Pentingnya Sinkronisasi Pelayanan Publik Bagi Disabilitas
Pertengahan 2022,Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan memfasilitasi warga Perumahan Disabilitas Kota Banjarbaru, untuk menyampaikan permasalahan dan kendala mereka dalam mengakses pelayanan publik. Warga pun antusias, menyampaikan setiap keluh kesah mereka, dalam mendapatkan pelayanan publik. Bahkan selama 5 tahun, sejak Perumahan Disabilitas Kota Banjarbaru diresmikan, warga yang mayoritas penyandang disabilitas netra, belum penah mendapatkan kunjungan layanan kesehatan berkala. Padahal layanan kesehatan, merupakan layanan dasar, namun mereka tak mampu datang langsung ke fasilitas kesehatan.
Terlepas dari pro dan kontra, pembangunan perumahan khusus disabiltas tersebut, seharusnya pemerintah dapat lebih mudah untuk memberikan pendampingan dan memberikan pelayanan dasar kepada meraka, karena sudah disatukan di perumahan khusus disabilitas. Kalau permasalahan layanan kesehatan saja belum tertangani dengan baik, maka perlu dipertanyakan perhatian pemerintah daerah terhadap warga disabilitas.
Adanya kegiatan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan tersebut, warga disabilitas merasa negara hadir. Selama ini, mereka merasa sangat jarang permasalahan pelayanan publik mereka diperhatikan, didengar, dan ditindaklanjuti oleh pemerintah. Setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah, yang bersinggungan langsung dengan disabilitas, seringkali tidak melibatkan warga disabiltas. Sehingga setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan, kurang dirasakan manfaatnya. Hal ini menunjukan bahwa, disabilitas masih menjadi objek, bukan subjek dari program pemerintah. Seharusnya, mereka juga diminta untuk memberikan masukan, kritik dan saran. Agar setiap program dan kegiatan tidak mubazir dan sia-sia.
Selain layanan kesehatan, warga juga menyampaikan beberapa permasalahan. Diantaranya bantuan sosial, program jaminan kesehatan, administrasi kependudukan, hingga permasalahan drainase. Dari permasalahan yang disampaikan, menggambarkan bahwa perhatian pemerintah belum maksimal kepada warga disabilitas. Padahal mereka dikumpulkan di satu perumahan khusus, agar mudah diberikan pelayanan dan pendampingan. Meskipun pada faktanya, masih banyak yang perlu dibenahi.
Dari permasalahan-permasalahan yang disampaikan, penulis banyak belajar, bahwa permasalahan pelayanan kepada disabilitas, akan menjadi persoalan yang sulit, jika tidak ada komitmen pemerintah untuk menyelesaikan. Namun akan udah terselesaikan, jika pemerintah mau mendengarkan apa yang menjadi keluhan mereka, mau berkomunikasi terbuka, dan serius dalam mencarikan solusi terhadap setiap permasalahan yang mereka hadapi.
Perhatian dari lingkungan sekitar dan keluarga, juga sangat penting bagi disabilitas. Jangan sampai lingkungan dan keluarga, justru mengasingkan mereka. Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak disabilitas, karena dianggap "aib keluarga", sehingga mereka hanya tinggal di dalam rumah, tidak sekolah, seperti anak-anak seusianya, karena khawatir dibuli dan sebagainya. Sehingga membuat mereka terasingkan dan semakin sulit untuk berkembang dan mandiri, sesuai minat dan bakatnya.
Penulis meyakini, bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Termasuk disabilitas, dibalik keterbatasannya, tersimpan potensi atau bakat yang terpendam. Tinggal bagaimana keluarga, lingkungan dan pemerintah, memberikan jaminan, kepada mereka mendapatkan kesempatan yang sama dan kemudahan akses, untuk mengembangkan diri. Termasuk mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan lainnya.
Pengabaian dari keluarga, lingkungan, dan pemerintah terhadap disabiltas, tentu akhirnya akan menimbulkan permasalah. Karena mereka tidak mendapatkan dukungan, untuk berkembang dan mendapatkan kesempatan yang sama, sehingga mereka tidak bisa mandiri secara ekonomi, dan memutuskan untuk turun ke jalan untuk mengemis. Hal ini tentu tidak kita harapkan, karena akan menimbulkan persoalan sosial yang baru.
Sinkronisasi kebijakan penting dilakukan instansi pemerintah, agar jangan sampai kebijakan yang diberikan, justru membuat pelayanan publik semakin rumit, terutama bagi warga disabilitas. Jangan sampai mereka yang sudah susah payah, dengan keterbatasan mengakses pelayanan publik, dibuat pusing dengan kebijakan atau regulasi yang ada. Alih-alih ingin mempermudah pelayanan bagi disabilitas, justru membuat mereka hampir putus asa berurusan dengan pelayanan pemerintah.
Diantara permasalahan yang penulis temui, dan dialami langsung oleh warga disabilitas adalah persyaratan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA). Sebelumnya pasangan disabilat memohonkan isbat nikah di pengadilan agama, namun karena permohonannya ditolak, maka untuk mendapatkan buku nikah, yang bersangkutan nikah di KUA. Namun KUA setempat, tidak dapat menerima kartu keluarga calon pengantin yang sudah bergabung jadi satu kartu keluarga, dengan keterangan nikah tidak tercatat, sebagai persyaratan. Karena undang-undang perkawinan tidak mengakui adanya pernikahan tidak tercatat.
Warga disabilitas tersebut kemudian diminta oleh pihak KUA, agar mengurus kartu keluarga ke disdukcapil setempat, untuk dipisah masing-masing, termasuk merubah status pad KTP, sebagai syarat pernikahan di KUA. Sementara Kementeria Dalam Negeri telah pembuatan kebijakan, untuk membolehkan kartu keluarga bagi pasangan nikah siri, dengan keterangan nikah tidak tercatat. Tidak singkronnya antar kementerian dalam mengeluarkan kebijakan, sangat berdampak bagi masyarakat. Utamanya bagi warga disabilitas, dengan keterbatasannya harus merubah kembali dukumen kependudukannya. Ego sektoral antar kementerian, dalam permasalahan ini sangat jelas terjadi. Tidak patut rasanya permasalahan yang terjadi antar kementerian, namun masyarakat yang menjadi korbannya.
Besar harapan, permasalahan pelayanan bagi disabilitas, mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Agar disabilitas lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk berkembang, dan ikut berperan aktif memberikan masukan untuk pelayanan publik yang lebih baik.
Penulis :
Rujalinor
Asisten Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsman RI Kalsel