ODGJ Perlu KTP
Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan hak setiap warga negara Indonesia, tanpa terkecuali, di manapun masyarakat itu tinggal, dan dari suku apapun. Termasuk orang dengan ganggungan jiwa (ODGJ). Atas dasar itulah pemerintah wajib hadir untuk memenuhi hak administrasi kependudukan (adminduk) setiap warganya, termasuk ODGJ. Namun tidak jarang dalam pelayanan yang diberikan penyelanggara negara terkait adminduk, khususnya untuk kelompok rentan, yakni ODGJ, masih terdapat kendala.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, negara wajib memberikan pelayanan pada setiap warga negara, guna pemenuhan pelayanan untuk mencapai kesejahteraan umum, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV. Bermacam jenis layanan disediakan oleh pemerintah, salah satunya adminduk. Adminduk ini memiliki fungsi untuk memberikan status hukum atas setiap peristiwa yang terjadi dan pengakuan akan status warganya dalam beraktifitas.
Pelayanan tidak boleh ada diskriminasi, baik terhadap orang normal maupun kelompok rentan dalam layanan adminduk. Masyarakat rentan adminduk yaitu masyarakat dengan keterbatasan atau memiliki hambatan dalam kepemilikan dokumen kependudukan. Dalam hal ini ialah orang lanjut usia, penyandang disabilitas, ataupun ODGJ.
Di Kalimantan Selatan (Kalsel) sendiri, ODGJ masih banyak yang belum memiliki KTP. Saat ini Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kota Banjarmasin menggencarkan perekaman identitas untuk KTP-el. Perekaman direncanakan dilakukan dengan cara jemput bola, sasarannya khusus bagi masyarakat yang tidak bisa datang langsung serta kelompok rentan. Perekaman untuk ODGJ dan orang yang memiliki keterbatasan telah dilakukan oleh Disdukcapil sejak tahun 2022.
KTP menunjukkan identitas diri seseorang. Oleh sebab itu, seluruh warga negara harus memilikinya. Tak terkecuali ODGJ yang saat ini masih dianggap kebanyakan orang tidak memerlukanya. Timbul permasalahan ketika ada seorang keluarga yang memiliki kaka atau adik seorang ODGJ, ketika orang tuanya wafat dan akan mengurus warisan, pengurusan warisan tersebut menjadi tidak dapat segera dilakukan karena permasalahan kakak atau adiknya tidak memiliki KTP.
Permasalahan lainya, ODGJ yang berada di rumah singgah yang dikelola oleh Dinas Sosial. Ketika ODGJ ini sakit dan akan dibawa untuk mendapatkan pengobatan, misalnya ke rumah sakit, karena penghuni singgah tidak memiliki KTP-el maka layanan kesehatan tidak bisa diberikan kepada pasien tersebut. Contoh lain, ketika ditemukan jenazah ODGJ, setelah dilakukan identifikasi secara medis dan dilakukan pengecekan identitas, ternyata tidak ditemukan rekaman identitasnya, sehingga pemakaman ODGJ tersebut dilakukan oleh dinas terkait saja tanpa dihadiri bahkan diketahui oleh pihak keluarga.
Faktor penyebab kelompok rentan adminduk tidak mendapatkan pelayanan adalah sulitnya proses perekaman oleh petugas terhadap ODGJ, sehingga pelayanan dihentikan. Kemudian penghambat efektifitas pelayanan pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan bagi orang terlantar dikarenakan tidak tersedianya homebase bagi orang terlantar, tidak adanya sosialisasi terkait pentingnya pelayanan pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan kepada orang terlantar atau keluarga dari ODGJ, kurangnya koordinasi antara instansi terkait, tidak terdapat sarana dan prasarana untuk melakukan jemput bola layanan, serta kurangnya kesadaran pihak keluarga dan lingkungan sekitar mengenai pentingnya memiliki dokumen kependudukan.
Tata cara pelayanan pendataan dan penerbitan dokumen kependudukan bagi kelompok rentan tercantum dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Adminduk. Pendataan dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat seperti panti asuhan, panti jompo, panti sosial, rumah sakit jiwa, lembaga pemasyarakatan dan tempat penampungan lain. Penentuan tempat dilakukan bersama dengan perangkat daerah terkait.
Perekaman KTP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dikatakan Pasal 63 ayat (1) bahwa semua penduduk wajib memiliki KTP-el. Mengingat hal tersebut, ODGJ ialah penduduk rentan dan sangat membutuhkan akses pada bantuan kesehatan atau layanan publik lainnya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa bertujuan untuk menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik serta memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi.
Secara garis besar, dari peraturan-peraturan di atas tersebut menjelaskan tentang pentingnya peran serta masyarakat dalam melindungi dan memberdayakan ODGJ dalam bentuk bantuan dana, fasilitas, pengobatan, perlindungan terhadap tindakan kekerasan dan mengawasi penyelenggaraan pelayanan di fasilitas yang melayani ODGJ. ODGJ termasuk penduduk rentan adminduk yang wajib dilayani, dan dapat dilakukan dengan cara jemput bola untuk perekaman KTP-el.
Dari permasalahan-permasalahan ini jika dianalisis, mereka (para ODGJ), sama-sama memilliki hak untuk mendapat dokumen kependudukan berupa KTP-el. Karena kalau tidak, kasihan mereka jika sakit dan memerlukan perawatan, tapi tidak memilik Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP-el. Dengan memiliki identitas mereka dapat diikutsertakan dalam program BPJS Kesehatan. Selain itu, ketika para ODGJ yang sudah sembuh dan tahu nama asli beserta alamat asalnya, maka dapat dikembalikan ke identitas asli dan dibuatkan alamat sesuai tempat tinggal sebelumnya.
Untuk menerima bantuan sosial, penduduk harus memiliki NIK sesuai dengan sistem yang ada di database nasional. Para ODGJ harus terekam dulu NIK-nya agar hak konstitusi sebagai warga negara dapat terpenuhi. Koordinasi antarintansi terkait sangat diperlukan untuk mencapai kegiatan tersebut. Disdukcapil memiliki peran yang penting untuk penerbitan dan pendataan ODGJ, proses tersebut harus tepat sasaran dan menjangkau masyarakat luas. Pelayanan KTP-el dengan sistem door to door atau jemput bola dapat dilakukan untuk memberikan pelayanan bagi kelompok rentan ODGJ.
Oleh sebab itu, pentingnya penanganan ODGJ agar menjamin terpenuhinya kebutuhan rohani maupun jasmani, serta mengembalikan keberfungsian sosial pasien ODGJ. Pelayanan publik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara layanan dalam pemenuhan kebutuhan dan kepentingan publik.
Solusi yang dapat ditempuh, pertama, intansi terkait dalam hal ini Disdukcapil dapat memberikan sosialisasi dari tingkat kota hingga ke desa-desa untuk aktif menginformasikan siapa saja warga yang belum memiliki dokumen kependudukan, sehingga dapat segera dilakukan perekaman.
Kedua, dalam pelaksanaan kegiatan, penyelenggara harus selalu memberikan pelayanan yang prima kepada publik, sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Ketiga, apabila pada saat dilakukan perekaman, ODGJ mengamuk dan tidak dapat dilakukan perekaman melalui metode iris mata dan sidik jari, maka dapat dilakukan dengan metode lain, seperti menggunakan rekam foto yang bersangkutan.
Keempat, menambah sarana dan prasarana pelayanan kegiatan jemput bola yang dilakukan oleh Disdukcapil diseluruh Kabupaten/Kota di Kalsel terhadap ODGJ, sehingga dapat mempercepat dan memperlancar proses layanan kepada masyarakat.
Wildan Fauzi Muchlis - Calon Asisten Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan