• ,
  • - +

Artikel

Pengawasan Pelayanan Publik sebagai Kunci Mitigasi Risiko Bencana di Jawa Barat
• Jum'at, 19/12/2025 •
 
Marzuqo, waktu Kunjungan Gempa Cianjur, Desember 2022

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat Jawa Barat semakin akrab dengan bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan cuaca ekstrem. Fenomena ini kerap dipahami sebagai dampak perubahan iklim atau faktor alam semata. Namun, dari perspektif pengawasan pelayanan publik, bencana yang terjadi berulang justru mengungkap persoalan yang lebih mendasar: lemahnya mitigasi risiko dan kualitas pelayanan publik.

Berdasarkan informasi BMKG, kombinasi bibit siklon tropis, Gelombang Rossby Ekuator, dan Gelombang Kelvin memicu hujan dengan intensitas tinggi di banyak wilayah Jawa Barat pada pertengahan Desember. Kondisi tersebut berdampak pada banjir, gangguan transportasi, hingga tanah longsor di sejumlah kabupaten dan kota. Pemerintah pusat dan daerah pun telah mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 menegaskan bahwa penanggulangan bencana tidak hanya dilakukan saat tanggap darurat, tetapi mencakup rangkaian upaya pencegahan, mitigasi, penanganan, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi. Tanggung jawab ini melekat pada pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk dalam memastikan pelayanan publik berjalan sesuai standar dan berorientasi pada keselamatan warga.

Namun dalam praktiknya, masih ditemukan berbagai persoalan. Sejumlah daerah belum sepenuhnya memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) sub-urusan bencana, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018. Masih ada pemerintah daerah yang belum memiliki dokumen penting seperti Kajian Risiko Bencana, Rencana Penanggulangan Bencana, maupun Rencana Kontinjensi. Akibatnya, upaya pencegahan dan kesiapsiagaan sering berjalan reaktif, bukan sistematis.

Dalam konteks inilah peran Ombudsman Republik Indonesia menjadi penting. Ombudsman tidak berada pada posisi teknis penanganan bencana, tetapi berperan mengawasi kualitas pelayanan publik yang berkaitan langsung dengan mitigasi risiko dan penanganan bencana. Banjir atau bencana yang berulang tidak dapat lagi dianggap sebagai kejadian tak terduga, melainkan sebagai indikator kegagapan negara dalam mengelola risiko yang sebenarnya dapat dipetakan dan dicegah.

Pengawasan Ombudsman mencakup berbagai aspek pelayanan pencegahan bencana. Mulai dari pelayanan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, seperti penetapan RTRW berbasis risiko bencana, perlindungan sempadan sungai, hingga penertiban bangunan di kawasan rawan. Pengawasan juga menyasar pelayanan infrastruktur, termasuk normalisasi sungai, sistem drainase, kolam retensi, dan ruang resapan air, yang seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan instansi terkait.

Selain itu, Ombudsman menaruh perhatian besar pada pelayanan informasi risiko dan edukasi publik. Peta rawan bencana, prakiraan cuaca, serta edukasi kesiapsiagaan kepada masyarakat merupakan bagian dari pelayanan dasar yang wajib dipenuhi. Tanpa informasi yang jelas dan mudah diakses, masyarakat berada pada posisi rentan saat bencana terjadi.

Dalam tahap tanggap darurat, Ombudsman memastikan pelayanan publik berjalan adil dan akuntabel. Pengawasan dilakukan terhadap proses evakuasi, layanan kesehatan, distribusi logistik, penetapan penerima bantuan, hingga mekanisme pelaporan. Pengalaman pengawasan pada penanganan gempa Cianjur tahun 2022 menunjukkan bahwa pelayanan yang tidak tertib berpotensi menimbulkan ketidakadilan baru bagi korban bencana.

Pengawasan Ombudsman tidak berhenti pada fase darurat. Pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, Ombudsman mengawal pemulihan layanan publik, penyediaan hunian sementara dan permanen, dukungan psikososial, serta pemulihan sosial ekonomi masyarakat terdampak. Rekonstruksi yang tidak berbasis pengurangan risiko justru dapat melahirkan bencana baru di masa depan.

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, pada Tahun 2023, Ombudsman Perwakilan Jawa Barat juga aktif membangun jejaring dan kolaborasi, termasuk melalui kegiatan edukasi kebencanaan di sekolah-sekolah bersama Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Program seperti disaster menjadi ruang penting untuk menanamkan kesadaran mitigasi risiko sejak dini kepada generasi muda.

Ombudsman memandang bahwa kelalaian dalam mitigasi risiko bencana merupakan bentuk maladministrasi, karena dampaknya bukan sekadar kerugian materi, melainkan dapat mengancam keselamatan dan nyawa manusia. Oleh karena itu, penguatan pelayanan publik yang berbasis pencegahan, transparansi, dan partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas bersama.

Melalui pengawasan yang konsisten dan kolaboratif, Ombudsman berkomitmen untuk terus mengawal penyelenggaraan pelayanan publik agar tidak sekadar hadir saat bencana terjadi, tetapi benar-benar mampu melindungi masyarakat sebelum, saat, dan setelah bencana.

Penulis : Marzuqo Septianto (Asisten Ombudsman RI)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...