Perda Banyak, Ogah Tegak
Peraturan Daerah banyak, tetapi ogah ditegakkan. Berikut kalimat yang terlontar dari salah satu Pelapor yang datang ke Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan. Tahun 2021 lalu, setidaknya ada 5 laporan masyarakat yang melaporkan kelemahannya penegakan peraturan daerah (Perda) oleh pemerintah daerah. Bahkan, instansi yang membidangi, terkesan saling lempar tanggung jawab.
Laporannya bervariasi. Di salah satu kabupaten, misalnya ada laporan mengenai suara bising dari alat pemutar suara burung Walet. Alatnya diputar 24 jam, tanpa henti. Suaranya terdengar hingga beberapa puluh meter.
Ketua Rukun Tetangga sudah memfasilitasi penyelesaian, namun tidak menghasilkan hasil. Pelapor kemudian dilaporkan melalui SP4N-LAPOR!, namun juga tidak direspons. Pengaduan lamban ditindaklanjuti. Pelapor akhirnya ke Ombudsman.
Tim Pemeriksa turun melakukan pemeriksaan lapangan. Ternyata memang benar, suaranya terdengar hingga beberapa rumah. Wajar saja jika Pelapor merasa terganggu. Apalagi pada saat malam hari.
Tim Pemeriksa berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, untuk memeriksa apakah usaha sarang burung Walet ada izinnya. Ternyata tidak ada izinnya. Tim Pemeriksa menyarankan agar dilakukan koordinasi dengan instansi terkait, seperti Satpol PP, Bhabinsa, kelurahan hingga keluhan ditindaklanjuti. Suara bising dari alat pemutar musik berkurang dan tidak diputar 24 jam.
Masih di Kabupaten yang sama. Ada lagi laporan mengenai suara bising pabrik penggilingan padi dekat dengan perumahan. Operasionalnya tidak mengenal waktu. Bahkan bisa sampai malam. Tidak hanya berbisik, debu dari penggilingan juga berterbangan.
Pelapor yang menderita asma ini kemudian lapor ke Perwakilan Kalsel. Sebelumnya, keluhan sudah disampaikan ke pemerintah daerah. Menurutnya, tidak ada hasil yang signifikan. Pabrik tetap saja beroperasi siang dan malam.
Tim Pemeriksa melakukan pemeriksaan lapangan dan meminta penjelasan ke Dinas Lingkungan Hidup serta Satpol PP. Dinas Lingkungan Hidup sudah mengeluarkan hasil penelitian lapangannya. Karena di situ dibahas mengenai limbah yang dihasilkan dari pabrik itu.
Merespons pengaduan ini, Terlapor turun lapangan. Melakukan pendekatan ke pemilik pabrik. Surat Teguran juga sudah dilayangkan oleh Satpol PP. Akhirnya, jam operasional pabrik dibatasi. Intensitasnya berkurang.
Kadang-kadang, laporan mengenai penegakan Perda ini tidak seluruhnya murni pelayanan. Misalnya mengenai Izin Mendirikan Bangunan dari tetangga yang disoal. Yang dilaporkan ke Ombudsman, dugaan penyimpangan prosedur dalam menerbitkan izin. Setelah dilakukan penelusuran, ujungnya ada soal konflik antar tetangga. Ada sisi keperdataan dalam konteks laporan itu.
Dari sisi peraturan daerah, tidak ada yang dilanggar. Pun dari sisi administrasi penerbitannya. Dalam laporan ini, jika ada sisi keperdataannya, Tim Pemeriksa meminta agar pemerintah daerah, melakukan mediasi atau musyarawah, agar permasalahan tadi bisa diselesaikan, mulai dari tingkat paling bawah seperti kelurahan hingga ke atas.
Masalah penegakan Perda ini merupakan masalah klasik perkotaan. Banyak Perda yang telah diterbitkan, namun tumpul dalam penegakan. Beberapa laporan yang masuk ke Ombudsman Kalsel, misalnya mengenai penegakan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam Perda sudah diatur mengenai wilayah pergudangan. Namun ada pengusaha yang memiliki gudang di wilayah perkotaan.
Laporan seperti ini juga masuk ke Ombudsman. Lalu lalang truk bermuatan besar yang berada di pemukiman, membuat ketentraman warga terusik. Izin usaha tersebut lalu dipersoalkan. Termasuk tidak boleh truk melintasi jalan lingkungan.
Dari sisi aturan lalu lintas dan angkutan jalan, truk boleh melintasi jalan lingkungan. Namun dari sisi penegakan Perda Tata Ruang Wilayah, melanggar aturan. Dalam laporan ini, pemerintah daerah tidak tegas dalam penegakan Perda. Ada sisi perekonomian yang jadi pertimbangan. Belum lagi banyaknya Perda yang dilanggar oleh masyarakat. Misalnya, bangunan yang berdiri di atas sungai. Bangunan yang melanggar garis sempadan jalan.
Jika satu ditertibkan, maka bagaimana dengan yang lain. Namun, dalam laporan laporan seperti ini, Ombudsman harus netral. Benar-benar berdasarkan kepentingan dari Pelapor. Apakah laporannya mengenai kelemahannya penegakan Perda oleh pemerintah daerah atau ada hal lain. Soal lain inilah, yang perlu keterampilan Asisten Ombudsman untuk menggali harapan Pelapor.
Dalam konteks laporan truk yang lalu lalang di kawasan pemukiman tadi. Tim Pemeriksa menggali minat dari Pelapor. Ternyata ada ganti rugi atas kerusakan bangunan yang diduga akibat getaran truk tadi. Jika pengusahanya, tentunya ini bukan kewenangan Ombudsman. Namun tugas Ombudsman memastikan pemerintah daerah memberikan pelayanan atas pengaduan dari masyarakat yang keberatan.
Dalam laporan laporan ini. Fokus Tim Pemeriksa pada penyelesaiannya. Karena ada konteks keperdataan tadi. Mulai dari Lurah, Camat, Dinas Perhubungan, Badan Perizinan Terpadu, hingga Satpol PP, mengelola agar bisa memfasilitasi konflik ini. Persoalan ini perlu campur tangan pemerintah daerah, misalnya dengan melakukan mediasi masyarakat yang keberatan dengan pemilik usaha. Laporan ini, akhirnya bisa dimediasi oleh pemerintah daerah.
Penyelesaian laporan mengenai penegakan Perda oleh Satpol PP, cukup banyak waktu. Penegakannya masih tebang pilih. Kejelian dalam melihat kasus perkasus, tentu harus dipegang. Karena, jangan-jangan, laporan ini lebih jauh lagi mengenai konflik tetangga dengan negara.
Sopian Hadi