Opini Pelayanan Publik
Sejak tahun 2015, sebagai salah satu bentuk pengawasan, Ombudsman RI secara berkelanjutan melaksanakan penilaian kepatuhan pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kegiatan ini dilakukan terhadap seluruh lapisan pemerintahan, mulai dari Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Daerah. Hal ini sejalan dengan fungsi Ombudsman yang diamanatkan dalam Pasal 6 Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman yang menyebutkan bahwa"Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan Pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu".
Penilaian yang dilaksanakan ini tentu saja dimaksudkan untuk mendorong penyelenggara pelayanan publik agar selalu memberikan pelayanan prima, dan tidak menyimpang dari koridor yang telah ditetapkan dengan cara menetapkan standar pelayanan pada masing-masing unit layanan. selain itu, penilaian juga dimaksudkan supaya setiap penyelenggara pelayanan terus berinovasi dalam penyempurnaan layanan, agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Perlu juga dipahami bahwa penilaian yang dilakukan oleh Ombudsman RI adalah penilaian terhadap layanan publik Pemerintah secara keseluruhan. Sehingga baik buruknya hasil penilaian. merupakan cerminan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan atas tujuan tersebut, Ombudsman melalui 34 Perwakilannya melakukan penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2021. Dari 14 komponen standar pelayanan yang tercantum dalam UU 25/2009, Ombudsman hanya melaksanakan penilaianservice deliveryyaitu penilaian yang tangible atau yang langsung bisa dilihat dan dirasakan oleh masyarakat dalam proses penyampaian pelayanan. Dalam penilaian kepatuhan standar pelayanan, Ombudsman mengambil beberapa sampel penilaian pada unit-unit layanan yang dirasa cukup banyak di akses oleh masyarakat, yaitu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, serta instansi vertikal seperti Kepolisian dan Kantor Pertanahan.
Dari sampel tersebut, setidaknya diambil 10 variabel penilaian pada tiap-tiap unit yang terdiri dari standar pelayanan. dalam menyusun standar pelayanan, penyelenggara layanan wajib memuat persyaratan, biaya, jangka waktu, dan prosedur layanan. Dengan mempublikasi standar pelayanan secara jelas, masyarakat mendapatkan penjelasan tanpa perlu bertanya-tanya kepada petugas layanan serta mendapatkan kepastian pelayanan. selain itu, petugas layanan juga dimudahkan dengan berkurangnya pemberian penjelasan verbal kepada pengguna layanan, dapat menjadi panduan dalam melaksanakan tugas pelayanan, serta terhindar dari potensi terjadinya maladministrasi seperti pungli, tidak memberikan pelayanan, penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur.
Selanjutnya, dalam penilaian ini Ombudsman juga memastikan bahwa unit layanan mempublikasi Maklumat Pelayanan yang merupakan komitmen atau janji layanan untuk masyarakat. Setidaknya, maklumat pelayanan harus memuat substansi mengenai kesanggupan dalam memberikan layanan, melaksanakan kewajiban, melakukan perbaikan secara terus menerus dan kesedian menerima sanksi atau memberikan kompensasi bagi layanan yang terabaikan. Selain itu penilaian juga dilakukan terhadap publikasi visi, misi, dan motto pelayanan sebagai penjabaran dari rencana strategis penyelenggara layanan yang termanifestasikan ke unit layanan.
Poin selanjutnya dalam variabel penilaian adalah pengelolaan pengaduan. Ombusman memastikan bahawa unit layanan telah melaksanakan pengelolaan pengaduan dengan benar, mulai dari menyediakan sarana pengaduan, baik ruang pengaduan maupun sarana penyampaian pengaduan, petugas pengelola pengaduan yang ditunjuk dengan surat keputusan dari pimpinan, dan memastikan dibuatkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan pengaduan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang menyampaikan aduan mendapat kepastian tindak lanjut aduan. Selain itu, Ombudsman juga menilai terkait sarana prasarana yang disediakan bagi pengguna layanan termasuk bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus seperti masyarakat difabel, lansia, ibu hamil dan menyusui serta anak-anak.
Variabel terakhir, Ombudsman juga menilai apakah dalam unit layanan tersebut, petugas layanan menggunakan atribut yang sesuai atau tidak. Hal ini dilakukan agar membedakan petugas layanan dengan oknum calo yang kemungkinan berkeliaran di lingkungan unit layanan. Selain itu juga dinilai apakah layanan yang diberikan berada pada unit layanan terpadu atau tidak. Ombudsman, mendorong pemerintah untuk terus memberikan pelayanan dalam unit pelayanan terpadu satu pintu. Hal ini dilakukan agar masyarakat mudah mengakses layanan hanya dalam satu tempat, serta mempermudah pemerintah dalam menyediakan standar pelayanan yang tersentral pada satu lokasi, hal ini juga dapat mengurangi anggaran pemerintah dalam menyediaan sarana prasarana.
Hingga tahun 2022, Ombudsman RI melakukan perubahan metode penilaian dari penilaian kepatuhan menjadi penilaian penyelenggaraan pelayanan publik yang outputnya tidak lagi berupa zonasi, melainkan berupa Opini Pengawasan Pelayanan Publik. Hal ini dilaksanakan berdasarkan saran dari Presiden RI pada saat menyampaikan hasil penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik tahun 2021. Sebenarnya, dengan metode penilaian Kepatuhan terhadap pelayanan publik yang sebelumnya dilakukan, masih terjadi ketidak konsistenan dalam penerapan standar pelayanan publik. Hal ini dapat dilihat dari grafik hasil penilaian yang turun naik dari zona kuning ke hijau dan sebaliknya. Banyak faktor penyebab, antara lain pergantian pimpinan, pergantian posisi petugas layanan, perubahan pola penilaian yang mengikuti zaman, seperti dinilainya publikasi standar pelayanan secara elektronik dan non elektornik.
Berubahnya metode penilaian tentu menjadi tantangan tersediri bagi pemerintah. Terdapat 4 dimensi yang harus dipenuhi agar mendapatkan nilai sempurna. Dimensi penilaian dimaksud terdiri dari dimensi input, yang menguji kompetensi penyelenggara layanan publik akan pengetahuan seputar pelayanan publik melalui metode wawancara. Selain itu dilakukan wawacara mengenai pengelolaan sarana prasarana termasuk dokumen-dokumen pendukung. Dimensi selanjutnya adalah dimensi proses, dimana metode penilaiannya sama seperti penilaian kepatuhan terhadap UU 25/2009 namun dilakukan dengan lebih rigit, seperti memastikan standar pelayanan sudah disertai dengan bukti/dokumen dukung yang kuat serta memastikan sarana yang tersedia untuk masyarakat dapat berfungsi dengan baik.
Penilaian selanjutnya menggunakan dimensi output, dimana dilakukan wawancara terhadap masyarakat pengguna layanan untuk mengetahui persepsi dari pengguna terkait penyelenggaraan pelayanan publik yang ada di unit layanan. dari sini akan tergambar apakah dalam unit layanan dimaksud terjadi atau tidak terjadi maladministrasi. Terakhir, dilakukan penilaian dari segi pengelolaan pengaduan. Penilaian ini juga dilakukan dengan teknik wawancara kepada pengelola pengaduan yang telah di tunjuk oleh atasan langsung berdasarkan SK yang telah ditetapkan. Dari sini Ombudsman dapat melihat sejauh mana kepedulian dan keaktifan unit layanan dalam mersepson dan menindaklanjuti keluhan masyarakat, serta dapat dinilai sejauh mana pengelolaan pengaduan terdokumentasikan.
Perubahan metode ini mungkin tidak mudah dilaksanakan pada awalnya, baik bagi yang di nilai maupun yang menilai. Bahkan perlu persiapan dan pemahaman yang matang bagi enumerator dan assesor Ombudsman dalam mengambil nilai di lapangan. Berbagai respon ketidaksiapan dari pemerintah pun tergambar baik ketika workshop penyampaian awal pelaksanakan penilaian sampai saat tim penilai turun ke lapangan. Namun semua itu bukan menjadi alasan untuk tidak dilaksanakan penilaian ini. Ketika semua pihak menginginkan adanya pelayanan publik yang prima, maka pemenuhan ke empat dimensi ini menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan, dengan atau tidak adanya penilaian dari Ombudsman.
Penulis
Asisten Ombudsman RI Kalsel, Ita Wijayanti