Nasib Petani Banua
Akhir tahun 2021 lalu Tim Pemeriksaan Ombudsman Kalsel menginisiasi pengawasan pelayanan publik di sektor Pertanian. Ombudsman berpandangan salah satu sektor utama dan salah satu penyangga ekonomi negara adalah bidang pertanian.
Sayangnya, bidang pertanian ini belum menjadi prioritas utama di negeri yang katanya agraris ini. Tulisan sejarah bangsa ini pernah meraih predikat swasembada pangan, tapi entah kenapa lambat laun cerita itu sudah mulai masuk dalam buku sejarah saja. Alangkah khawatirnya kalau nanti menjadi mitos legenda.
Di Kalimantan Selatan sektor pertanian masih menjadi komoditas utama masyarakat banua, meski faktanya kian hari areal pertanian makin menyusut. Bukan hanya karena maraknya bisnis perumahan, tetapi yang tambah miris adalah ekspansi pertambangan dan perkebunan.
Menyikapi hal ini Ombudsman Kalsel kembali melakukan pengawasan dengan metode kajian cepat. Tim Ombudsman Kalsel memutuskan untuk mendeteksi apa saja problem yang dihadapi oleh petani banua (banua: sebutan untuk wilayah Kalimantan Selatan) dengan mendatangi sejumlah wilayah atau kabupaten yang dianggap masih kuat membangun sektor pertaniannya.
Tak hanya mendatangi dinas pertanian dan para penyuluh petani di lapangan, akan tetapi Tim juga banyak membuka dialog langsung dengan para petani. Banyak keluhan yang mereka sampaikan.
Luas lahan pertanian mengalami pengurangan. Bahkan salah satu Kabupaten Hulu Sungai dari 40 ribu ha lahan pertanian menjadi 26 rb ha, yang disebabkan beberapa faktor. Di antaranya perkembangan pembangunan perumahan/permukiman, pembuatan infrastruktur jalan baru, dan pembangunan fasilitas publik. Termasuk juga dipengaruhi sektor pertambangan.
Adanya keterbatasan jumlah penyuluh pertanian. Akibatnya masyarakat masih bertani dengan cara konvensional menggunakan bibit yang sudah tidak disarankan, padahal dinas pertanian sudah menyediakan varietas unggul untuk ditanam dengan hasil yang lebih banyak dan memerlukan waktu yang lebih pendek.
Belum lagi berbicara mindset petani yang menanam padi hanya untuk pemenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga. Akhirnya petani hanya menanam padi satu tahun sekali. Padahal dimungkinkan untuk dua sampai tiga kali tanam dalam setahun.
Selain itu juga terkait isu akan beroperasinya pertambangan dan perkebunan kelapa sawit juga menjadi hal yang dikhawatirkan oleh petani dan masyarakat, karena akan mengganggu ekosistem lingkungan dan akan berdampak pada sektor pertanian.
Dari sisi problem para petani masih menghadapi harga gabah yang selalu anjlok pada saat panen raya. Serap gabah yang dilakukan bulog rendah, sementara petani harus menjual gabah untuk membayar utang pupuk, pestisida dan lain-lain ketika sudah selesai panen. Maka terpaksa para petani menjual gabah dengan harga rendah yang ditawarkan tengkulak.
Bantuan pupuk bersubsidi yang diberikan pemerintah tidak bisa memenuhi kebutuhan petani. Padahal petani sudah menyampaikan kebutuhan pupuknya melalui RDKK. Namun faktanya hanya 50% kebutuhan pupuk petani yang diberikan pemerintah.
Akhirnya para petani merasa tak nyaman dalam bekerja membangun produktifitas pertanian. Bagi Ombudsman ini problem serius yang harus segera dituntaskan. Dalam waktu singkat Ombudsman Kalsel melalui keasistenan pemeriksaan mengundang seluruh kepala Dinas Pertanian se-Kalsel dan pemangku kepentingan terkait untuk membahas bagaimana potret pelayanan publik pertanian di Banua dan solusi apa yang harus disusun untuk menuntaskannya.
Dari pertemuan itu disepakati beberapa poin penting di antaranya :
1) Memperkuat pelaksanaan amanat UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
2) Perlunya standar pelayanan publik di layanan dinas Pertanian di Kalsel .Standar ini merupakan tolok ukur penyelenggaraan pelayanan bagi pelaksana dan pengguna layanan. Komponen ini kemudian bisa menjadi acuan untuk mengukur efektivitas pelayanan dan menakar kepuasan pengguna layanan saat mengakses layanan di unit pelayanan publik khususnya pada sektor pertanian .
3) Meminta Dinas Pertanian melaksanakan pengelolaan pengaduan masyarakat. Manfaat dari pengelolaan Dumas di bidang pertanian adalah memberikan pelayanan cepat dan tanggap atas ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan pertanian, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan potensi maladministrasi lainnya.
Kesepakatan ini akan terus diawasi oleh Ombudsman Kalsel sebagai bagian dari pertanggungjawaban kepada publik khususnya para petani di banua. Sekaligus membangun jaringan komunikasi serta partisipasi kuat bagi petani untuk bersama mengawasi pelayanan publik pertanian demi masa depan generasi Indonesia yang akan datang. (MF)