Peran Ombudsman dalam Pemenuhan Fasilitas Fisik Penyandang Disabilitas pada Pelayanan Perbankan di Kalimantan Timur
Provinsi Kalimantan Timur telah meratifikasi peraturan terkait penyandang disabilitas melalui Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Dalam ruang lingkup penyediaan fasilitas fisik, peraturan tersebut mewajibkan bangunan gedung non-privat untuk menyediakan fasilitas dan aksesbilitas yang mengakomodasi para penyandang disabilitas. Beberapa fasilitas tersebut antara lain, toilet, tempat parkir, telepon umum, jalur pemandu, pintu, ramp/bidang miring, dan fasilitas lainnya.
Pada tataran pelayanan publik, penyediaan fasilitas fisik bagi masyarakat dengan perlakuan khusus dan kelompok rentan (termasuk unsur penyandang disabilitas) telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, tepatnya pada Pasal 4 huruf j. Ketertautan di atas menekankan bahwa penyediaan fasilitas fisik bagi penyandang disabilitas adalah hal yang wajib dalam lingkup penyelenggaraan pelayanan publik.
Tantangan yang dihadapi adalah
sejauh mana kepatuhan penyelenggara layanan untuk menerapkan peraturan tersebut.
Di sisi lain, kita pasti pernah mendengar keluhan masyarakat di media massa
atau media sosial mengenai masih kurangnya fasilitas bagi penyandang
disabilitas di ruang publik.
Dua sisi tersebut, baik kepatuhan
penyelenggara maupun keluhan masyarakat, menjadi landasan bagi Perwakilan
Ombudsman Republik Indonesia Kalimantan Timur (Ombudsman Kaltim) untuk
menyelenggarakan kegiatan investigasi terkait penyediaan fasilitas bagi
penyandang disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Lokus Penyelenggaran Pelayanan
Perbankan
Mengingat luasnya cakupan pelayanan bagi penyandang disabilitas, Ombudsman Kaltim membatasi beberapa aspek ruang lingkup investigasi. Dari segi ranah pelayanan, Ombudsman Kaltim melaksanakan investigasi pada pelayanan publik di bidang perbankan.
Alasan pertama diambilnya
pelayanan perbankan sebagai objek investigasi adalah karena jenis pelayanan
tersebut merupakan salah satu jenis layanan yang paling sering diakses oleh
masyarakat. Selain itu, penyediaan fasilitas disabilitas oleh penyelenggara pelayanan
yang lebih umum di pemerintah daerah telah secara tahunan menjadi bagian objek
pengawasan Ombudsman Republik Indonesia melalui kegiatan Survei Kepatuhan.
Objek penyelenggara pelayanan perbankan yang diinvestigasi adalah Bankaltimtara dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kedua bank tersebut masing-masing adalah badan usaha milik daerah (BUMD) dan badan usaha milik negara (BUMN). Hal ini sesuai dengan batasan kewenangan pengawasan, yaitu hanya pada penyelenggara pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan daerah, serta pengawasan terhadap BUMN dan BUMD dan penyelenggara terkait lainnya (Pasal 6 Undang-Undang 37 Tahun 2008).
Untuk lokus investigasi, Ombudsman Kaltim mengambil sampel pada seluruh kantor cabang utama/kantor setara di 10 kabupaten/kota se-Kaltim. Mengingat ada dua objek penyelenggara perbankan yang diinvestigasi, maka secara total ada 20 titik lokasi kantor cabang utama/kantor setara yang menjadi sampel.
Dalam rangka menajamkan isu dan permasalahan sebelum melaksanakan investigasi, Ombudsman Kaltim juga melibatkan pihak terkait yaitu pengurus Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim. Dari hasil diskusi dengan PPDI Kaltim, terdapat hasil persepsi bahwa pelayanan perbankan di Kaltim cenderung tidak memenuhi lebih dari 50% fasilitas untuk nasabah penyandang disabilitas.
Rumusan Alat Kerja Investigasi
Untuk menghasilkan rumusan yang akan menjadi alat kerja investigasi ke lapangan, Tim Investigasi Ombudsman Kaltim mengambil secara rigid poin-poin pemenuhan fasilitas disabilitas dari beberapa peraturan dan petunjuk teknis. Poin-poin tersebut selanjutnya akan menjadi bahan penyusunan kuesioner yang akan membantu Tim Investigasi dalam pengumpulan data di kantor-kantor cabang/kantor setara Bankaltimtara dan BRI Kaltim.
Berdasarkan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2018 dan Petunjuk Teknis Operasional
(PTO) Otoritas Jasa Keuangan terkait pelayanan outlet pelaku jasa
keuangan yang ramah disabilitas, ada delapan poin kelengkapan fasilitas
bagi penyandang disabilitas yang dituangkan ke dalam kuesioner. Poin-poin
fasilitas tersebut yaitu keberadaan meja rendah, ramp/bidang
miring, ramp yang mudah digunakan, pegangan rambat (handrail), alat bantu (kursi roda, kruk, dan lain-lain), loket khusus, parkir khusus, dan toilet khusus.
Pelaksanaan Investigasi serta Penyampaian Hasil dan Tindakan Korektif
Metode yang digunakan untuk pelaksanaan investigasi adalah pemeriksaan secara langsung di lapangan, yang meliputi wawancara, pengamatan, dan pengambilan dokumentasi. Waktu pelaksanaan investigasi adalah periode bulan September sampai dengan bulan Oktober tahun 2021.
Investigasi langsung dilaksanakan di kantor cabang utama/kantor setara Bankaltimtara dan BRI pada 10 kabupaten/kota di Kaltim yang meliputi Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kabupaten Mahakam Ulu.
Berdasarkan hasil investigasi lapangan, rata-rata hanya 35,6% dari delapan poin fasilitas disabilitas yang dipenuhi oleh 20 kantor cabang utama/kantor setara milik Bankaltimtara dan BRI di Kalimantan Timur. Dari beberapa kendala terkait pemenuhan fasilitas disabilitas yang ditemukan oleh Ombudsman Kaltim, salah satunya adalah status gedung di beberapa kantor cabang yang bukan hak milik (sewa). Adapun gedung yang masih berstatus sewa berada di Kabupaten Mahakam Ulu (Bankaltimtara Kantor Cabang Pembantu Ujoh Bilang dan BRI Unit Ujoh Bilang), Kabupaten Kutai Barat (BRI Kantor Cabang Sendawar), dan Kabupaten Penajam Paser Utara (BRI Unit Penajam).
Melihat hasil investigasi tersebut, Ombudsman Kaltim mengeluarkan tindakan korektif untuk mendorong pemenuhan delapan poin fasilitas fisik bagi penyandang disabilitas bagi kantor cabang/setara yang belum melengkapi. Bagi kantor cabang/kantor setara yang gedungnya masih berstatus sewa, penambahan fasilitas fisik disabilitas dapat bersifat semi permanen.
Penyampaian hasil investigasi dan tindakan korektif kemudian disampaikan kepada pimpinan pusat Bankaltimtara dan pimpinan regional BRI Kalimantan (yang membawahi sub regional Kalimantan Timur) pada bulan Maret tahun 2022.
Monitoring Tindakan Korektif
Dalam rangka mengetahui sejauh mana upaya pelaksanaan tindakan korektif di atas, Ombudsman Kaltim melaksanakan monitoring pada periode bulan April tahun 2022. Pelaksanaan monitoring dilakukan secara langsung dan melalui surat.
Beberapa kendala yang muncul
dalam pelaksanaan tindakan korektif adalah terkait kebijakan perencanaan dan
penganggaran fasilitas fisik pada bank terkait. Hal ini menyebabkan beberapa
usulan penambahan fasilitas fisik bagi penyandang disabiltas tidak bisa langsung
dikerjakan.
Namun kendala di atas dan
beberapa kendala lainnya dapat diatasi oleh manajemen bank terkait. Oleh karena
itu berdasarkan hasil monitoring, baik 10 kantor cabang/kantor setara
Bankaltimtara maupun 10 kantor cabang/kantor setara BRI seluruhnya
telah melengkapi poin-poin pemenuhan fasilitas bagi penyandang disabilitas
sesuai dengan yang dituangkan dalam tindakan korektif.
Penutup dan Saran
Semangat penyelenggaraan pelayanan publik yang ramah bagi penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 adalah penyelenggaraan yang layak, optimal, wajar, bermartabat, tanpa diskriminasi, mudah di akses, dan tanpa tambahan biaya. Semangat itulah yang sewajarnya menggerakkan para pelaksana pelayanan untuk menyediakan fasilitas yang baik, berkualitas, dan sesuai standar bagi penyandang disabiltas. Hal ini karena semua anggota masyarakat tanpa kecuali memiliki hak yang sama dalam mengakses pelayanan publik.
Sektor perbankan hanya satu dari banyak sektor pelayanan publik di negara ini. Selain itu, pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas di ruang publik juga tidak melulu fasilitas fisik yang tangible. Oleh karena itu, secara khusus Ombudsman Republik Indonesia dapat konsisten dan konsekuen untuk berperan dalam pengawasan dan pendampingan penyelenggara pelayanan. Sinergi dan timbal balik yang berjalan dengan baik akan membantu pencapaian pemenuhan hak penyandang disabilitas yang menyeluruh dan menyentuh semua lini.
Agus Ferdinand, Asisten Pratama Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Timur