• ,
  • - +

Artikel

Pelayanan Publik Anti Kritik
• Selasa, 20/02/2024 •
 
Maulana Achmadi - Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan

Masih hangat di ingatan kita, seorang guru honorer di suatu daerah dipecat karena diduga melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di sekolahnya. Peristiwa tersebut bahkan terjadi hanya berselang beberapa bulan setelah viralnya peristiwa seorang guru yang sekaligus Aparat Sipil Negara (ASN) di sebuah kabupaten, di Provinsi yang sama, curhat di media sosial tentang pengunduran dirinya setelah melaporkan pungli di salah satu Instansi Organisasi Perangkat Daerahnya. Atas laporan dugaan praktik pungutan liar tersebut, alih-alih ditindaklanjuti oleh Instansi tersebut, oknum instansi yang bersangkutan malah memberikan ancaman dan menekan ASN tersebut.

Adanya kritik yang disampaikan oleh masyarakat sebagai pengguna layanan, kepada instansi penyeleng-gara pelayanan publik harusnya direspon sebagai hal yang lumrah, karena betapapun sempurnanya suatu instansi dalam bekerja, pada kenyataannya bisa saja melakukan kekhilafan, baik disengaja maupun tidak. Apalagi pihak yang sebenarnya paling merasakan kualitas pelayanan adalah pengguna layanan, sementara pihak internal instansi seringkali merasa bahwa tindakannya wajar-wajar saja, tidak merasa melakukan tindakan yang salah. Maka dari itu, kritik dari pengguna layanan adalah hal yang wajar sebagai koreksi dan perbaikan bagi penyelenggara layanan.

Penyelenggara pelayanan publik sejatinya adalah pelayan publik, yang harus memberikan pelayanan dengan baik. Sikap oknum penyelenggara pelayanan publik yang melakukan intimidasi tersebut, menunjukkan sikap pelayan publik yang anti kritik. Sikap yang menunjukkan betapa pengecutnya oknum tersebut, karena berupaya menyumpal suara kebenaran, dengan dalih kekuasaan jabatan.

Padahal sebagaimana ketentuan Pasal 47 Ayat (1) dan 48 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Penyelenggara wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya, dan dalam memeriksa materi pengaduan, penyelenggara wajib berpedoman pada prinsip independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya, serta Penyelenggara wajib menerima dan merespons pengaduan. Hal tersebut berarti penyelenggara pelayanan publik wajib memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya, dalam arti menerima dan merespon pengaduan. Proses pemeriksaan terhadap materi pengaduan pun harus profesional, dan tidak memihak.

Ancaman sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut bagi Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan tertuang dalam Pasal 54 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik, bahwa Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar ketentuan tersebut dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan tidak melaksanakan ketentuan dimaksud, dikenai sanksi pembebasan dari jabatan. Hal tersebut seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan kewajiban penyelenggara dan pelaksana merespon pengaduan dengan baik dan benar, bukan malah berfokus mencari identitas Pelapor dan melakukan intimidasi.

Menurunkan Kepercayaan Masyarakat

Penyelenggaraan pelayanan publik oleh penyelenggara negara atau pemerintah dilaksanakan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, sebagai bentuk nyata kehadiran negara memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin baik pelayanan publik yang dirasakan oleh masyarakat, maka semakin tinggi kepercayaan dan harapan masyarakat kepada negara. Idealnya hubungan antara pemerintah sebagai pemberi layanan dengan masyarakat sebagai penerima pelayanan, dapat terjadi hubungan yang menyenangkan, saling respek, saling memahami, bahkan saling mengapresiasi, sebagaimana yang telah terjadi pada negara-negara dengan peradaban pelayanan publik yang lebih maju, seperti di Belanda dan beberapa negara-negara lainnya.

Kejadian viral di atas menciderai upaya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Pemerintah melalui instansi terkait yang telah menyediakan kanal pengaduan resmi, justru kemudian identitas pelapor ditelusuri dan dicari oleh instansi yang dilaporkan guna melakukan intimidasi terhadap pelapor. Hal tersebut juga sangat menciderai hak masyarakat dalam pelayanan publik, dan selanjutnya membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola pengaduan maupun penyelenggaraan pelayanan publik menjadi berkurang. Alih-alih membuat terjalinnya hubungan yang menyenangkan antara pemerintah dengan masyarakat, kejadian tersebut justru membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin pudar.

Terjadi pada Guru

Walaupun potensi terjadinya permasalahan intimidasi serupa bisa saja terjadi pada ASN yang lain, namun salah satu fakta menarik yang didapat dari fenomena viral tersebut yakni, beberapa kasus serupa terjadi pada guru. Hal ini menjadi menarik, karena seorang ASN guru atau tenaga pendidik, yang dalam kesehariannya memberikan pelayanan dengan mendidik putra-putri terbaik bangsa, justru diperlakukan dengan dzalim. Guru yang dengan tugas utamanya mengajar, mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tujuan yang disebutkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang seharusnya diberikan kemudahan dalam urusan administratif, namun malah seringkali menjadi "korban" ketika harus berurusan administratif.

Fenomena ini juga perlu mendapatkan atensi dari organisasi profesi guru. PGRI misalnya, seharusnya bukan hanya sekedar mengorganisir untuk hal-hal yang bersifat formalitas semata, tetapi perlu peran nyata kehadiran PGRI dalam melindungi guru, dengan membuka ruang konsultasi, dan mengambil peran aktif dalam hal advokasi serta pendampingan bagi guru yang berpotensi menjadi "korban".

Upaya yang dilakukan PGRI tentu bukanlah apa-apa, ketika instansi terkait tidak memberikan dukungan berupa upaya perbaikan mekanisme atau sistem kerja urusan dimaksud. Maka dari itu, pemerintah melalui berbagai instansi terkait, dan Inspektorat sebagai aparat pengawasan internal pemerintah, juga mendapatkan tugas untuk melakukan perbaikan terhadap sistem dan tata kelola urusan tersebut.

Kejadian viral tersebut sepatutnya membuat semua pihak memberikan atensi khusus atas peristiwa tesebut. Mengingat kejadian tersebut bisa jadi merupakan fenomena gunung es, yang baru sedikit peristiwa yang muncul ke permukaan terekspose oleh publik, diperkirakan masih banyak lagi kasus serupa, namun tidak terkuak ke publik.

Adanya beberapa kejadian yang viral di atas selayaknya menjadi bahan renungan dan koreksi bagi semua pihak terkait, baik dari instansi atau pihak sekolah, Organisasi Perangkat Daerah terkait, seperti dinas Pendidikan, Inspektorat Daerah, maupun kementerian terkait, seperti Kementerian PAN-RB, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Harus ada Upaya pencegahan dan penanggulangan agar dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya permasalahan serupa di kemudian hari. Selain itu, Pemerintah juga harus lebih peka, dengan menyediakan dan memastikan adanya mekanisme whistle blowing system di instansi dan daerahnya benar-benar berjalan dengan baik, agar tidak ada lagi istilah pelayan publik yang anti kritik.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...