Ombudsman Turun Tangan, RSUD Ganti Biaya Obat Pasien
BPJS merupakan salah satu badan hukum yang beroperasi sejak 2014 serta memiliki wewenang untuk memberikan jaminan sosial berbentuk kesehatan dan ketenagakerjaan. Kedua aspek ini merupakan hal penting bagi masyarakat umum dan pekerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Salah satu program yang diadakan oleh BPJS adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN diselenggarakan melalui sistem asuransi, dimana masyarakat wajib membayar iuran dalam jumlah ringan sebagai tabungan untuk biaya perawatannya ketika sakit di masa depan.
Ombudsman kerap kali menerima aduan masyrakat terkait BPJS. Salah satunya yaitu terkait obat-obatan yang tidak ditanggung oleh BPJS dan harus dibeli sendiri oleh pasien.
Permasalahan ini juga menjadi pokok keluhan yang dialami oleh JP sebagai Pelapor. JP merupakan pasien RSUD dengan diagnosis gejala penyakit ginjal dan mendapatkan dua resep yang diberikan oleh dokter, yakni resep umum dan resep RSUD. Dalam kronologinya, Pelapor merasa keberatan dikarenakan resep yang diberikan dibagi menjadi dua resep yang mana dijelaskan oleh pihak RSUD bahwa resep RSUD adalah resep yang bisa didapatkan di apotek, sedangkan resep umum dibebankan kepada pasien untuk dapat dibeli di luar disebabkan obat tersebut tidak masuk dalam Formularium Nasional (fornas) dan hanya obat yang masuk dalam list fornas saja yang dapat ditanggung RSUD dan diklaim BPJS. Pelapor harus mengeluarkan biaya sebesar Rp344.000,00 untuk membeli obat yang diresepkan secara umum.
Setelah melalui tahapan verifikasi formil dan materiil maka laporan Pelapor melaui posko pengaduan segera dilakukan tahap pemeriksaan dengan kategori Respons Cepat Ombudsman (RCO). Tim Pemeriksa segera meminta keterangan klarifikasi kepada pihak BPJS terhadap pokok-pokok keberatan permasalahan yang disampaikan Pelapor dan salah satu poin klarifikasinya adalah pihak BPJS membantah hal tersebut, karena ini sudah menjadi kebijakan dari jaminan kesehatan nasional. Walaupun obat tersebut tidak termasuk dalam formularium nasional, selama ada indikasi dari dokter yang bertugas itu tetap menjadi beban RSUD untuk membayarkan dan dapat diklaim.
Hal yang sama juga disampaikan oleh pihak pengelola JKN RSUD ketika Tim Pemeriksa meminta keterangan klarifikasi. Disampaikan bahwa itu sudah menjadi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional untuk tetap dibebankan ke RSUD, dengan catatan selama itu berasal dari indikasi dari dokter. Tetapi jika obat tersebut berasal dari kemauan pasien untuk membeli di luar RSUD atau obat alternatif berupa vitamin yang tidak menjadi kewajiban pasien untuk membeli tetapi pasien menginginkan, barulah itu menjadi beban pasien itu sendiri.
Setelah mendengar klarifikasi dari Terlapor sehari setelahnya, sebagai bentuk kejelasan dan penyelesaian permasalahan yang disampaikan, pihak BPJS, pengelola JKN RSUD, pihak RSUD dan Pelapor telah dihadirkan bersama dalam pertemuan guna tindak lanjut penyelesaian dan disepakati penggantian uang Pelapor membeli obat yakni sebesar Rp344.000,00.
"Terima kasih banyak kepada pihak Ombudsman yang telah melayani proses pengaduan ini dengan sabar, mendengarkan keluhan-keluhan yang saya sampaikan. Pelayanan Ombudsman Provinsi Papua Barat yang sangat ramah dan sigap dalam menanggapi keluhan-keluhan, pengaduan cepat diproses langsung serta dapat membantu menemukan solusi yang tepat," tutur Pelapor dalam kutipan chat WhatsApp Pelapor kepada asisten pemeriksa.
Dalam pemeriksaan ini, kurang dari tujuh hari kerja Ombudsman Papua Barat menindaklanjuti laporan Pelapor sampai pada proses penyelesaian sehingga JP sebagai Pelapor dapat mengkonfirmasi langsung kepada pihak yang berkompeten sekaligus menerima informasi terkait keberatannya secara utuh dan komperehensif sehingga dapat dipahami secara baik.
Akhirnya, Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas pelayanan publik berharap agar masyarakat sadar dan peduli terhadap hak-hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik, karena hal tersebut telah dijamin oleh aturan sesuai amanat Undang-undang. (EL)