• ,
  • - +

Artikel

Problematika Bantuan Sosial dan DTKS
• Kamis, 27/06/2024 •
 
Maulana Achmadi - Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan

Seringkali kita mendengar masih ada warga tidak mampu yang belum pernah mendapatkan bantuan sosial di suatu pelosok daerah, namun tidak tahu apa yang harus dilakukan agar bisa mendapatkan bantuan sosial. Di sisi lain, penyaluran bantuan sosial masih sering ditemukan tidak tepat sasaran, justru tersalurkan kepada orang-orang yang ternyata mampu secara finansial, jauh dari kategori miskin.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai, bantuan sosial didefinisikan sebagai bantuan berupa uang, barang, atau jasa kepada seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial. Selanjutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, menjelaskan bahwa belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.

Menurut data yang pernah dipublikasikan oleh Ombudsman Tahun 2021 yang lalu, setidaknya terdapat beberapa permasalahan dalam penyaluran bantuan sosial. Permasalahan tersebut antara lain: terkait keberadaan mitra penyaluran bantuan sosial yang tidak merata di sejumlah desa. Hal tersebut menjadi kendala penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat di wilayah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T). Selanjutnya, alur pendaftaran sebagai calon penerima bantuan sosial, yang rumit serta cenderung berlarut-larut. Hal tersebut umumnya terjadi karena keterbatasan anggaran serta kompetensi SDM. Selanjutnya, informasi terkait jenis serta mekanisme bantuan yang dapat diakses oleh masyarakat masih sangat minim, sehingga masih banyak masyarakat yang tidak tahu.

Di sisi lain, Kementerian Sosial maupun Dinas Sosial di daerah belum melakukan pengelolaan pengaduan dengan maksimal. Beberapa kali Ombudsman menemukan kondisi unit pengelolaan pengaduan bukan saja tidak optimal, tetapi juga tidak dipublikasikan, sehingga tidak diketahui oleh masyarakat.

Permasalahan lainnya, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai data utama penerima bantuan sosial belum sepenuhnya valid. Masih ditemukan data penerima bansos yang ternyata telah meninggal dunia, namun masih tercatat pada data. Fakta lainnya, tidak sedikit temuan di lapangan bahwa penerima bantuan sosial ternyata adalah orang yang seharusnya tidak berhak menerima, ada PNS, Kepala Desa, bahkan Direktur.

Berbicara tentang bantuan sosial, tidak dapat terlepas dari DTKS, yakni data induk yang sangat krusial, yang berisi data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial penerima bantuan dan pemberdayaan sosial. DTKS merupakan data penting yang menjadi dasar acuan dalam pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial. DTKS menggunakan basis data kependudukan, baik Nomor Induk Kependudukan (NIK) maupun Kartu Keluarga (KK) yang terhubung dengan berbagai database berbagai instansi atau lembaga terkait.

Mengatasi beberapa problematika di atas, saat ini DTKS sudah dapat dilakukan pemutakhiran secara berkala setiap bulan oleh pemerintah daerah, guna mengurangi exclusion error maupun inclusion error, sehingga dari hal tersebut dapat terjadi penambahan atau pengurangan data. Seseorang atau Keluarga Penerima Manfaat dapat keluar dari DTKS karena beberapa sebab, antara lain: pertama, berdasarkan hasil penandaan ketidaklayakan daerah, kedua, berdasarkan hasil pemadanan NIK oleh Kementerian Sosial dengan basis data yang lain; ketiga, berdasarkan hasil pemadanan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat, serta berdasarkan informasi dari Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian Sosial guna berbaikan kualitas DTKS dan ketepatan penerima bantuan, salah satunya adalah dengan melakukan pemadanan DTKS dengan beberapa data instansi lain yang terkait. Hingga saat ini sudah ada beberapa database yang dipadankan dengan DTKS agar data yang tersedia semakin terjamin validitasnya, antara lain: BPJS Ketenagakerjaan, pemadanan data dengan BPJS Ketenagakerjaan ini guna mendapatkan informasih terkait anggota keluarga berstatus pekerja yang memiliki gaji di atas Upah Minimum Provinsi. Berikutnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini untuk mendapatkan informasi terkait anggota keluarga yang terdaftar sebagai pengelola perusahaan, baik berupa Perseroan Terbatas (PT) atau Commanditaire Vennootschap (CV).

Selanjutnya Badan Kepegawaian Nasional (BKN), pemadanan data dengan BKN ini dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait anggota keluarga yang berstatus sebagai ASN/TNI/POLRI, dan terakhir dengan Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pemadanan data tersebut dilakukan guna mendapatkan informasi terkait anggota keluarga yang terdata sebagai penerima tunjangan sertifikasi.

Dari upaya pemadanan data tersebut, pada awal September 2023 lalu Kementerian Sosial mengklaim telah berhasil menyelamatkan uang negara hingga Rp523 miliar, setelah memperbaiki data penerima bantuan sosial. Setidaknya ada 2.284.992 keluarga penerima manfaat (KPM) yang dikeluarkan dari DTKS. Selain itu, Kemensos dan Pemerintah Daerah juga berhasil memperbaiki 41.377.528 data dan telah diterima 21.072.271 data usulan baru. Dengan perincian, 15.294.921 jiwa yang sudah mendapatkan bantuan sosial dan 4.473.332 jiwa yang diusulkan masuk DTKS.

Kembali ke mekanisme awal, sebelum seseorang atau suatu keluarga mendapatkan bantuan, namanya harus terlebih dahulu masuk dalam DTKS. Untuk dapat masuk atau terdaftar dalam DTKS sendiri, ada tiga cara, yaitu: melalui hasil musyawarah kelurahan, berdasarkan penetapan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia, dan dengan usul mandiri.

Untuk memastikan seorang penerima bantuan yang akan diusulkan menerima bantuan memang benar-benar pihak yang tepat dan layak menerima bantuan, Dinas Sosial tentu harus melakukan verifikasi dengan ketat. Tidak semua usulan warga yang mengaku atau diajukan sebagai warga yang tidak mampu, dapat diakomodir untuk dapat masuk sebagai KPM dalam DTKS.

Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor Kepmensos 262/HUK/2022, terdapat beberapa kriteria fakir miskin yang dapat didaftarkan dalam DTKS, yakni: Tidak mempunyai tempat berteduh/tempat tinggal sehari-hari; atau jika memiliki tempat tinggal, Kepala keluarga atau pengurus kepala keluarga yang tidak bekerja; pernah khawatir tidak makan atau pernah tidak makan dalam setahun; pengeluaran kebutuhan makan lebih besar dari setengah pengeluaran; tidak ada pengeluaran untuk pakaian selama satu tahun terakhir; tempat tinggal sebagian besar berlantai tanah dan atau/plesteran; tempat tinggal sebagian besar berdinding bambu, kawat, papan kayu, terpal, kardus, tembok tanpa diplester, rumbia atau seng; tidak memiliki jamban sendiri atau menggunakan jamban komunitas; dan sumber penerangan berasal dari listrik dengan daya 450 VA atau bukan listrik.

Syarat tersebut sudah cukup ketat mengatur kriteria calon penerima bantuan yang akan dimasukkan dalam (379) DTKS. Namun masih ditemukan oknum yang dengan kuasanya mengintimidasi petugas Dinas Sosial untuk memaksakan seseorang dapat masuk ke DTKS. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan dasar hukum teknis yang dapat memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan petugas teknis di Dinas Sosial dalam memproses pengajuan calon KPM ke DTKS. Salah satunya adalah pemenuhan standar pelayanan untuk pengusulan DTKS, termasuk persyaratan, prosedur, jangka waktu, dll. Adanya persyaratan dan prosedur baku yang sah akan menjaring calon KPM sesuai aturan, dan dapat menjadi tameng pelindung bagi petugas teknis Dinas Sosial, jika ada oknum yang mencoba memaksakan seseorang untuk dapat masuk dalam DTKS.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah guna memperbaiki kualitas DTKS, dan penyaluran bantuan sosial. Sebagian diantaranya mungkin dapat langsung dirasakan dampaknya, namun sebagian mungkin tidak dapat langsung berdampak secara instan, karena memang harus berproses. Namun demikian, penyempurnaan perbaikan DTKS dari waktu ke waktu harus terus dilakukan, agar data calon KPM calon penerima bantuan sosial semakin valid dan tepat sasaran dalam penyalurannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...