• ,
  • - +

Artikel

Pelayanan Publik Bagi Aspiring Middle Class
• Rabu, 07/12/2022 •
 
Rizki Arrida, Asisten Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan

Pada tahun 2019, laporan Bank Dunia menyebut bahwa perekonomian Indonesia dalam 50 tahun terakhir tumbuh dengan rata-rata 5,6% setiap tahunnya. Menurut mereka, pertumbuhan ekonomi ini sangat berkaitan dengan bagaimana pemerintah memberikan pelayanan publik bagi warganya.

Salah satu pembahasannya mengenai keberadaan lima kelompok kelas ekonomi di Indonesia, yaitu masyarakat kelompok poor (miskin), kelompok vulnerable (rawan), kelompok aspiring middle (calon kelas menengah), kelas middle (kelas menengah), dan kelompok upper class (kelas atas). Kelompok ini dikategorikan berdasarkan pendapatan rata-rata per kapita dari tiap individu.

Dijelaskan bahwa salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kelompok aspiring middle class atau calon kelas menengah yang berpenghasilan 2 - 4,8 juta rupiah per bulan. Dalam kehidupan sehari-hari, fasilitas dan pemenuhan kebutuhan (pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, maupun papan) yang dapat di akses oleh masyarakat pada kelompok ini sangat terbatas.

Sebagai perbandingan, masyarakat pada kelompok middle class dan upper memiliki pendapatan lebih tinggi sehingga mempunyai pilihan untuk menggunakan fasilitas yang relatif lebih berkualitas dan mahal (seringkali dari pihak swasta). Misalnya pendidikan untuk anak, fasilitas kesehatan dari rumah sakit, trasportasi pribadi, dan pilihan tempat tinggal dengan rumah di daerah strategis.

Sementara itu bagi kelompok aspiring middle pilihannya mungkin terbatas untuk pendidikan sekolah negeri, berobat menggunakan BPJS pada rumah sakit pemerintah atau puskesmas, fasilitas transportasi umum/publik yang disediakan pemerintah, hingga tempat tinggal di rumah bersubsidi.

Di sini terlihat bagaimana aspek kehidupan kelompok aspiring middle lebih sering bersentuhan dengan pelayanan publik. Kualitas pelayanan publik memberikan pengaruh signifikan terhadap kualitas hidup masyarakat di kelompok ini. Berbeda dengan kelompok middle dan upper  yang mungkin bisa memilih untuk tidak menggunakan akses pelayanan publik, dan lebih memilih ke ranah pelayanan dari pihak swasta.

Kelompok aspiring middle ini hampir dipastikan ada di sekeliling kita, bahkan mungkin kita sendiri termasuk dalam kelompok ini. Wajar, karena berdasarkan data, kelompok ini memiliki jumlah populasi terbesar, yaitu sebanyak ±115 juta jiwa atau hampir separuh dari total populasi warga di Indonesia.

Mengapa kelompok aspiring middle memegang peranan penting bagi perekonomian dan masa depan Indonesia? Karena dengan jumlah populasi yang sedemikian besar tersebut, maka tingkat konsumsi dan daya beli dari kelompok inilah yang kemudian mempengaruhi roda perekonomian di Indonesia. Penghasilan yang terbilang secukupnya, seringkali membuat kelompok ini hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa mampu berinvestasi atau bahkan sekadar memiliki simpanan uang untuk kondisi tertentu/darurat.

Apabila daya beli kelompok aspiring middle menurun, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh mereka, namun juga bagi seluruh kelas ekonomi lainnyaMulai dari perusahaan besar yang bergerak di bidang barang dan jasa, Usaha Kecil dan Menengah, hingga Usaha Mikro akan mengalami kerugian karena berkurangnya konsumen dan pasar, pada ujungnya berdampak kepada pemutusan hubungan kerja, berkurangnya lapangan pekerjaan, hingga berkurangnya investasi penanaman modal di Indonesia yang tentunya membawa kerugian besar bagi Indonesia.

Kelompok aspiring middle berada dalam posisi yang masih rawan untuk jatuh ke kelas ekonomi di bawahnya yaitu vulnerable (rentan) hingga poor (miskin)Masalah seperti kehilangan pekerjaan, sakit parah atau kecelakaan yang tidak mendapat perlindungan dari BPJS, hingga terjerat bunga hutang/kredit dapat terjadi sewaktu-waktu dan masih menghantui kehidupan kelompok aspiring middle. Bertambahnya jumlah kelompok vulnerable dan poor  di Indonesia tentu sangat dihindarkan, khususnya ketika jurang resesi ada di depan mata.

Menghadirkan pelayanan publik yang berkualitas akan membawa dampak besar bagi kelompok aspiring middle. Hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, mulai dari kelahiran, kehidupan sehari-hari, hingga kematian tidak terlepas dari pelayanan publik. Persoalan administrasi kependudukan, pendidikan, kesehatan, air bersih, pangan, papan, transportasi, dan masih banyak lagi merupakan contoh urusan pelayanan publik yang akan selalu dihadapi bahkan tidak hanya oleh kelompok aspiring middle.

Apabila pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dapat dipenuhi melalui pelayanan publik yang berkualitas, maka ini dapat memberikan 'ruang' bagi kelompok aspiring middle untuk bernafas dan mulai menggunakan sumber dayanya untuk hal lain. Tidak hanya mendongkrak daya beli, namun juga melakukan hal-hal yang dapat membantu meningkatkan taraf hidup, misalnya menabung, berinvestasi, atau bahkan membuka lapangan pekerjaan baru guna menghidupkan perekonomian.

Maka dari itu, peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan salah satu solusinya. Dimulai dari pemenuhan salah satu kewajiban pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu pemenuhan standar pelayanan. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan teratur (Pasal 1 ayat 7).

Sekurang-kurangnya terdapat 14 komponen standar pelayanan yang wajib dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan publik (Pasal 21). Namun pada praktiknya masih banyak penyelenggara pelayanan yang belum mampu memenuhinya. Hal ini nampak dari hasil survei/penilaian yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia dari tahun ke tahun.

Kurangnya kesadaran penyelenggara pelayanan untuk memenuhi komponen standar pelayanan sangat berpotensi menimbulkan berbagai jenis maladministrasi di instansi pelayanan publik, misalnya ketidakjelasan persyaratan dan prosedur, ketidakpastian jangka waktu pelayanan, ketidakjelasan biaya sehingga memunculkan potensi terjadinya pungutan liar, diskriminasi, petugas yang tidak kompeten, dan berbagai bentuk maladministrasi lainnya yang merupakan celah terjadinya tindakan korupsi.

Dengan memenuhi komponen standar pelayanan sesuai amanat Undang-Undang Pelayanan Publik, diharapkan terwujud kondisi ideal dimana tindakan maladministrasi dapat dicegah. Pemenuhan standar pelayanan juga memberikan keterbukaan informasi kepada masyarakat sehingga memperoleh akses yang mudah untuk menjangkau pelayanan dasar dan pada akhirnya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dalam hal ini khususnya adalah kelompok aspiring middle.


Rizki Arrida, Asisten Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...