tenaga honorer yang bekerja sebagai anggota Tagana Dinsos Kalsel, Anggota Satpol PP. Sejumlah dinas tersebut memang memiliki potensi kecelakaan kerja yang cukup tinggi, karena terlibat langsung dalam proses penanggulangan bencana, berhadapan langsung dalam konteks penertiban perda, yang juga berhadapan langsung dengan masyarakat, yang terkadang dalam konteks penertiban perda dapat berperilaku anarkis secara refleks, dalam rangka mempertahankan apa yang dirasa memang haknya. Namun dalam konteks penentuan prioritas juga perlu dilakukan secara transparan, baik dalam segi pemilihan lokasi SKPD tempat tenaga honorer bekerja, ataupun melihat potensi dalam melakukan hubungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Agar semua tenaga honorer memiliki kesempatan yang sama. Semoga ke depannya pemasukan daerah semakin tinggi, sehingga pemerintah daerah dapat mempercepat proses pendaftaran tenaga honorer menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, dan diberikan kepastian informasi dalam hal pendaftaran kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tenaga honorer tersebut.
Zayanti Mandasari, S.H., M.H.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan