Paradigma Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan
Tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional maupun daerah, amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menerangkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Undang-Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia Tahun 1945 juga mengamanatkan alokasi anggaran minimal 20% dari APBN dan APBD untuk kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Implementasi kebijakan pendidikan di daerah akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pembiayaan pendidikan yang memadai dan dapat diandalkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Demikian definisi pendidikan yang diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari definisi tersebut maka dalam pemenuhan hak dasar warga negara terhadap pendidikan perlu diupayakan secara sadar dan terencana. Termasuk di dalamnya rencana anggaran untuk pendidikan. Diperlukan penyusunan rencana strategis oleh penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan yang digunakan sebagai "kompas" dalam mengambil kebijakan terkait bidang pendidikan.
Dalam hal Pendidikan dasar 9 tahun dari SD dan SMP setiap satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan kecuali satuan Pendidikan Dasar yang diselenggarakan oleh Masyarakat (Swasta). Hal ini tertuang pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan. Namun untuk pendidikan dasar tersebut diperbolehkan adanya sumbangan pendidikan dari peserta didik atau orang tua walinya yang diatur pada Pasal 5 huruf c Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan Biaya Pendidikan.
Sebelum membahas pungutan dan sumbangan pada tingkatan selain pendidikan dasar, perlu diketahui definisi dari pungutan dan sumbangan. Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. Sedangkan sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
Jadi jelas pungutan pada pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dilarang namun diperbolehkan adanya sumbangan pendidikan. Sedangkan untuk pungutan bagi satuan pendidikan dasar yang didirikan oleh masyarakat (swasta) dan sumbangan bagi satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah tersebut wajib dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan, terutama orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar. Apabila sumbangan yang diterima satuan pendidikan selama satu tahun ajaran melebihi Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), diaudit oleh akuntan publik dan hasil auditnya diumumkan secara transparan di media cetak berskala nasional. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya melakukan pengawasan terhadap pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan pungutan dan sumbangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tingkat SMA dan SMK/Sederajat
Untuk tingkat SMA dan SMK/sederajat yang diselenggarakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dapat dilakukan pungutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 51 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yaitu pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Kemudian pada pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Pungutan oleh satuan pendidikan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua, dan/atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4) huruf c, ayat (5) huruf c, dan ayat (6) huruf d wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan;
2. Perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan;
3. Dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan;
4. Dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan;
5. Tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomi;
6. Menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan pendidikan;
7. Digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
8. Tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan;
9. Sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan;
10. Tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan;
11. Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri;
12. Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana dipertanggung jawabkan oleh satuan pendidikan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, dan penyelenggara satuan pendidikan; dan
13. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadi untuk pungutan di tingkat SMA/SMK/Sederajat yang diselenggarakan oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah dapat dilakukan Pungutan namun tetap memperhatikan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
Namun perlu juga diperhatikan untuk pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif dilarang:
1. Menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;
2. Memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan;
3. Melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang menciderai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik; dan/atau;
4. Melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan.
Hal ini juga berlaku pada satuan pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat maupun daerah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).
Peran Komite Sekolah
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah. Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Tugas utama komite sekolah adalah pertama memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait kebijakan dan program sekolah, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah/Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RAPBS/RKAS), kriteria kinerja sekolah, kriteria fasilitas pendidikan di Sekolah, dan kriteria kerja sama sekolah dengan pihak lain. Kedua, menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif. Ketiga, mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keempat, menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan komite sekolah atas kinerja sekolah.
Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya yang dilakukan oleh Komite Sekolah berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Kemudian komite sekolah dalam melaksanakan tugas menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya di satuan pendidikan. Namun penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya yang dilakukan oleh Komite Sekolah berbentuk bantuan dan/atau sumbangan;
Monitoring dan Pengawasan
Sepanjang tahun 2020 hingga 2021 Ombudsman Bengkulu telah menerima 20 Laporan tentang pendidikan khususnya mengenai pungutan dan sumbangan pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru, dilaksanakannya ujian sekolah, dan tertahannya ijazah karena belum melunasi tunggakan biaya sekolah. Dari laporan tersebut, Ombudsman Bengkulu melakukan tindak lanjut dengan berkoordinasi dengan pihak sekolah dan Dinas Pendidikan pada level Provinsi, Kabupaten dan Kota. Permasalahan yang ditemukan yaitu pihak satuan pendidikan memahami tentang sumbangan dan pungutan. Masih ditemukan satuan pendidikan yang memaknai pungutan dan sumbangan pendidikan dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Padahal berdasarkan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan hal itu tidak diperbolehkan. Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan bagi pemerintah dan pihak satuan pendidikan khususnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah yaitu
1. Menyusun dan menetapkan aturan khusus (peraturan daerah/peraturan kepala daerah) yang mengatur tentang pungutan dan sumbangan di setiap satuan pendidikan;
2. Pemerintah baik kementerian dan pemerintah daerah aktif menyosialisasikan peraturan perundang-undangan khususnya mengenai pendanaan pendidikan;
3. Peran komite sekolah lebih aktif dalam melakukan kerja sama dengan menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif (dalam hal pendanaan pendidikan);
4. Pengawasan melalui inspektorat dan aparatur pengawas internal lainnya lebih diperketat serta memaksimalkan peran unit pengelolaan pengaduan baik pada satuan pendidikan/komite sekolah maupun pemerintah;
5. Pengawas eksternal juga lebih memperketat monitoring dan pengawasan baik melalui tindak lanjut laporan masyarakat dan pencegahan maladministrasi di bidang pendanaan pendidikan.
*Jaka Andhika, SH
(Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu)