• ,
  • - +

Artikel

Peran Perempuan dalam Pelayanan Publik
• Selasa, 09/11/2021 •
 
Asisten Shintya di Kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung

Dua peran penting masyarakat dalam pelayanan publik yaitu pertama turut mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik sebagai pengawas eksternal dan kedua turut serta dalam penyusunan Standar Operasinal Prosedur (SOP) yang akan diterapkan oleh penyelenggara pelayanan publik. Tulisan ini akan memfokuskan peran masyarakat, khususnya perempuan dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dan penyusunan kebijakan standar pelayanan pada instansi penyelenggara pelayanan publik.

Peran Masyarakat

Pada penyelenggaraan pelayanan publik, budaya masyarakat setempat sangat berpengaruh pada budaya birokrasi di wilayah tersebut. Oleh karenanya dalam menyusun suatu kebijakan atau SOP diwajibkan melibatkan masyarakat setempat. Masyarakat yang dimaksud bisa perwakilan dari tokoh adat, LSM, organisasi kepemudaan daerah, mahasiswa maupun perwakilan perempuan. Hal itu dikarenakan agar produk yang diciptakan menyesuaikan dengan budaya masyarakat setempat dengan mendengarkan masukan dari perwakilan masyarakat.

Sebagai contoh, jika di suatu wilayah A, masyarakatnya memiliki budaya melepas sandal/sepatu jika masuk ke dalam suatu rumah/kantor, maka seharusnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kantor pelayanan juga menerapkan hal yang sama dengan inovasi lainnya. Seperti menerapkan pengguna layanan dapat melepas sandal/sepatu dan lantai ruang pelayanan memakai alas karpet guna memberikan kenyamanan. Contoh lainnya di wilayah B, akses menuju lokasi pelayanan sulit ditempuh masyarakat dan biaya perjalanan akan sangat mahal. Maka seharusnya menerapkan pelayanan jemput bola dengan mendekatkan diri pada masyarakat.

Hal-hal tersebut dapat dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan atau Standar Operasional Prosedur dalam pemberian layanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu peran masyarakat sejatinya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dimana seharusnya turut terlibat dalam penyusunan standar pelayanan publik.

Perempuan dan Pelayanan Publik

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menekankan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik dilaksanakan dengan prinsip keadilan dan tidak diskriminatif. Artinya baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama yaitu hak dalam mengakses pelayanan publik. Perempuan dapat melakukan pengawasan secara langsung terhadap standar pelayanan publik pada saat mengakses pelayanan misalnya berkaitan dengan ruang ibu menyusui dan ruang tunggu bermain anak.

Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan bertanya langsung kepada petugas pelayanan pada saat menunggu antrian (karena mengakses pelayanan secara langsung) atau saat menunggu keluarga yang sedang mengakses pelayanan. Minimal dimulai dengan bertanya berarti telah melakukan pengawasan nyata pada instansi penyelenggara pelayanan publik. Selain bertanya terkait ada tidaknya ruang-ruang yang harus disediakan untuk perempuan tersebut, pengawasan selanjutnya dapat berupa memastikan kualitas/kelayakan fasilitas yang disediakan penyelenggara layanan, apakah sudah nyaman digunakan atau hanya formalitas saja, misal ruang ibu menyusui kotor dan banyak tumpukan barang seolah seperti gudang yang hanya diberi label ruang menyusui.

Bagaimana dalam penyusunan? perempuan juga dapat menyuarakan pendapatnya dengan terlibat dalam proses penyusunan standar pelayanan. Melalaui pertemuan terbuka keterwakilan perempuan (aktivis perempuan/mahasiswi/wakil masyarakat daerah) dilibatkan oleh instansi penyelenggara pelayanan publik. Dengan begitu perempuan dapat menyuarakan penyelenggaraan pelayanan publik seperti apa yang dirasa nyaman untuk diakses, misal selain adanya ruang ibu menyusui dan ruang bermain anak, perempuan hamil membutuhkan akses cepat/jalur khusus tanpa mengantri dengan penggunan layanan lainnya. Walaupun hal tersebut telah diatur dalam UU Pelayanan Publik, kembali peran perempuan dalam menyuarakan hal tersebut dalam penyusunan kebijakan penting untuk dilakukan agar penyelenggara pelayanan tidak amnesia dalam praktiknya untuk menyediakan fasilitas tersebut.

Kesadaran Pemenuhan Kebutuhan Perempuan

Menilik lebih lanjut, sebenarnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pengarusutamaan Gender (PUG) dijadikan salah satu strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan nasional. Maka sejatinya peraturan teknis penyelenggaraan pelayanan publik (SOP standar pelayanan) wajib memfasilitasi kebutuhan perempuan saat menjadi pengguna pelayanan. Baik sebagai masyarakat yang mengakses pelayanan maupun sebagai pegawai pada instansi-instansi/perusahaan. Selain itu perlu adanya evaluasi berkala atas penyediaan dan penerapan pelayanan publik ramah perempuan, hal ini penting dilakukan guna memastikan penyelenggaraan pelayanan publik non-diskriminasi dengan menghadirkan keadilan dan kesetaraan gender. Sehingga baik perempuan maupun laki-laki memiliki minat yang sama dalam mengakses pelayanan tanpa harus memikirkan lagi hal-hal kebutuhan dasar di lokasi pelayanan.

Pada pokoknya, penyelenggaraan pelayanan publik menjadi cerminan utama kinerja instansi/perusahaan penyelenggara pelayanan publik. Hal tersebut dikarenakan, pelayanan publik berkualitas tidak lepas dari standar pelayanan dan penyediaan fasilitas standar pelayanan yang dibutuhkan pengguna layanan. Apabila penyelenggaraan pelayanan publik memiki standar pelayanan yang jelas dan memenuhi ketentuan, serta pelaksana menjalankannya dengan tepat dan cepat bahkan berinovasi memudahkan pengguna layanan, maka masyarakat dengan sendirinya akan turut mempromosikan dan mengapresiasi kinerja penyelenggara pelayanan.


Shintya Gugah Asih Theffidy

Asisten Ombudsman RI





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...