Mensyaratkan NIK dan NPWP dalam Pelayanan Publik
Presiden Jokowi belum lama ini mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 tentang Pencantuman dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Pelayanan Publik. Peraturan ini merupakan babak baru keseriusan pemerintah menjadikan data penduduk dan data wajib pajak sebagai instrumen penting bagi warga negara yang ingin mengakses layanan publik sekaligus mendorong peningkatan wajib pajak, tertib pajak, dan pendapatan pajak termasuk identitas kependudukan yang akurat dan valid.
Pelayanan publik sendiri terbagi atas pelayanan barang, jasa, dan pelayanan administrasi (baca: UU Nomor 25 Tahun 2009). Pelayanan tersebut cakupan urusannya cukup luas. Contoh pelayanan barang, dari soal ketersediaan layanan pupuk, obat-obatan, bahan bakar, hingga bantuan beras bagi rakyat miskin. Sedangkan contoh pelayanan jasa, dari jasa pendidikan, kesehatan, hingga jasa perbankan. Lain halnya dengan pelayanan barang dan jasa, pelayanan administrasi umumnya menitikberatkan pada layanan data perseorangan, seperti layanan pembuatan KTP, Akte Kelahiran, SIM, SKCK, Paspor, dan lain lain.
Pelayanan publik tersebut diselenggarakan baik oleh instansi atau penyelenggara pemerintah dan non-pemerintah yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan. Jika penyelenggara layanan adalah instansi pemerintah misalnya, kita mengenal kantor imigrasi melayani pembuatan paspor. Jika penyelenggara layanan adalah instansi non-pemerintah, maka kita mengetahui untuk mendapatkan minyak premium, solar, dan pertamax harus mengakses di pengisian bahan bakar yakni SPBU. Sedangkan layanan lainnya dari instansi non-pemerintah bisa kita ketahui ada lembaga pendidikan (dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi), klinik pratama dan rumah sakit, hingga penugasan tertentu untuk melayani publik (penyediaan vaksin, swab, dan lain-lain oleh perseorangan atau badan).
Dalam Perpres 83 Tahun 2021 disebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik baik dari instansi pemerintah dan instansi non-pemerintah harus mensyaratkan NIK dan/atau NPWP kepada pemohon layanan ketika mengkases pelayanan publik (barang, jasa, dan administrasi). Persyaratan tersebut tidak sekadar menunjukkan tetapi memang didata secara akuntabel (bertanggung jawab) dan dilaporkan atau diminta validasi kepada Kementerian Dalam Negeri Cq. Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (untuk NIK), dan Kementerian Keuangan Cq. Direktur Jenderal Pajak (untuk NPWP).
Pencantuman dan pemanfaatan nomor induk kependudukan dan/atau nomor pokok wajib pajak dalam pelayanan publik nantinya digunakan sebagai syarat tambahan, keperluan pencantuman NIK dan/atau NPWP, validasi atas pencantuman NIK dan/atau NPWP, pemadanan dan pemutakhiran data kependudukan dan basis data perpajakan, serta pengawasan. Penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP tersebut dimaksudkan sebagai penanda identitas untuk setiap pemberian pelayanan publik dan penanda identitas untuk setiap data penerima pelayanan publik yang statusnya masih aktif.
Penambahan atau pencantuman NIK dan/atau NPWP tersebut akan terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing sebagai berikut, NIK sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP. NIK dan NPWP sebagai penanda identitas bagi orang pribadi yang telah memiliki NPWP, dan NPWP sebagai penanda identitas bagi Badan dan orang asing yang tidak memiliki NIK. Bagi orang asing yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki NIK dan/atau NPWP, maka dalam pemberian pelayanan publik hal ini dikecualikan. Selain itu, penyelenggara juga wajib melindungi kerahasiaan data penerima layanan. Sebab, data penerima layanan yang telah dilengkapi NIK dan/atau NPWP dan telah tervalidasi dapat dibagipakaikan serta dimanfaatkan untuk pencegahan tindak pidana korupsi, pencegahan tindak pidana pencucian uang, kepentingan perpajakan, pemutakhiran data identitas dalam data kependudukan, dan tujuan lain. Untuk tujuan lain ini harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi tidak asal bagi, tidak asal pakai, dan tidak asal memanfaatkan.
Penyelenggara layanan perlu segera beradaptasi (memahami dan mempersiapkan), serta melaksanakan penggunaan NIK dan/atau NPWP sebagai syarat tambahan, keperluan pencantuman, validasi atas pencantuman NIK dan/atau NPWP, pemadanan dan pemutakhiran data kependudukan dan basis data perpajakan dalam pelayanan publik, serta pengawasannya. Namun bagaimana dengan daya dukung sistem informasi yang terintegrasi bagi semua penyelenggara layanan? Tentu hal ini yang paling mendasar dan perlu dipersiapkan dalam waktu dekat oleh instansi terkait, yaitu Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipi dan Direktorat Jenderal Pajak bersama para penyelenggara layanan pemerintah dan non-pemerintah.
Penyelenggara layanan pemerintah dan non-pemerintah nantinya perlu diuraikan lebih lanjut pada tingkat Keputusan Menteri atau Dirjen (nama instansi atau kelembagaannya), sehingga akan diketahui mana NIK dan/atau NPWP yang masuk dari pemohon layanan pemerintah dan mana yang masuk dari pemohon layanan non-pemerintah termasuk nama instansi atau kelembagaan penyelenggaranya. Lalu, perlu penyusunan tata cara bagipakai dan pemanfaatan NIK dan/atau NPWP yang sumbernya berasal dari data pemohon layanan publik. Penyusunan tata cara penggunaan sistem informasi oleh penyelenggara layanan dalam rangka validasi dan menyelesaikan pencantuman NIK dan/atau NPWP untuk setiap data penerima layanan yang statusnya masih aktif, serta penyusunan tata cara penyampaian jika terjadi gangguan yang menyebabkan sistem informasi tidak dapat berfungsi.
Terakhir, selain penyusunan tersebut diperlukan juga penyusunan tata cara pengawasan terhadap pelaksanaan syarat tambahan, keperluan pencantuman, validasi atas pencantuman NIK dan/atau NPWP, pemadanan dan pemutakhiran data kependudukan dan basis data perpajakan dalam pelayanan publik. Penyusunan tata cara pengawasan ini nantinya untuk memastikan penyelenggara layanan pemerintah dan non pemerintah apakah menerapkan dan melaksanakan sesuai maksud dan tujuan Perpres 83 Tahun 2021 atau tidak. Sebab, dalam hal pelayanan publik yang perlu diperhatikan dan dijaga adalah kemudahan, kecepatan, kepastian, dan keamanan.
Mensyaratkan NIK dan/atau NPWP dalam pelayanan publik sejatinya tidak merubah wajah pelayanan yang sudah ada justru menjadi lebih sulit, lambat, tidak jelas, dan megandung resiko tinggi (munculnya pungli baru). Sehingga, adanya pengawasan nantinya jangan sampai jalan di tempat atau mengalir biasa-biasa saja atau diluar kewajaran (menyeleweng dan tidak konsisten). Jika demikian, Ombudsman hadir!
Bandar Lampung, 30 September 2021
Penulis,
Ahmad Saleh David Faranto - Asisten Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Lampung
HP: 081369779279