Menyelamatkan Kerugian Publik Atas Maladministrasi
Pernah kita mendapat informasi yang terpublikasi di media kepada publik, bahwa diberitakan aparat penegak hukum mengklaim telah menyelamatkan sejumlah kerugian negara, atas tindak lanjut kasus pidana seperti korupsi dan lainnya. Terkhusus pengawasan terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, atas tindak lanjut laporan yang diterima Ombudsman Republik Indonesia, turut terinformasikan jumlah nominal yang diselamatkan, namun bukan kerugian negara melainkan kerugian publik.
Sebelum mengulas lebih jauh, sepatutnya diketahui bahwa maladministrasi sendiri adalah suatu perbuatan melawan hukum, melampaui kewenangan, penyalahgunaan kewenangan, maupun kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum atas pelayanan kepada publik, yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik, sehingga dari perbuatan dimaksud berpotensi menimbulkan kerugian kepada publik baik secara materiil yang dapat ditakar dengan nominal uang, maupun immateriil yang berdampak terhadap rasa maupun pikiran atau psikologis, bagi masyarakat selaku pengakses layanan publik.
Kita semua pasti mengakses layanan publik, yang terbagi atas layanan publik terhadap barang, jasa, dan administrasi. Distribusi air bersih, kelistrikan, pengelolaan fasilitas umum seperti jalanan beserta trotoar, merupakan beberapa contoh pelayanan publik dalam bentuk barang publik. Kemudian yang termasuk dalam pelayanan jasa publik, semisal ketika seseorang mengakses layanan tindakan medis, layanan transportasi umum, dan lain sebagainya. Kemudian terhadap layanan administrasi, semisal kita mengakses layanan administrasi kependudukan, surat izin mengemudi, surat perizinan usaha, dan lainnya. Bilamana dalam pelayanan tersebut terdapat adanya dugaan maladministrasi, maka menjadi ranah pengawasan maupun tindak lanjut dari Ombudsman Republik Indonesia.
Di tahun 2022 lalu, Perwakilan Ombudsman RI Kalsel telah berhasil memvaluasikan nilai kerugian publik, atas tindak lanjut laporan yang disampaikan di Ombudsman Kalsel, maupun atas hasil tindak lanjut laporan inisiatif prakarsa sendiri yang ditindaklanjuti Ombudsman atas isu layanan yang menjadi sorotan publik. Adapun jumlah kerugian publik yang berhasil diselamatkan atas tindak lanjut Ombudsman Kalsel, sejumlah Rp3.482.228,077,00 (tiga milyar empat ratus delapan puluh dua juta dua ratus dua puluh delapan ribu tujuh puluh tujuh rupiah).
Angka tersebut, merupakan hasil valuasi/perhitungan secara real cost, dari nilai kerugian maupun keuntungan yang diperoleh pelapor maupun publik, atas tindak lanjut laporan yang mengalami kerugian materiil di Ombudsman Kalsel. Adapun ragam substansi maladministrasi dalam laporan tersebut, yakni menyangkut substansi kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, pajak, jaminan sosial, keagamaan, kepegawaian, perbankan, kelistrikan, kepolisian, serta pertanahan. Sedangkan valuasi terbesar yang berhasil diselamatkan adalah dalam ranah substansi infrastruktur.
Selama tahun 2022, akses masyarakat di Ombudsman Kalsel sejumlah 1308 akses, terjadi peningkatan akses dari tahun sebelumnya. Kemudian dari akses dimaksud, yang memenuhi persyaratan untuk kemudian ditindaklanjuti sebagai laporan sejumlah 236 laporan.
Menurut penulis, jelas valuasi angka kerugian publik tersebut bukanlah jumlah yang besar, karena berdasarkan hasil real cost perhitungan dari laporan yang masuk di Ombudsman Kalsel. Gambarannya, semisal saja Ombudsman berhasil mencegah dan mengembalikan pungli dalam program PTSL di salah satu desa oleh satu orang pelapor, maka valuasi yang dihitung hanya dari pengembalian pungli satu pelapor dimaksud. Meskipun atas tindaklanjut laporan tersebut, terlapor kemudian berkomitmen menghentikan pungutan keseluruhan kepada seluruh pengakses layanan, namun besar kemungkinan sebelumnya pungli turut dilakukan kepada pemohon lain mengingat kepengurusan PTSL tersebut serentak bagi warga desa.
Mengambil positifnya, dengan dihentikannya pungutan tersebut, artinya upaya pencegahan terhadap potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik telah tercapai. Sebagaimana salah satu tugas Ombudsman untuk berupaya melakukan pencegahan terhadap maladministrasi, selain menerima laporan masyarakat dan melaksanakan tindak lanjut pemeriksaan substansi laporan, maupun melaksanakan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap potensi dugaan maladministrasi, sebagaimana inti dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Perlu diketahui, bahwa tindakan maladministrasi apabila tidak terpangkas sedari awal, maka akan berpotensi menyuburkan tindakan-tindakan KKN dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pungutan-pungutan kecil, kemudian terjadi pembiaran di publik hingga dianggap sebagai hal lumrah dalam mengakses layanan. Uang pelicin untuk memuluskan suatu proyek pembangunan kepada oknum tertentu, dimana secara prosedural tidak sesuai dengan ketentuan. Sikap arogansi penyelenggara layanan dalam melayani, mempersulit untuk hal yang mudah, memperlambat untuk hal yang bisa cepat, maka secara terus-menerus akan menggerus rasa kepercayaan publik terhadap pelaksanaan pelayanan publik, memupuk rasa skeptis publik terhadap reformasi birokrasi yang bersih, melayani, transparan dan akuntabel yang selama ini dibangun, digadang-gandang oleh pemerintah.
Setidaknya terdapat 10 bentuk maladministrasi, yang menjadi ranah pengawasan Ombudsman terhadap penyelenggara layanan publik, sehingga patut diketahui masyarakat untuk kemudian dapat turut mengawasi bila mengalami ataupun mengetahui. Bentuk administrasi tersebut, yakni penundaan berlarut terhadap layanan, tidak memberikan pelayanan/abai terhadap kewajiban pelayanan, tidak kompeten dalam memberikan pelayanan, penyalahgunaan wewenang, permintaan uang barang dan jasa (pungli), penyimpangan prosedur dalam pelayanan, bertindak tidak patut dalam memberikan pelayanan, keberpihakan, adanya konflik kepentingan, dan terakhir adalah tindakan diskriminasi dalam memberikan pelayanan.
Apabila kita turut mengawasi tindakan maladministrasi dalam pelayanan publik, berarti turut memberantas potensi terjadinya tindakan KKN. Selain menjadi tugas Ombudsman dalam mengawasi secara kelembagaan, peran serta publik pun sangat diperlukan, yakni dengan berani untuk melapor apabila mengalami atau mengetahui adanya tindakan maladministrasi dalam pelayanan publik. Publik dapat menyampaikan laporan baik kepada Ombudsman, maupun kanal pengaduan internal instansi layanan publik.
Memahamkan kepada seluruh pihak, akan pencegahan segala bentuk tindakan maladministrasi. Mencitakan harapan di benak penulis. Kepada penyelenggara, agar pelayanan publik berjalan seharusnya, meluruskan stigma sebagai pelayan publik, bukanlah yang dilayani publik. Kepada masyarakat, turut mengawasi dengan berani untuk melapor. Anggapan lebih baik kehilangan uang, daripada kehilangan waktu dalam mengakses layanan publik, sehingga lebih memilih jasa "calo" dapat setidaknya berangsur berkurang, bilamana pelayanan publik semakin mudah diakses tidak berbelit, cepat, transparan, ditunjang petugas kompeten yang ramah dalam melayani, harap penulis.
Benny Sanjaya, Asisten Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan