Ombudsman Kalsel Selesaikan Laporan Pungli Justice Collaborator
Sebut saja Pak Fajar. Pria yang kesehariannya bertani ini, melaporkan ke Perwakilan Ombudsman Provinsi Kalimantan Selatan mengenai dugaan adanya pungutan liar (pungli) dalam mengurus Justice Collaborator (JC). Ia mewakili anaknya melapor ke Ombudsman RI. Anaknya masih ditahan di salah satu Rumah Tahanan Negara (Rutan). Ia bermaksud mengajukan JC, agar anaknya mendapat keringanan hukuman.
Tidak mudah mengurus JC. Karena pelapor belum berpengalaman, harus bolak-balik. Mulai dari Rutan ke Polres. Tidak tahu prosedur apa yang harus dilalui.
Pelapor mendatangi kantor kepolisian. Pelapor telah menyampaikan, saat proses penyidikan, anak Pelapor telah membantu kepolisian untuk mengungkap bandar Narkoba. Petugas menjanjikan, jika anaknya mau bekerja sama, maka pihak kepolisian akan membantu meringankan hukuman anak Pelapor.
Petugas kepolisian mengatakan, Pelapor harus meminta surat pengantar dari pihak Rutan. Kemudian surat tersebut masuk ke Kepala Satuan (Kasat) Resnarkoba. Selanjutnya ditelaah, apakah layak atau tidak. Pelapor juga diarahkan untuk meminta Petikan Putusan Vonis dari Pengadilan Negeri.
Pelapor kemudian ke Rutan. Di sini, Pelapor dimintai uang oleh petugas bila minta dibuatkan surat pengantar. Surat pengantar ini kemudian dibawa ke Polres. Nanti Polres yang akan memutuskan, apakah anaknya tadi layak mendapat JC.
Oknum petugas di Rutan menyarankan Pelapor untuk bernegosiasi lebih dahulu dengan petugas di kepolisian. Negosiasi soal harga yang dibayar untuk mengurus JC. Jika sudah setuju, baru kembali lagi ke Rutan. Alasannya supaya pihak Rutan tidak keliru mengeluarkan surat.
Petugas Rutan menyampaikan, pertimbangan dan keputusan untuk mendapatkan JC adalah urusan pihak kepolisian. Namun Pelapor tetap dapat membuat surat pengajuan JC di Rutan, asalkan mampu membayar 1,5 juta, untuk biaya administrasi.
Pelapor mencoba konsultasi ke kantor advokat. Berharap agar mendapat bantuan hukum untuk mengurus pengusulan JC anaknya. Advokat tadi menyarankan, agar Pelapor mengurus sendiri. Biasanya, kata Advokat tadi, biaya mengurus JC rata-rata lima juta rupiah. Merasa berat hati, Pelapor tidak jadi minta bantuan advokat.
Di tengah hari yang terik, dengan berbekal petikan putusan pengadilan, Pelapor mendatangi kepolisian dan menemui petugas yang biasa menangani JC. Petugas mengatakan "Berapa kesanggupannya membayar biaya pengurusan JC?"
Pelapor mengatakan, "Saya hanya mampu membayar 2 juta. Masing-masing 1 juta untuk petugas di kepolisian dan Rutan." Petugas menyampaikan, akan menghubungi Pelapor lagi.
Uang belum diserahkan ke petugas. Hanya sebatas pembicaraan. Karena Pelapor pada saat itu, juga sedang kesulitan soal keuangan.
Selang beberapa waktu, Pelapor dihubungi petugas di kepolisian. Ia menyampaikan, menurut Kasat Resnarkoba, Pelapor diminta membayar 2,5 juta agar JC dapat diproses. Rupanya, si oknum menjual nama Kasat Resnarkoba. Ia tidak setuju, jika hanya dibayar 1 juta.
Akhirnya, Pelapor datang ke kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan. Ia mengeluhkan, seharusnya anaknya berhak mendapatkan JC, karena telah membantu menangkap bandarnya. Ia juga keberatan soal adanya dugaan pungutan dalam pengurusan JC. Ia menambakan, permintaan pungli ini, yang juga banyak dialami oleh keluarga Narapidana, dan dilakukan oleh oknum petugas yang sama.
Pelapor berharap ke Ombudsman agar semua tahanan yang memenuhi syarat sebagai Justice Collaborator disetujui. Ia juga berharap dalam mengajukan usulan sebagai Justice Collaborator tidak ada lagi pungutan biaya. Karena, setahu Pelapor, ini tidak ada biayanya.
Tim Pemeriksa menggunakan teknik "mengupas bawang", untuk menggali lebih dalam harapan Pelapor. Intinya, Pelapor menginginkan anaknya dikirim ke Rutan lain, yang lebih dekat dengan rumah Pelapor. Agar lebih mudah mengunjungi anaknya.
Tim Pemeriksa dalam menindaklanjuti laporan ini, menggunakan metode Propartif (Progresif Partisipatif). Pendekatan ini penting untuk dilakukan, karena dalam laporan ini, hanya dugaan. Transaksi pungli belum terjadi.
Di kepolisian, Tim Pemeriksa meminta agar Kapolres menghimbau jajarannya untuk tidak melakukan pungli. Apalagi Polresnya sudah meraih predikat WBK (Wilayah Bebas dari Korupsi). Selangkah lagi menuju WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih Melayani). Kapolres menegaskan agak menindak anak buahnya, jika ada yang berani melakukan pungli.
Di Rutan, Tim Pemeriksa melakukan koordinasi dengan Kepala Rutan. Tim Pemeriksa meminta agar melengkapi standar pelayanan yang ada di Rutan. Selain itu, meminta jajarannya agar tidak melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Kepala Rutan menegaskan, mengurus JC, tidak dipungut biaya. Seluruh pelayanan publik di Rutan gratis.
Tim Pemeriksa kemudian meminta Pelapor untuk kembali melakukan pengajuan usulan JC. Jika tidak dilayani, karena tidak bersedia membayar pungli, maka silahkan disampaikan lagi ke Ombudsman RI.
Pelapor kemudian mengurus JC. Rutan mengeluarkan surat pengantar, tanpa dipungut biaya. Di kepolisian, JC akan diberikan jika anak Pelapor bisa menginfokan ke jajaran kepolisian, terkait pelaku lainnya dalam peredaran Narkoba.
Pelapor dan anaknya, mampu memenuhi persyaratan itu. JC dikeluarkan, tanpa biaya sepersen pun. Tanpa ada pungutan. Dan yang paling penting, inti dari harapan Pelapor juga terpenuhi. Anaknya dipindahkan ke Rutan lain, yang lebih dekat dengan rumah Pelapor.
Pelapor sangat senang. Pelapor menyampaikan apresiasi ke Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan. Melalui video singkatnya, Pelapor mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Pelapor juga mendoakan, agar Insan Ombudsman diberikan kekuatan oleh Allah SWT dalam menjalankan tugasnya.
Apresiasi tadi, bagi Insan Ombudsman sangat berarti. Ada kepuasan bathin yang dirasakan, karena bisa membantu masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. (SH)