Peran Aktif Kantor Pertanahan Menyelesaikan Konflik Agraria pada Tanah Terlantar yang Belum Didaftarkan Haknya Namun Dikuasai Masyarakat
Menurut Satjipto Rahardjo dalam bukunya Ilmu Hukum menyatakan bahwa nilai dasar hukum terdiri dari keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Maka dalam praktek hukum seharusnya prinsip keadilan lah yang harus menjadi kompas utama menerapkan/menegakkan hukum dibandingkan dengan nilai lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan filosuf John Austin yang menyatakan bahwa kepastian hukum merupakan tujuan paling akhir dari positivisme hukum, dimana untuk mencapai kepastian hukum, maka diperlukan pemisahan antara hukum dari moral sehingga menghasilkan suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system).
Demikian halnya tugas-tugas penyelenggara negara harus mengedepankan prinsip pelayanan masyarakat dengan mengedepankan pendekatan keadilan dan kemanfaatan hukum dalam menyelesaikan persoalan konflik di masyarakat.
Kasus Pertanahan yang selanjutnya disebut kasus adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah merupakan aduan masyarakat yang dominan ditangani Ombudsman Republik Indonesia sampai saat ini. Hal ini tercermin dari penanganan konflik agraria yang diproses hampir di seluruh Kantor Perwakilan di Indonesia. Demikian halnya grafik laporan pengaduan yang ditangani di Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau, laporan masyarakat terkait persoalan pertanahan banyak terjadi tepatnya di Kota Batam, Kabupaten Karimun dan kabupaten Bintan.
Merujuk pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, disebutkan bahwa Kasus Pertanahan yang selanjutnya disebut kasus adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Konflik Pertanahan adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas. Maka merupakan keniscayaan peran aktif Kantor Pertanahan dalam menyelesaikan konflik agraria sesuai tugas, fungsi dan kewenangan yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Terdapat suatu pemukiman di Kabupaten Karimun yang telah lama dikuasai warga cukup lama untuk mendirikan bangunan tempat tinggal. Ketika warga hendak mendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahanan Karimun ditolak dengan alasan tidak memiliki dasar alas hak yang sah.
Meski telah difasilitasi oleh DPRD Karimun dan Pemerintah Daerah untuk mendapat pelayanan namun tetap saja BPN Karimun menolak dan mengembalikan permohonan masyarakat, Karena tidak mendapatkan titik terang tindaklanjut permasalahannya selanjutnya masyarakat menyampaikan laporan ke Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau.
Hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau, terdapat sekitar 400 rumah di Kampung Bukit Atas tersebut yang terletak pada Kelurahan Baran Timur Kabupaten Karimun. Menurut penuturan warga bahwa selama menduduki lahan tersebut tidak pernah ada pihak yang mempermasalahkan.
Pemeriksa kemudian menemukan bahwa terdapat 10 (sepuluh) alas hak dalam bentuk dokumen sporadik dan alas Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dengan luas keseluruhan sekitar 18 hektar. Dokumen tersebut diterbitkan kelurahan pada tahun 1997 dan 1999 serta tercatat pada buku register tanah di Kantor Kecamatan setempat, hanya saja belum pernah dilakukan pemutakhiran dokumen sejak diterbitkan pertama kali.
BPN Karimun membenarkan bahwa di lokasi tersebut dulunya pernah diterbitkan SHGB selama 10 tahun namun telah lama habis masa berlakunya dan memastikan bahwa seluruh dokumen persil tanah tersebut belum pernah didaftarkan haknya di Kantor Pertanahan Karimun. Sedangkan penolakan permohonan pendaftaran oleh masyarakat selain karena tidak dapat menunjukkan alas hak yang sah juga karena ada pihak lain yang mengajukan klaim kepemilikan dokumen alas hak di atas tanah yang dimohonkan masyarakat, sehingga dianggap belum clear and clean. BPN Karimun melimpahkan permasalahan ini ke tingkat Kelurahan dan Kecamatan untuk menindak lanjuti.
Kantor Pertanahan Karimun terkesan pasif dalam penyelesaian persoalan ini, padahal secara struktural telah ditentukan Seksi V yang ditugaskan menangani sengketa dan konflik pertanahan. Kantor Pertanahan Karimun beralasan bahwa fungsi penanganan sengketa itu baru dapat dilakukan apabila objeknya adalah dokumen pertahanan yang sedang didaftarkan atau telah diterbitkan.
Persoalan sengketa tanah ini tergolong kasus berat karena merupakan kasus yang melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Terdapat lebih 400-an masyarakat di sana yang harus diberikan solusi atas persoalan sengketa tersebut. Kantor pertanahan harus pro aktif menyelesaikan persoalan ini, tidak justru membiarkannya tanpa solusi penyelesaian.
Kepala Kantor Pertanahan harus mendukung dan memastikan pelayanan kasus ini dengan melakukan supervisi langsung kepada pejabat dan petugas terkait agar dengan sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan ini.
Masyarakat telah menguasai tanah tersebut sekitar 30 tahunan lalu dan telah mendirikan bangunan rumah. Dalam pendaftaran tanah harus terpenuhi dua unsur yaitu penguasaan fisik dan yuridis (memiliki dokumen alas hak), artinya masyarakat sebagai penguasa tanah tersebut sebenarnya juga telah memenuhi syarat materil untuk mengajukan pendaftaran tanah dimaksud.
Terbentuknya struktur masyarakat yang cukup lama di pemukiman tersebut yang telah difasilitasi oleh Pemerintah Karimun dengan pembangunan sejumlah sarana prasarana berupa jalan, sekolah, pemakaman, listrik dan air, harus menjadi pertimbangan untuk memproses permohonan pendaftaran tanah yang diajukan.
Pemilik dokumen atas surat tanah seyogyanya diberikan kepastian hukum atas kepemilikan dokumennya namun dalam kasus ini pemilik tanah berdasarkan alas hak tersebut juga lalai tidak menggunakan haknya. Pemilik tanah tidak pernah melakukan pemutakhiran dokumen tanahnya, tidak pernah memberitahukan sebagai pemilik tanah tersebut, tidak melarang masyarakat ketika menguasai tanah tersebut (pemilik baru diketahui belakangan) dan Pemilik tanah belum pernah mendaftarkan tanahnya ke kantor pertanahan Karimun.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tujuan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Maka ketika hal-hal tersebut tidak dilakukan maka tanah tersebut dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar.
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penerbitan Kawasan dan Tanah Terlantar disebutkan : (1) Setiap pemegang hak, pemegang hak pengelolaan, dan pemegang dasar penguasaan atas tanah wajib mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai. (2) Pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan tanah sebagaimana di maksud pada ayat (1) harus berfungsi sosial. (3) Setiap Pemegang Hak, Pemegang Hak pengelolaan, dan Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah wajib melaporkan pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan tanah yang dimiliki atau dikuasai secara berkala. Selanjutnya pasal 5 ayat (1) Tanah yang telah terdaftar atau belum terdaftar yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara, menjadi objek penertiban Tanah Telantar.
Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau telah mencapai kemajuan dalam melakukan sejumlah rangkaian pemeriksaan sejak laporan ini ditangani. Perkembangan signifikannya adalah dalam pemeriksaan konsiliasi para pihak yang bersengketa menyepakati jalan perdamaian, bahwa masyarakat bersedia mengganti rugi tanah yang dikuasai kepada Pemilik tanah sesuai dengan kesepakatan. Besaran ganti rugi yang akan dibayarkan masyarakat telah mendekati kesepakatan dengan Pemilik dokumen, namun diperlukan data luasan lahan untuk diganti rugi berdasarkan pengukuran BPN Karimun. Berdasarkan itu maka Ombudsman meminta agar Kantor Pertanahan Kabupaten Karimun akan menyampaikan kepada Ombudsman luasan seluruh lahan yang dikuasai oleh Warga Kampung Bukit Atas dalam tenggat waktu paling lama 1 minggu (luas lahan seluruh rumah yang akan di ganti rugi, luas lokasi pemakaman, luas seluruh jalan, luas Surau dan TPQ).
Oleh:
Dr Lagat Parroha Patar Siadari, SE, MH
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau