Petugas Lalai, Vaksin Terbengkalai
Pemberian Vaksin Covid-19 terus digenjot oleh pemerintah, sebagai upaya meningkatkan imunitas masyarakat secara keseluruhan, terhadap virus Covid-19 yang masih merebak di tanah air. Saking dirasa pentingnya vaksin, hingga dijadikan syarat dalam beberapa akses pelayanan publik, seperti layanan transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Hal ini dilakukan agar masyarakat turut aktif untuk divaksin Covid-19, karena jika tak vaksin, maka kemungkinan besar masyarakat tak akan bisa mengakses beberapa layanan yang mengharuskan pengguna menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19nya.
Tak hanya menjadikan syarat pada layanan tertentu, pemerintah melalui berbagai instansi juga berinovasi agar masyarakat tertarik untuk divaksin, dengan cara membagi sembako setelah masyarakat divaksin. Tentu saja hal ini disambut baik oleh masyarakat, mengingat belakangan ini hampir semua harga kebutuhan pokok naik meroket. Cara-cara pemberian vaksin juga semakin inovatif, petugas vaksinasi Covid-19 tak hanya berdiam diri pada satu titik (di puskesmas misalnya), namun juga melakukan vaksinasi secara mobile, baik ke sekolah-sekolah untuk sasaran vaksinasi anak, pada pos-pos razia kendaraan bermotor, ataupun di tempat-tempat strategis yang mudah dijumpai oleh masyarakat.
Banyaknya target vaksinasi yang harus dicapai oleh petugas vaksinasi, tentu menjadi tantangan tersendiri dari petugas. Bahkan sempat beberapa kali menjadi pemberitaan nasional, fenomena petugas meyuntikkan vaskin kosong, dilansir alasannya karena petugas kelelahan, dan akhirnya meminta maaf atas kelalaian yang dilakukannya. Tak hanya itu, kelalaian petugas vaksin juga berbuntut pada terbengkalainya hak vaksin masyarakat. Seperti yang dialami oleh Pelapor yang menyampaikan keluhan mengenai kelalaian petugas dalam menerbitkan Kartu Vaksin Covid-19.
Pada awalnya Pelapor melaksanakan vaksinasi di salah satu Puskesmas di Kabupaten Banjar, Pelapor diberitahukan petugas bahwa vaksin yang disuntikan adalah jenis Moderna. Selang beberapa bulan, Pelapor hendak melakukan vaksinasi ke-2, namun petugas vaksinasi menyampaikan bahwa Pelapor tidak bisa diberi vaksin, karena di Kartu Vaksinasi Covid-19 Pelapor, tertulis keterangan riwayat pemberian Vaksin jenis CoronaVac. Sedangkan vaksin ke-2 yang tersedia adalah jenis Moderna. Sehingga Pelapor pulang tanpa mendapatkan vaskin. Keesokan harinya, Pelapor menyampaikan kesalahan penulisan jenis vaksin pada kartu vaksin Pelapor ke petugas puskesmas tempat vaksin ke-1, namun petugas tidak bisa memberikan solusi atas permasalahan Pelapor. Akibat kesalahan penulisan tersebut, Pelapor merasa dirugikan karena tidak bisa melanjutkan vaksinasi tahap kedua.
Setelah dilakukan tindak lanjut dan pemeriksaan oleh Ombudsman Kalsel, ternyata benar bahwa petugas lalai dalam menuliskan jenis vaksin di kartu vaksin Pelapor, yang seharusnya jenis Moderna menjadi jenis CoronaVac. Hal ini diketahui saat melihat tanggal vaksinasi ke-1 Pelapor, dimana pada tanggal itu pihak puskesmas memang hanya menyuntikkan jenis vaksin Moderna. Disampaikan bahwa saat itu, petugas menyuntikkan cukup banyak vaksin kepada masyarakat, sehingga bisa jadi salah satu faktor kelalaian tersebut adalah petugas kelelahan. Atas kelalaian petugas tersebut, akhirnya pihak petugas puskesmas berkoordinasi dengan pihak Dinas Kesehatan setempat, hingga akhirnya Pelapor mendapatkan kartu vaksin sesuai dengan jenis vaksin yang disuntikkan, dan keesokan harinya Pelapor mendapatkan haknya untuk vaksinasi kedua.
Selain menimbulkan kerugian pada Pelapor, kelalaian tersebut tentunya telah menyalahi prinsip kepastian layanan, dan tak sejalan dengan tujuan penyelenggaraan pelayanan publik, yakni pelayanan publik berkualitas kepada masyarakat, sebagaimana Pasal 15 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pemberian vaksinasi yang masuk dalam substansi layanan kesehatan, seharusnya menerapkan seluruh asas dalam penyelenggaraan pelayanan publik, baik asas kepastian, kepentingan umum, keprofesionalan, keterbukaan, akuntabilitas, ketepatan, kecepatan kemudahan dan keterjangkauan. Mengingat layanan kesehatan tentunya berdampak penting bagi diri pengguna layanan, untung saja yang terjadi dalam laporan layanan kesehatan di atas, adalah kelalaian dalam menuliskan nama vaksin, bagaimana jadinya jika lalai dalam tindakan medis yang berujung pada kematian, hal ini tentunya menjadi hal yang sangat fatal dan dapat mencoreng citra layanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Melaksanakan layanan kesehatan dalam bentuk vaksinasi Covid-19, merupakan suatu kewajiban penyelenggara pelayanan publik, khususunya yang diberi amanah dan tugas untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain memperhatikan tugas dilaksanakan sesuai dengan standar operasinal yang berlalu, pihak penyelenggara pelayanan publik juga patut memberikan perhatian pada kapasitas atau kesanggupan petugas vaksinasi, karena berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Virus Corona Disease 2019 (Covid-19), Pasal 6 misalnya, dikatakan bahwa pelaksanaan vaksinasi Covid-19 disusun rencana kebutuhan vaksinasi berdasarkan jumlah sasaran. Sehingga jumlah sasaran vaksinasi juga harus mempertimbangkan jumlah petugas vaksinasi, agar tidak terjadi kesenjangan antara jumlah sasaran vaksinasi, dengan tenaga vaksinasi yang ditugaskan, karena hal ini akan berpotensi menyebabkan kelelahan seperti yang terjadi pada dua fenomena kelalaian yang terjadi dalam layanan kesehatan, khususnya layanan vaksinasi Covid-19.
Semoga kedepannya,
layanan kesehatan khususnya layanan vaksinasi Covid-19 tak hanya mengedepankan
target atau sasaran semata, namun turut memperhatikan kualitas, ketepatan dan
kecermatan dalam melaksanakan vaksinasinya. Â