Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak: Bakti Husada untuk Ibu Indonesia

Kasih ibu, kepada beta
Tak terhingga, sepanjang masa
Hanya memberi, tak harap kembali
Bagai sang surya, menyinari dunia
(sebait penggalan lirik lagu berjudul Kasih Ibu ciptaan Mochtar Embut)
Ibu, sebuah kata yang memiliki seribu makna bagi perkembangan hidup seorang manusia hingga kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Secara etimologis sebagaimana yang termuat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu dapat diartikan sebagai sebagai wanita yang telah melahirkan seseorang. Berdasarkan pemaknaan kata yang telah penulis sampaikan sebelumnya, ibu memiliki peran yang tentunya sangat besar terhadap anak-anaknya, dengan adanya keberhasilan pola asuh, didikan, dan pemberian kasih sayang dari ibu kepada anak maka akan memberikan dampak baik dengan terciptanya generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting bagi pembangunan negara Indonesia.
Dengan melihat seberapa penting peran ibu bagi perkembangan dan pembangunan negara, Negara Indonesia tentunya memiliki tanggungjawab besar dalam rangka menjaga kehidupan dan kesejahteraan para ibu di Indonesia salah satunya dari aspek kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak. Adapun regulasi hukum terkait kesehatan ibu dan anak sendiri sejatinya telah diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual. Regulasi tersebut juga sekaligus menjadi patokan utama dari hal-hal apa saja yang harus dipenuhi dalam rangka memberikan pemenuhan terhadap pelayanan kesehatan dasar bagi ibu dan anak di Indonesia sehingga adanya Permen tersebut juga menjawab urgensi dari peningkatan kesehatan ibu dan anak yang harus selalu diperhatikan.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) aspek tinjauan yang diatur dalam regulasi tersebut yang akan menjadi pokok pembahasan di dalam tulisan ini yakni; penyelenggaraan kesehatan masa hamil, penyelenggaraan kesehatan saat persalinan, dan penyelenggaraan kesehatan pasca persalinan. Ketiga hal tersebut jugalah yang menjadi fase-fase krusial yang menentukan keberhasilan dan capaian jangkauan pelayanan kepada ibu dan anak dalam rangka memberikan hak-haknya sebagai masyarakat sehingga harus mendapatkan tinjauan yang lebih dalam baik secara regulasi maupun praktiknya di masyarakat.
Pada hakikatnya, pelayanan kesehatan masa hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat dengan setidaknya diberikan minimal 6 (enam) kali selama masa kehamilan dalam bentuk pelayanan antenatal (pemeriksaan kesehatan janin dan ibu hamil) seperti pengukuran tinggi badan, tekanan darah, lingkar lengan atas, tinggi puncak rahim, penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin, pemberian imunisasi serta tablet tambah darah, tes laboratorium, tata laksana kasus, serta pelayanan konseling seputar psikologis dan edukasi ibu hamil dan janin.
Pelayanan kesehatan persalinan adalah tahapan pelayanan kesehatan yang diberikan pasca kehamilan atau pada saat ibu melaksanakan proses persalinan dengan menitikberatkan pada aspek keselamatan jiwa ibu dan bayi yang dilakukan oleh sedikitnya 1 (satu) orang tenaga medis dan 2 (dua) orang tenaga kesehatan baik oleh dokter, bidan, dan perawat maupun dokter dengan 2 (dua) orang bidan dan harus memenuhi 7 (tujuh) aspek persalinan seperti membuat keputusan klinik, asuhan sayang ibu dan bayi seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD) serta resusitasi bayi baru lahir, pencegahan infeksi, pencegahan penularan penyakit dari ibu ke a \nak, persalinan bersih dan aman, percatatan rekam medis asuhan persalinan, dan rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Aspek-aspek yang telah disebutkan tadi menentukan apakah suatu persalinan dilaksanakan dengan standar persalinan normal ataupun komplikasi. Ibu dan bayi juga diharuskan untuk mendapatkan observasi selama 24 (dua puluh empat) jam pasca persalinan dalam rangka memeriksa kondisi kesehatannya masing-masing.
Tahapan pelayanan kesehatan ibu dan anak pasca melahirkan merupakan tahapan pelayanan kesehatan yang menitikberatkan pada kondisi ibu dan anak setelah dilaksanakannya proses persalinan untuk menentukan tindakan seperti apa yang harus dilaksanakan kepada ibu, bayi baru lahir, serta kepada bayi dan anak yang diberikan minimal 4 (empat) kali setelah persalinan dilaksanakan. Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu dan anak pasca persalinan diberikan secara integrasi antar keduanya dengan bentuk pelayanan kesehatan sebagai berikut;
- Pelayanan kesehatan neonatal esensial dengan mengacu pada pendekatan manajemen terpadu balita sakit;
- Skrining bayi baru lahir;
- Stimulasi deteksi dini pertumbuhan perkembangan; dan
- Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi kepada ibu dan keluarganya mengenai perawatan dan pengasuhan bayi baru lahir.
Adapun ketiga titik fokus pelayanan kesehatan yang penulis sampaikan sebelumnya mendapatkan urgensitas tersendiri sebagai suatu bentuk pelayanan yang wajib distandarisasi oleh pemerintah daerah yang dimana dalam konteks ini adalah pemerintah kabupaten/kota guna menentukan suatu standar minimum dari upaya pengembangan dan optimalisasi pelayanan kepada ibu dan anak dalam memperoleh hak-hak pelayanan kesehatannya sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2024 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan. Di dalam regulasi tersebut, ketiga titik fokus pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut dikembangkan kembali ke dalam bentuk pelayanan dasar yang dikembangkan secara teknis baik kepada personal dari ibu dan anak sebagai berikut;
- Pelayanan kesehatan ibu hamil;
- Pelayanan kesehatan ibu bersalin;
- Pelayanan kesehatan bayi baru lahir; dan
- Pelayanan kesehatan balita;
Keempat bentuk pelayanan tersebut pada hakikatnya wajib mendapatkan penjaminan mutu dengan menitikberatkan kepada pemenuhan barang/jasa yang menjadioutputpelayanan, peningkatkan kualitas SDM dalam memberikan pelayanan, serta adanya petunjuk teknis dalam hal pemenuhan standar pelayanan. Dalam hal ini, beberapa poin dalam penjaminan mutu tersebut haruslah menitikberatkan kepada indikator apa saja yang harus terpenuhi dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan bentuk pengejawantahan sebagai berikut;
1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil:
a) Pengadaan vaksin difteri, tablet tambah darah, alat deteksi risiko ibu hamil, rekam medis ibu hamil, buku KIA, media KIE, dan fasilitas USG dalam rangka pemenuhan kebutuhan barang fisik dalam memberikan pelayanan dasar kepada ibu hamil;
b) Penyediaan dokter terutama dokter spesialis obstetri dan ginekologi, bidan, perawat, tenaga kefarmasian, dan tenaga gizi dalam rangka memberikan jasa pelayanan dasar bagi ibu hamil; dan
c) Penetapan standar pelayanan aternatal yang melingkupi standar kuantitas maupun standar kualitas, termasuk pemeriksaan USG.
2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin:
a) Pengadaan formulir partograf, kartu medis (rekam medis), buku KIA, dan media KIE dalam rangka pemenuhan barang fisik dalam memberikan pelayanan dasar kepada ibu bersalin;
b) Penyediaan dokter terutama dokter spesialis obstetri dan ginekologi, bidan, perawat, tenaga kefarmasian, dan tenaga gizi dalam rangka memberikan jasa pelayanan dasar bagi ibu bersalin; dan
c) Penetapan standar metode persalinan baik secara normal maupun komplikasi dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan setempat maupun fasilitas kesehatan rujukan dengan memperhatikan aksesibilitas menuju fasilitas persalinan tersebut.
3. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir:
a) Pengadaan vaksin hepatitis B, vitamik K1 injeksi, salep/tetes mata antibiotik, formulir bayi baru lahir, formulir MTBM, buku KIA, dan media KIE dalam rangka pemenuhan barang fisik dalam memberikan pelayanan dasar kepada bayi baru lahir;
b) Penyediaan dokter terutama dokter spesialis obstetric dan ginekologi, bidan, perawat, tenaga kefarmasian, tenaga gizi, dan kader kesehatan dalam rangka memberikan jasa pelayanan dasar bagi ibu bersalin; dan
c) Penetapan standar pelayanan kesehatan neonatal kepada bayi baru lahir dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan setempat maupun fasilitas kesehatan rujukan dengan memperhatikan aksesibilitas menuju fasilitas persalinan tersebut.
4. Pelayanan Kesehatan Balita:
a) Pengadaan KPSP, formulir DDTK, buku KIA, vitamin A biru, vitamin A merah, fasilitas imunisasi dasar (BCG, Polio tetes, IPV, DPT-HB-Hib, dan Campak Rubela), jarum suntik dan BHP, peralatan anafilatik, dan formula terapi gizi buruk dalam rangka pemenuhan barang fisik dalam memberikan pelayanan dasar kepada balita;
b) Penyediaan dokter, bidan, perawat, dan tenaga gizi sebagai tenaga medis serta guru PAUD dan kader kesehatan sebagai tenaga non medis dalam rangka memberikan jasa pelayanan dasar bagi balita; dan
c) Penetapan standar pelayanan kesehatan bagi balita dalam keadaan sehat maupun sakit dengan menitikberatkan kepada penimbangan berat badan, pengukuran lingkar kepala dan lengan, serta pemberian imunisasi dan tetes vitamin A secara terukur dan periodik.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, pemerintah kabupaten/kota yang pelaksanaan pelayanan kesehatannya diselenggarakan oleh dinas ke diharuskan untuk memfokuskan anggaran belanjanya kepada hal-hal yang bersifat operasional dan memiliki output kepada pemberian pelayanan dan optimalisasi mutu layanan terpadu. Apabila ditelisik kembali, pemfokusan anggaran belanja terhadap peningkatan mutu pelayanan yang disampaikan sebelumnya memiliki dampak yang seiras dengan output yang diharapkan dalam capaian pelayanan publik jika diiringi dengan peningkatan aksesibilitas masyarakat dimana dalam hal ini ibu dan anak dalam memperoleh pelayanan kesehatan secara merata dan berkelanjutan. Selain hal tersebut, upaya-upaya lanjutan yang dapat dilaksanakan sehubungan dengan pemenuhan pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak tersebut adalah sebagai berikut;
- Memastikan pengadaan barang/jasa serta penyediaan SDM kesehatan telah dilaksanakan sebagaimana regulasi standar minum kesehatan ibu dan anak sebelumnya;
- Melakukan manajemen mutu terpadu dalam rangka menetapkan standar pelayanan pada setiap fasilitas kesehatan guna memberikan kejelasan terhadap alur pelayanan kesehatan ibu dan anak;
- Melakukan monitoring dan evaluasi terkait kinerja pelayanan dengan sasaran/target capaian pelayanan yang telah ditetapkan sebelumnya;
- Melakukan pengamatan terhadap perkembangan demografis ataupun sosiologis dalam membuat suatu kajian/telaah dasar terhadap pemenuhan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang memanfaatkan kadar-kader kesehatan mulai dari tingkat kelurahan/desa secara berkala dan terpadu
Adanya upaya-upaya tersebut sebenarnya telah dilaksanakan sebelumnya oleh dinas kesehatan di kabupaten/kota dalam bentuk penyediaan pelayanan langsung di masyarakat yang senantiasa diberikan monitoring dan evaluasi terhadap capaian pelayanan yang dilaksanakan seperti adanya posyandu di setiap kelurahan/desa di Indonesia. Keberadaan pos pelayanan terpadu (Posyandu) dalam rangka mendukung pelayanan kesehatan ibu dan anak pasca persalinan hingga anak mencapai usia balita juga memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak-hak dasar bagi ibu dan anak. Posyandu merupakan Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan memberikan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar khususnya pada ibu dan anak untuk melaksanakan percepatan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak balita yang diejawantahkan dalam bentuk pengintegrasian layanan sosial dasar meliputi perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesejahteraan sosial. Dalam konteks Sejarah, Posyandu hadir disaat pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto dimana posyandu sendiri merupakan usulan yang disampaikan oleh Ibu Tien Soeharto selaku Ibu Negara Republik Indonesia pada saat itu yang memperhatikan kualitas kesehatan ibu dan anak di Indonesia yang masih dibawah standar dunia dan masih tingginya angka kematian ibu dan bayi serta kurangnya jumlah serta kualitas pelayanan fasilitas kesehatan pada saat itu sehingga posyandu dianggap suatu gebrakan terhadap upaya dalam menaikan intensitas pelayanan kesehatan dasar bagi ibu dan anak pada saat itu yang terus dilaksanakan hingga saat tulisan ini dibuat. Berdasarkan pemaparan diatas sebelumnya, keberadaan posyandu menjadi ujung tombak dan penentu aksesibilitas dan keberhasil pemenuhan pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak di lingkungan masyarakat.
Provinsi Kepulauan Riau sebagai titik fokus penulis dalam membuat tulisan opini ini memiliki jumlah penduduk usia balita sejumlah 142.956 orang dari keseluruhan penduduk yang berjumlah sebanyak 2.220.043 atau sekitar 6% dari keseluruhan penduduk (data diperoleh dari Visualisasi Data Kemendagri per tanggal 30 Juni 2024). Jumlah tersebut dapat dikatakan cukup besar jika dilihat daripada sudut pandang pengadaan kesehatan ibu dan anak yang menitikberatkan pada pemenuhan pelayanan kesehatan masing-masing baik kepada ibu maupun anak dengan proporsi yang seimbang dan saling berkaitan satu sama lainnya. Data tersebut sekaligus menunjukan bahwasanya pemenuhan pelayanan kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau sendiri merupakan suatu hal yang mendapatkan urgensi yang sangat penting dan wajib untuk dipenuhi sepenuhnya. Berdasarkan fakta tersebut, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau selaku otoritas pemerintah daerah yang diamanatkan upaya pemenuhan pelayanan kesehatan ibu dan anak tadi untuk senantiasa mengkoordinasikan wilayah Kabupaten/Kota dibawah wilayah yuridiksi hukumnya juga menciptakan adanya satu kondisi yang sama terhadap pengadaan barang, penyediaan SDM, serta penetapan standar yang tentunya menyesuaikan dengan masing-masing wilayah kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau namun tetap menitikberatkan kepada kesamaan capaian dan tujuan dari standarisasi pelayanan kesehatan ibu dan anak yang telah diatur menurut regulasi yang diatur sebelumnya sehingga diperlukan adanya suatu langkah konkret atas capaian yang dijelaskan tersebut sebelumnya.
Namun pada faktanya saat ini, tujuan-tujuan dari pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut masih harus mendapatkan evaluasi, optimalisasi dan penyempurnaan layanan kedepan khususnya di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan data lapangan yang penulis dapatkan melaluipress releasekegiatan Rapat Evaluasi Kematian Ibu dan Anak, Surveilans Respon Tingkat Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2024, tercatat bahwasanya terjadi penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi dibawah 70 kasus per 100.000 kelahiran hidup di Provinsi Kepulauan Riau. Capaian ini tentunya tetap diharuskan untuk dievaluasi dan dioptimalisasi melalui pengintegrasian serta peningkatan jangkauan kerjasama antara puskesmas, rumah sakit, serta tim maternal perinatal guna mengorganisasi, memetakan, dan mencegah agar kasus-kasus kematian ibu dan anak yang pernah terjadi sebelumnya untuk dapat ditanggulangi serta tidak terulang kembali sebagaimana yang disampaikan oleh drg. Mardiansyah, M.Kes. selaku Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kepulauan Riau dalam kegiatan rapat evaluasi yang telah penulis jelaskan sebelumnya.
Angka kematian ibu dan anak tersebut secara implisit juga menunjukan bahwasanya pelayanan kesehatan ibu dan anak dsangat berpengaruh terhadap fluktuasi baik kenaikan maupun penurunan angka kematian ibu dan anak yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, bukan merupakan suatu keniscayaan apabila terjadi kenaikan angka kematian ibu dan anak di Provinsi Kepulauan Riau sebagai akibat menurunnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak di Provinsi Kepulauan Riau terutama di wilayah-wilayah terluar seperti di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Natuna yang harus mendapatkan perhatian khusus serta pendekatan yang cukup dalam perihal pemenuhan pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak di wilayah tersebut secara optimal. Sebagai wilayah yang diproyeksikan sebagai pusat pembangunan ekonomi di Kawasan Indonesia Barat, sudah seharusnya bagi Provinsi Kepulauan Riau untuk mengorientasikan pembangunan SDM nya terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat terutama pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak secara optimal dan berorientasi kepada pembangunan daerah. Hal ini tentunya sangat memiliki alasan yang kuat apabila menilik kepada peran ibu di suatu wilayah dalam narasi awal penulisan tulisan opini ini serta adanya potensi Bonus Demografi 2045 yang berkaitan erat dengan kualitas dari jumlah dan kualitas pelayanan dasar atas anak-anak di Provinsi Kepulauan Riau yang apabila diperhatikan dengan baik maka akan memiliki pengaruh positif terhadap pembangunan daerah hingga kepada skala nasional.
Dalam membuat tulisan ini, penulis juga melakukan wawancara kepada 2 responden yang berasal dari Insan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau yakni Ibu Reihana Ferdian dan Ibu Shinzi Aulia K. yang saat ini juga berperan sebagai new momdari bayi dibawah usia 1 (satu) tahun dengan pertanyaan-pertanyaan seputar pengalaman mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak, tinjauan sejauh ini terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta harapan kedepan terhadap pengembangan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Menurut ibu Reihana, pengalaman mendapatkan pelayanan kesehatan yang dirasakan sudah cukup baik apabila mengacu kepada aspek fasilitas kesehatan di rumah sakit ataupun puskesmas yang dapat dilihat dari banyaknya dokter selaku tenaga medis dengan kapabilitas ilmu serta pengalaman kerja yang optimal serta pemberian layanan kesehatan yang dapat diperoleh dengan harga terjangkau. Namun masih terdapat catatan-catatan yang harus dievaluasi serta diberikan tindakan korektif untuk pelayanan di posyandu dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai ibu dan anak termasuk cara mengendong bayi saat pemeriksaan kesehatan di posyandu serta evaluasi atas layanan imunisasi di puskemas terutama terkait waktu pemberian imunisasi BCG dan Polio kepada bayi serta intensitas waktu pelayanan imunisasi di puskesmas yang harus ditingkatkan tidak hanya selama 1 bulan sekali.
Adapun menurut ibu Shinzi, pengalaman pelayanan kesehatan yang dirasakan juga sudah cukup baik terutama pada saat pelayanan kesehatan masa kehamilan dengan pemberian layanan prioritas kesehatan khusus kepada ibu hamil serta pemberian layanan konsultasi pemeriksaan ibu hamil yang sangat komunikatif serta sangat terbuka terhadap informasi-informasi kesehatan ibu dan janin. Adapun pelayanan kesehatan di Puskesmas sendiri juga sudah cukup baik namun perlu ditingkatkan kembali dari aspek ketersediaan tenaga medis maupun tenaga kesehatan secara kualitas dan kuantitas serta peningkatan waktu intensitas pemberian imunisasi sebagai bentuk pelayanan kesehatan ibu dan anak di puskesmas sendiri sehingga kedepannya diharapkan agar diperlukan adanya pengembangan terhadap aspek-aspek yang mendapatkan catatan sebelumnya serta memperhatikan capaian-capaian pelayanan yang sudah optimal sebelumnya.
Berdasarkan kedua jawaban tersebut sebelumnya, penulis menarik kesimpulan bahwasanya peningkatan fasilitas kesehatan ibu dan anak di puskesmas maupun bentuk pelayanan lain seperti posyandu perlu mendapatkan sorotan dari pihak-pihak terkait yang menyelenggarakan fungsi pelayanan kesehatan sebagai bentuk penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik khususnya penyelenggara pelayanan kesehatan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau agar kedepannya mampu menjawab permasalahan serupa yang dialami oleh ibu-ibu lain yang menggunakan pelayanan kesehatan ibu dan anak sehingga tercapainya tujuan dari pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya. Dalam hal ini, sungguh amat disayangkan bahwasanya posyandu sebagai ujung tombak daripada pengejawantahan dari pemenuhan pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak terutama terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemberian informasi edukatif seputar cara mengurus bayi dan balita, pemberian asupan vitamin dan makanan pendamping kaya gizi, serta pemeriksaan perkembangan anak dan pengentasanstunting belum mampu melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik. Hal ini tentunya sangat membutuhkan perhatian kembali dari pemerintah kabupaten/kota yang berada di Provinsi Kepulauan Riau guna menilik hal tersebut sebagai suatu hal yang harus mendapatkan atensi lebih untuk dievaluasi dan dioptimalisasi secara berkala kedepannya.
Berdsarkan penelusuran media yang penulis lakukan dalam rangka menemukan inovasi dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan ibu dan anak di wilayah kabupaten/kota, penulis menemukan bahwasanya terdapat program pelayanan kesehatan bergerak (PKB) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas dalam rangka pemenuhan dari pelayanan kesehatan tersebut dimana diketahui bersama bahwasanya wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas sendiri merupakan salah satu wilayah terluar di Provinsi Kepulauan Riau sehingga memerlukan pendekatan khusus dan inovasi-inovasi yang dapat memajukan dan memberikan dampak progresif dalam hal pemenuhan pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak di wilayahnya secara optimal. Program PKB tersebutlah yang merupakan titik awal inovasi yang diharapkan mampu memberikan pengaruh signifikan di wilayah lain di Provinsi Kepulauan Riau dalam hal pemberian pemerataan pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak.
Adapun program PKB yang dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Anambas sendiri merupakan suatu bentuk langkah cepat yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau dalam rangka untuk menyukseskan program Indonesia Sehat dengan memperhatikan karateristik dan kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut dan rutin dilaksanakan per tahunnya dalam rangka pemberian kesehatan dasar salah satunya adalah kesehatan ibu dan anak serta memberikan sosialisasi mengenai edukasi gizi serta promosi kesehatan lainnya tanpa dipungut biaya layanan sepeserpun kepada masyarakat di wilayah tersebut.
Dalam suatu penelitian yang dibuat oleh Agung Dwi Laksono terhadap akses pelayanan kesehatan ibu dan anak di wilayah kepulauan, Kabupaten Natuna merupakan salah satu wilayah yang disorot dalam penelitian tersebut. Kabupaten Natuna sendiri merupakan salah wilayah kabupaten yang berstatus Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DPTK) di Indonesia. Adapun di dalam penelitian tersebut, disampaikan bahwa hanya terdapat 1 (satu) Rumah Sakit Umum dari pemerintah yakni RSUD Natuna yang berada di Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna. Apabila merujuk kepada komposisi tenaga kesehatan dan tenaga medis di Kabupaten Natuna, diketahui bahwasanya terdapat beberapa desa yang tidak memiliki bidan desa sama sekali yang beralasan kepada aksesibilitas yang sulit dari menuju wilayah tersebut.
Secara umum diketahui bahwasanya keadaan transportasi dari Kabupaten Natuna menuju wilayah lain di Kepulauan Riau menjadi tantangan utama dalam hal pemberian rujukan kesehatan lanjutan terhadap kesehatan ibu dan anak di wilayah tersebut, sehingga kedepannya memang diharuskan adanya optimalisasi pelayanan kesehatan dasar ibu dan anak di Kabupaten Natuna yang dapat dimulai dengan pembangunan transportasi dari Kabupaten Natuna menuju fasilitas kesehatan lanjutan di Provinsi Kepulauan Riau khususnya menuju Kota Batam sebagai pusat pemukiman penduduk yang ada di Provinsi Kepulauan Riau yang telah memiliki fasilitas rujukan kesehatan lanjutan terhadap ibu dan anak yang telah memiliki kualitas yang baik.
Fakta-fakta seputar pelayanan kesehatan ibu dan anak di Provinsi Kepulauan Riau sebelumnya, setidaknya telah memberikan suatu refleksi mendalam mengenaiplus minus dari pemenuhan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Adanya kondisi-kondisi khusus yang mengharuskan optimalisasi khusus terhadap pemenuhan khusus terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak ini jelas menjadi tantanga tersendiri bagi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam rangka memenuhi hak-hak kesehatan dasar bagi ibu dan anak yang tidak hanya mengacu pada kepatuhan hukum pada regulasi-regulasi kesehatan masyarakat, namun juga mengacu kepada hal-hal yang bersifat naluriah dan berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup manusia dimana dalam hal ini berkaitan dengan ibu dan anak sebagai pengguna pelayanan kesehatan.
Hal-hal demikian tentunya telah menjadi sorotan dan mendapatkan atensi jauh sebelum hal demikian menjadi suatu realitas yang tidak terelakan, sehingga dibutuhkan suatu gebrakan nyata dari aksi nyata pemerintah dalam menjawab tantangan demikian demi terpenuhinya hak-hak masyarakat terutama hak-hak atas pelayanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia. Melalui gagasan, pemikiran, serta pertimbangan matang dari Bapak H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selaku presiden keempat Republik Indonesia, dibentuklah suatu Komisi Nasional Ombudsman melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 yang menjadi titik awal dari perjuangan dan kerja nyata yang diejawantahkan dan berkembang menjadi suatu lembaga negara yang bersifat independen bernama Ombudsman Republik Indonesia.
Hadirnya Ombudsman Republik Indonesia dalam memegang tanggungjawab serta tugas suci dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia menjadi asa baru bangsa Indonesia dalam hal pemantapan serta optimalisasi pelayanan publik yang sebelumnya membutuhkan perhatian lebih lanjut, terlebih atas pelayanan publik dasar yang harus terpenuhi pelaksanaannya seperti pelayanan kesehatan ibu dan anak yang pada intinya menitikberatkan pada pemenuhan hak-hak atas aksesibilitas dan pemenuhan pelayanan terhadap kesehatan dan keselamatan ibu dan tumbuh kembang anak yang berdampak lurus pada pembangunan SDM di Indonesia sehingga terwujudnya negara yang menitikberatkan pembangunan pada percepatan kesejahteraan masyarakat termasuk ibu dan anak sendiri.
Sebagai lembaga pengawas pelayanan publik, sudah merupakan suatu kewajiban hukum bagi Ombudsman Republik Indonesia dalam rangka mengawasi pelayanan publik yang bersifat multi sektor dan menjangkau seluruh bentuk dan aspek pelayanan publik kepada masyarakat khususnya pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak yang memiliki dampak signifikan bagi pembangunan negara. Hadirnya Ombudsman Republik Indonesia dalam rangka mengawasi serta memberikan saran perbaikan maupun tindakan korektif bagi penyelenggara pelayanan publik khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dalam meningkatkan kapasitas pelayanannya melalui evaluasi, optimalisasi, serta restrukturisasi dari standar pelayanan yang harus dikembangkan kearah pelayanan yang ramah ibu dan anak serta mampu menjawab urgensitas dari kebutuhan pelayanan kesehatan ibu dan anak sendiri.
Dalam hal ini dan secara khususnya penulis sampaikan, Ombudsman Republik Indonesia yang saat ini hadir di Kepulauan Riau sebagai perwakilan langsung, terintegrasi, dan memiliki tanggungjawab mulia dalam rangka menjawab hal-hal yang berkenaan dengan pengawasan pelayanan publik sebelumnya merupakan bukti nyata dari komitmen bersama untuk mengawasi pelayanan publik agar dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau akan selalu siap sedia serta berkomitmen penuh dalam rangka mengawasi serta memberikan saran-saran yang membangun dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan ibu dan anak kearah optimalisasi dan evaluasi pelayanan serta dalam halmonitoring terhadap segala bentuk potensi maladministrasi yang sewaktu-waktu dapat terjadi kedepannya.
Lebih lanjut penulis sampaikan, bahwasanya hal-hal demikian tidak bisa hanya diwujudkan apabila tidak disertai dengan langkah-langkah nyata serta upaya progresif dalam hal pengawasan terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kepulauan Riau sendiri. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan serta menjadi awal baru dalam rangka optimalisasi pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah sebagai berikut;
- Membangun jaringan komunikasi antarstakeholder berkenaan dengan pemenuhan pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang menitikberatkan kepada sejauh mana pengadaan obat-obatan, vaksin, faskes pendukung, dan sarana informasi berkenaan dengan kesehatan ibu dan anak serta bagaimana tinjauan terhadap bentuk pelayanan yang telah diberikan sebelumnya untuk dievaluasi dan dimonitor lebih lanjut;
- Melaksanakan diskusi terbuka yang melibatkan unsur tenaga medis, tenaga kesehatan, serta ibu-ibu dalam rangka membahas bersama terkait hal-hal apa saja yang menjadi permasalahan terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak di Kepulauan Riau selama ini; dan
- Membuat suatu kajian sistemik yang memilikioutput terhadap percepatan optimalisasi pelayanan kesehatan ibu dan anak dan pengentasan segala bentuk maladministrasi yang sewaktu-waktu dapat terjadi apabila tidak diawasi dengan optimal secara internal dari pihak penyelenggara layanan kesehatan ibu dan anak.
Dalam rangka memperingati Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember 2024 yang lalu, Ombudsman Republik Indonesia khususnya Perwakilan Kepulauan Riau akan selalu siap dan sedia memberikan performa terbaiknya dalam rangka mengawal serta mengawasi proses-proses percepatan peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak guna mendukung pembangunan nasional serta nawacita dari Republik Indonesia sendiri untuk mencapai Indonesia Emas tahun 2045. Ombudsman Republik Indonesia akan selalu dan selamanya menjadi garda terdepan dan sahabat terbaik bagi seluruh ibu di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mendapatkan seluruh hak-hak pelayanan publik yang dibutuhkan khususnya pelayanan kesehatan sendiri. Tugas suci ini tentunya menjadi komitmen nyata akan kepedulian serta dedikasi seluruh Insan Ombudsman atas pelayanan bakti husada untuk seluruh ibu dan anak di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selamat Hari Ibu
Ombudsman Republik Indonesia, berdiri tegak bersama seluruh ibu dan anak di Indonesia.
NB: Tulisan ini saya dedikasikan kepada Ibu Susan Handayani, S.E. selaku mama saya yang telah melahirkan, merawat, mendidik, dan menyayangi saya sehingga saya bisa bergabung bersama keluarga besar Insan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau.
OIeh:
Muhammad Addin Nur Prasatia (Calon Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau)