Pelayanan Publik dalam Bingkai Pancasila
Sejatinya Pancasila tak hanya dimaknai sebagai grund norm semata, atau hanya menjadi peringatan setahun sekali, setelah itu hilang dan larut begitu saja.
Pancasila sebagai nilai utama bangsa Indonesia harusnya masuk menjadi mindset serta budaya anak bangsa. Ia seperti penerang dan petunjuk arah bagi jalan sebuah negeri agar mencapai tujuannya, menjadi penjaga roda pemerintahan, mengikat kuat tak hanya pada moral tapi sebagai sumber hukum positif yang ujungnya menciptakan keadilan, kesejahteraan, kemajuan dan ketertiban.
Namun hari-hari ini Pancasila sudah mulai "pudar" dalam karakter hidup bangsa ini, kondisi Pancasila hanya ditemui dalam kata, belum resap menjadi makna. Padahal sila-sila yang termaktub adalah fondasi hidup bagi rakyat Indonesia, memiliki sifat dan dampak luar biasa bagi bangsa dan masa depan negara.
Hasil penelitian terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk "Sikap Publik terhadap Pancasila dalam rangka Konsolidasi Sistem Politik Indonesia", dipaparkan bahwa hanya 64,6% publik yang mengetahui semua sila Pancasila.
Persentase ini sangat miris terlihat, bahkan dari 95,4% warga yang menyatakan tahu Pancasila yang bisa menyebut dengan benar hanya antara 72,5%-86,2%. Simpulan penelitian ini bahwa pengetahuan dasar publik tentang Pancasila hanya 64,6% (sedang).
Bila kita refleksi dengan kondisi hari ini maka masih banyak kita saksikan aksi-aksi ketidakadilan, problem penegakan hukum, penyalahgunaan kewenangan, diskriminasi, pelanggaran HAM, buruknya wajah pelayanan publik, sampai perbuatan korupsi yang terus terjadi, bahkan dilakukan oleh oknum pejabat negeri ini.
Semuanya karena meninggalkan Pancasila sebagai pedoman, nilai utama dan solusi atas masalah bangsa.
Pancasila dan Pelayanan Publik
Dari sisi pelayanan publik, nilai Pancasila adalah instrumen utama dalam mewujudkan pelayanan publik berperadaban. Pasalnya pelayanan yang berkualitas/prima ditandai dengan terlaksananya seluruh sila-sila yang ada di Pancasila, mulai dari nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan hingga nilai keadilan.
Semua nilai tersebut, menjadi bagian tak terpisahkan dalam konsep membangun pelayanan publik yang menyenangkan antara rakyat dan pemerintah. Sebuah konsep yang sudah sering disampaikan Ombudsman di berbagai forum dan pendekatan.
Tentang Pancasila yang akan mudah dilihat dan dirasakan saat ia diejawantahkan atau diimplementasikan ketika negara fokus melayani kepentingan rakyatnya. Pancasila yang hadir menjadi garda pertama dan utama menyejahterakan rakyatnya. Setidaknya kolaborasi makna pelayanan publik dan nilai Pancasila adalah hubungan serasi.
Saat Pancasila memberi makna kemanusiaan, maka pelayanan publik senada berbicara tentang makna kehadiran negara di setiap urusan dan keperluan rakyatnya.
Di kala Pancasila "berwasiat" tentang nilai keadilan, maka pelayanan publik wajib menjaga wasiat itu dalam setiap aspek perilaku, pemenuhan standar, serta pelibatan partisipasi publik yang mengedepankan sikap adil melayani .
Waktu Pancasila berfokus pada menjaga tali persatuan, maka pelayanan publik akan memegang erat tali-tali itu menjadi simpul yang akan menyatukan di atas segala perbedaan. Tidak mengenal perbedaan perlakuan, namun menumbuhkan toleransi dan moderasi berkehidupan dan beragama.
Ketika Pancasila menyapa dengan Sila Kerakyatan, maka pelayanan publik memberi ingatan segar bahwa jabatan dan "kekuasaan" yang dititipkan oleh rakyat kepada mereka, adalah dari suara rakyat yang selama ini berjibaku untuk mereka raih pada konstelasi pemilu. Meski sayang, janji saat meraih suara tersebut terkadang terlupa, saat mereka merengkuh kekuasaannya.
Dan ketika Pancasila mengingatkan tentang nilai Ketuhanan. Maka pelayanan publik akan merespons bahwa melayani rakyat adalah tugas mulia yang diberikan Tuhan kepada semua penyelenggara pelayanan publik di Republik ini, karena nilai Ketuhanan yang akan mengantarkan siraman makna. Bahwa, bekerja untuk rakyat adalah ibadah, bekerja adalah rahmat dan bekerja adalah amanah.
Filosofi pelayanan publik inilah yang seyogianya menjadi renungan kita, ditransfer secara makna kepada para birokrat kita, khususnya para pelayan publik, diaplikasikan untuk kepentingan bersama dan berniat sebagai ikhtiar membangun peradaban dan kemajuan bangsa.
Sentuhan makna Pancasila pada pelayanan publik inilah yang harusnya terjadi dalam pelayanan publik di negeri ini, bukan malah sebaliknya semakin menjauh, semakin keropos, dan menghilang dalam jati diri bangsa yang kita banggakan.
Selamat Hari Kesaktian Pancasila, semoga Pancasila, tak semata kata. Tetapi makna nyata dan kekuatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(MF)