• ,
  • - +

Artikel

Mimpi Pembakal Banjar
• Rabu, 16/02/2022 •
 
Foto by Rizki Arrida

Hujan lebat mengguyur sejumlah ruas jalan di Kabupaten Banjar. Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman Kalsel menyusuri sejumlah jalan kecil pedesaan pada Desember 2021. Menembus banyak jalan berkelok, curam bahkan banyak berlubang.

Minggu ini Ombudsman Kalsel menginisiasi program OTS Riksa di Kabupaten Banjar. Maksud dari program ini adalah untuk melakukan pengawasan yang berbasis pada penyelenggaraan pelayanan publik dan upaya pencegahan, serta menjaring keluhan warga. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sehingga dapat diketahui potensi maladministrasi yang terjadi, saran perbaikan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik dan upaya pencegahan maladministrasi pada Kantor Desa di Banjar.

Dipilihnya Kabupaten Banjar sebagai objek kajian dikarenakan luas wilayahnya mencapai 4.668,50 kilometer persegi, merupakan wilayah terluas ke-3 di Provinsi Kalsel setelah Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu. Kabupaten ini memiliki 20 Kecamatan, 277 desa dan 13 kelurahan.

Secara geografis Kabupaten Banjar berbatasan di sebelah utara dengan Hulu Sungai Selatan dan Tapin, sebelah selatan dengan Banjarbaru dan Tanah Laut, sebelah timur dengan Kotabaru dan Tanah Bumbu dan sebelah barat dengan Barito Kuala dan Banjarmasin.

Banyaknya pemerintah desa yang diselenggarakan oleh Kabupaten Banjar menjadikan urgensi adanya pengawasan secara komprehensif terhadap pelayanan publik yang ada. Selain itu, sejumlah keluhan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman Kalsel selama kurun waktu 5 tahun terakhir menjadikan kebutuhan kajian ini sebagai prioritas dalam program peningkatan kualitas pelayanan publik serta upaya masif dalam pencegahan maladministrasi.

Dari perjalanan ini Ombudsman banyak mendatangi sejumlah pembakal atau kepala desa. Sebagian besar pembakal yang Ombudsman sambangi, sangat senang karena banyak sekali yang ingin mereka diskusikan, yang ingin mereka keluhkan, dan yang ingin mereka dapatkan, perbaikan dalam sisi pelayanan publik pedesaan.

Bahkan tak sedikit para pembakal atau kepala desa yang meminta ada sosialisasi lanjutan serta bantuan fasilitasi oleh Ombudsman agar desa mereka bisa maju, desa mereka bisa berkembang, dan desa mereka memiliki kualitas pelayanan publik pedesaan yang mumpuni.

Para pembakal itu bermimpi, suatu saat desa mereka mampu maju, masyarakatnya tambah cerdas, tambah sejahtera dan yang utama mampu menuju desa yang mandiri dan berintegritas.

Tapi bila melihat situasi yang mereka hadapi, seolah itu hanya mimpi. Banyak problem yang saat ini melingkari potret pelayanan publik di desa mereka.

Faktanya jalan-jalan desa di wilayah mereka masih banyak rusak, layanan kesehatan di puskesmas dan puskesmas pembantu masih sangat terbatas. Layanan dasar saja seperti distribusi air PDAM terus menerus jadi keluhan. Bahkan masih ada warga yang tak mendapat penerangan. Belum lagi banyak warga yang masih masuk dalam kategori penduduk miskin, pekerjaan mereka rata hanya petani dan buruh serabutan.

Apalagi ditambah suasana Covid-19 seolah beban yang ada belum terangkat ditambah lagi beban masalah yang baru.

Mendengar suara para pembakal Banjar ini. Ombudsman Kalsel menyimak dengan lamat-lamat. Prinsip Ombudsman memasang kedua telinga dengan benar serta memperhatikan dan mencatat semua yang mereka sampaikan berkaitan pelayanan publik menjadi hal yang tak boleh dilewatkan.

Untuk Ombudsman inilah keluhan sesungguhnya dari orang-orang yang lebih dekat dengan warga desanya, serta merasakan paling dekat apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di level yang paling bawah.

Dari perjalanan OTS riksa ini setidaknya Ombudsman kalsel menemukan sejumlah potensi maladministrasi yakni :

  1. Proses penyelenggaraan pelayanan publik pada Kantor Desa di Kabupaten Banjar dalam hal pemenuhan standar pelayanan publik masih sangat minim. Termasuk belum maksimalnya proses perencanaan, penggunaan dan pertanggungjawaban dana desa khususnya dalam hal pelayanan publik dasar seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, adminduk, dan infrastruktur.
  2. Masyarakat masih mengeluhkan lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), terutama menyangkut transparansi penggunaan dana desa oleh Pemerintah Desa, aspek akuntabilitas dan responsibilitas dalam konteks tertib administrasi dan kelengkapan bukti-bukti penggunaan dana, serta partisipasi publik yang kurang.
  3. Masyarakat menyampaikan adanya potensi maladministrasi antara lain dalam bentuk tidak memberikan pelayanan, permintaan imbalan berupa uang, barang atau jasa (pungli), penundaan berlarut, tidak kompeten, penyimpangan prosedur, dan diskriminasi.
  4. Belum adanya interkoneksi yang kuat antara desa dan penyelenggara layanan di pusat kota, sehingga mempengaruhi kecepatan dan kemudahan dalam penanganan keluhan warga atas penyelenggaraan pelayanan publik dasar.

Temuan ini pun tak lantas disimpan Ombudsman di dalam laci meja. Sebagaimana tugas dan tanggung jawab yang melekat sebagai pengawas pelayanan publik Ombudsman segera mengagendakan bertemu dengan semua penyelenggara layanan publik di Kabupaten Banjar. Khususnya pada penyelenggara layanan yang banyak dikeluhkan.

Tak tanggung-tanggung Ombudsman juga menyampaikan langsung hasil temuan kepada Bupati Banjar beserta saran korektif yang harus mereka lakukan. Saran yang disampaikan Ombudsman Kalsel di antaranya meminta :

  1. Bupati Banjar mendorong Pemerintah Desa agar meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik antara lain dengan memenuhi Standar Pelayanan Publik sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik di seluruh Kantor Desa di Kabupaten Banjar.
  2. Membuat unit pengaduan masyarakat di Kantor Desa yang bisa terhubung dengan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik baik di daerah (LAPOR MANIS) maupun di pusat dan membangun Zona Integritas di beberapa desa percontohan.
  3. Bupati Banjar mendorong Pemerintah Desa untuk menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), khususnya terkait transparansi dan pertanggungjawaban dana desa, terutama kejelasan informasi, dasar hukum, proses perencanaan dan mekanisme penggunaannya.
  4. Pemerintah Desa agar menyediakan kesempatan yang memadai bagi warganya untuk turut memberikan kontribusi dan berpartisipasi dalam pembangunan di desa, serta memperkuat jaringan komunikasi atau narahubung dengan Pemerintah Kabupaten Banjar untuk optimalisasi pelayanan publik di desa.
  5. Pemerintah Kabupaten Banjar agar memastikan ketersediaan anggaran yang cukup di tahun 2022 dalam rangka perbaikan infrastruktur yang rusak, dibutuhkan masyarakat dan merupakan kewenangannya, seperti jalan, jembatan, sekolah, Puskesmas, pasar dan jaringan PDAM.
  6. Pemerintah Kabupaten Banjar agar melakukan evaluasi terhadap kinerja pelaksana pelayanan publik serta memberikan apresiasi atau penghargaan bagi yang berprestasi dan sanksi atau pembinaan bagi yang melanggar aturan atau berkinerja kurang baik (mekanisme reward and punishment).

Saran korektif inilah yang ditunggu-tunggu oleh Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Desa Kabupaten Banjar. Para pembakal yang mengetahui akan saran ini merasa bersyukur dan menyampaikan terima kasih yang luar biasa, karena Ombudsman telah berhasil menjahit problem yang selama ini hanya "tercecer" dalam diskusi, harapan dan mimpi para pembakal Banjar saja.

Catatan Ombudsman Kalsel ke depan, penting untuk mengawal semua saran yang telah disampaikan, saling mengingatkan dan berbuat yang konkret adalah salah satu mekanisme mempercepat geliat, pelayanan publik di sekitar kita termasuk memperbaiki pelayanan publik di desa.

Semoga mimpi pembakal Banjar segera menjadi nyata, mimpi tentang desa yang maju dan sejahtera, desa yang mau bekerja untuk membangun pelayanan publik prima.(MF)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...